MATRANEWS.id — Koordinator MAKI Desak Kejagung Tetapkan RBS sebagai Tersangka dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah di PT Timah Bangka Belitung
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, telah melayangkan somasi terbuka kepada Jampidsus Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di PT Timah Bangka Belitung.
Dalam somasi tersebut, Boyamin Saiman menekankan pentingnya penetapan RBS sebagai tersangka (TSK) korupsi tata niaga komoditas timah.
RBS — yang disebut punya jet pribadi berkode registrasi T7-JAB dan masuk dalam konsorsium 303 serta rekening gendut sejumlah jenderal di Mabes Polri — sebagai bos besar dalam kasus ini, diduga sebagai penerima manfaat utama dari bisnis tambang timah ilegal yang dioperatori oleh Harvey Moeis.
Saiman menyatakan bahwa MAKI akan mengajukan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung apabila somasi ini tidak mendapatkan respons yang memadai.
Rencananya, praperadilan akan diajukan bulan depan jika Kejaksaan Agung belum menetapkan RBS sebagai tersangka.
Dalam penjelasannya, Boyamin Saiman menyatakan bahwa RBS layak dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU), karena diduga terlibat dalam memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus Corporate Social Responsibility (CSR).
Selain itu, Saiman juga menyoroti kebutuhan untuk memasukkan RBS ke dalam daftar pencarian orang (DPO), mengingat dugaan kaburnya RBS ke luar negeri.
Pihak Kejaksaan Agung belum memberikan tanggapan resmi terkait somasi ini.
Kepala Divisi Hukum Jatam Menyuarakan Kecurigaan Terhadap Penyelenggaraan Penambangan Timah
Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), juga menyuarakan kecurigaannya terhadap proses penyelenggaraan penambangan timah.
Menurutnya, para tersangka yang telah ditetapkan hanyalah tingkat operator, sedangkan aktor intelektual dari kasus korupsi ini masih belum terungkap.
Jamil menjelaskan bahwa seringkali nama aktor intelektual tidak tercatat dalam struktur organisasi perusahaan tambang. Mereka seringkali menggunakan pihak lain, seperti pengacara atau artis, untuk mengisi jabatan di dalamnya.
Yenti Garnasih, seorang ahli hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU), juga menyatakan kecurigaannya terhadap adanya orang-orang kuat yang melindungi tindak pidana korupsi dalam penambangan timah.
Garnasih mempertanyakan pengawasan negara terhadap penambangan liar tersebut, dan meragukan apakah ada persekongkolan antara penambang liar dan pihak pengawas.
Pertanyaan-pertanyaan ini menyoroti kebutuhan akan transparansi dan akuntabilitas dalam industri penambangan timah, serta perlunya penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.