Tokoh  

Letjen Soeyono Pembuka Misteri Kasus 27 Juli 1996 Meninggal Dunia

Letjen Soeyono Pembuka Misteri Kasus 27 Juli 1996 Meninggal Dunia

MATRANEWS.id — Segenap kru majalah MATRA dan Eksekutif turut berduka cita atas meninggalnya Letjen TNI (Purn) R.Soeyono Soetikno. Mantan Pangdam IV/Diponegoro tersebut meninggal dunia di usia 80 tahun.

“Telah berpulang ke rahmatullah Suami/Ayah/Eyang kami, Letjen TNI (Purn) R.Soeyono Soetikno di usia 80 tahun pada hari Rabu 31 Januari 2024 pada pukul 02:38 WIB di RS. Eka Hospital Cibubur.”

Almarhum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata setelah dhuhur.

Letjen TNI (Purn) R.Soeyono Soetikno lahir pada 13 Maret 1943 di Malang. Ia Alumni Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang tahun 1965.

R.Soeyono Soetikno merupakan menantu dari Mien Sugandhi, Menteri Negara Urusan Peranan Wanita 1993-1998.

Jenjang pendidikannya adalah Akademi Militer Nasional di Magelang tahun 1965, Kursus Reguler Lembaga Ketahanan Nasional Angkatan XXII dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Terbuka.

Buku berjudul Bukan Puntung Rokok, yang menceritakan perjalanan hidup dan karier Letjen (Purnawirawan) Soeyono, adalah bagian dari proses dan manifestasi keterbukaan masyarakat dalam mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang memerlukan penjelasan.

Tampaknya, harapan masyarakat sebagian akan terpenuhi karena buku ini tidak hanya memuat hal-hal yang berkenaan dengan peritiwa-peristiwa menarik yang masih menjadi misteri bagi masyarakat: Kasus 27 Juli 1996, peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan sekitar jatuhnya Presiden Soeharto, manuver dan tindakan Letjen (purn).

Buku “Bukan Puntung Rokok berisi hal-hal yang bersifat Human Interst itu ditulis oleh Benny Siga Butar, S.S Budi Raharjo dan Ahmad Kusaeni tentang di balik lengsernya Soeharto dan lambannya penanganan kerusuhan 13-14 Mei 1998, ternyata ada persaingan antarsesama jenderal TNI di belakang peristiwa itu.

Baca juga :  Christiana Chelsia Chan: Dokter Terawan Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian dan Tinggi Iman

Hal ini terungkap dalam buku “Bukan Puntung Rokok” kesaksian mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan Keamanan Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Soeyono. Buku yang diluncurkan pada Kamis (13/3) malam di Jakarta bertepatan dengan ulang tahun Soeyono ke-80.

Menurut Soeyono, petinggi TNI yang dimaksud bersaing saat kerusuhan Mei 1998 meletus adalah Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal Wiranto, Panglima Komando Cadangan TNI Strategis Angkatan Darat Letjen Prabowo Subianto, Komandan Jenderal Mayor Jenderal Muchdi Purwoprajono, dan Panglima Kodam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin.

Permainan yang dilukiskan sebagai “permainan jenderal kalajengking” (scorpion general) itu diwarnai saling capit dan saling jepit antarsesama jenderal. Soalnya, saat kerusuhan meledak di Jakarta, tak ada reaksi cepat dari pasukan untuk menguasai Ibu Kota. Kostrad, Garnisun, dan Markas Besar ABRI malah menarik pasukan dari dari daerah lain, yakni Jawa Timur [baca: Pemerintah Dituduh Melupakan Tragedi Mei `98].

Peristiwa lain yang mengejutkan Soeyono adalah 16 kendaraan lapis baja dari Kodam Jaya yang berhenti tepat di depan Kantor Dephankam.

Menurut mantan Kepala Staf Umum TNI pemandangan ini aneh. Sebab, panser-panser itu bukannya berpatroli untuk mencegah terjadinya kerusuhan, tapi malah parkir di depan Kantor Menhankam.

Dia menilai, kejadian tersebut sebagai indikasi yang cukup kuat bahwa terjadi rivalitas antara Wiranto dan Prabowo, Muchdi, dan Sjafrie Sjamsoeddin.

Baca juga :  Kajari Tangerang Bersinergi Dengan Pemkot,TNI Polri, Dalam Upaya Pembinaan Karakter Pelajar Bermasalah

Sebab, saat itu beredar kabar bahwa Presiden Soeharto akan menerbitkan semacam Surat Perintah Sebelas Maret untuk mengendalikan keadaan. “Saya sendiri punya catatan-catatan tersendiri. Kebetulan saya mencatat sendiri. Saya lihat memang ada yang aneh,” ujar Soeyono.

Buku setebal 291 halaman ini juga mengulas kasus pengambilalihan Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat.

Peristiwa 27 Juli 1996, kata Soeyono, adalah puncak pertarungan Siti Hardiyanti Rukmana dan Megawati Sukarnoputri dalam panggung politik Indonesia.

Sekiranya tak ada Peristiwa 27 Juli mustahil Mega bisa menjadi presiden seperti sekarang ini. Peristiwa ini juga melibatkan sejumlah petinggi TNI saat itu, seperti Kepala Staf TNI Angkatan Darat Letjen Hartono, Kepala Staf Sosial dan Politik Syarwan Hamid, dan Pangdam Jaya Mayjen Sutiyoso.

Letjen Soeyono Meninggal Dunia, Jenderal Yang Berani Ungkap Permainan Jenderal Kalajengking di Republik Ini – Harian Kami

 

Tinggalkan Balasan