MATRANEWS.id — Organisasi Indonesia Professional Photografer Association (IPPA) makin eksis saja.
Selain makin banyak anggotanya dan sering membuat ragam kegiatan berkait fotografi, edukasi dan linterasi secara off air, juga aktif di media sosial (medsos).
Namun, bukan berarti tak ada oknum yang mengaku-ngaku anggota IPPA. Suatu kali, organisasi ini sampai mengumumkan, bergabung di grup FB IPPA tidak serta merta menjadi anggota IPPA.
Dijelaskan bahwa anggota IPPA adalah fotografer yang telah lulus kurasi karya dan melengkapi persyaratan lainnya.
IPPA menjadi semacam payung, sarana temu kangen dan bagian dari kehidupan profesi fotografer (jurufoto’ ahli foto) di Indonesia.
Di era fotografer yang terus mendapat berbagai tantangan akibat perubahan baik peralatan tehnis fotografi maupun peredaran hasil foto. Dimana perubahan sistim analog menjadi digital, memang menjadikan para jurufoto harus bermetamorfosi di zaman digital.
Sebagai sebuah perkumpulan fotografer yang berkapabilitas dan berintegritas secara professional, IPPA terus melakukan langkah-langkah yang diakui oleh masyarakat khususnya pengguna jasa mereka.
“Adanya perkembangan tehnologi yang cepat dan terus menerus, yang mengakibatkan seorang fotografer atau jurufoto pun perlu terus menerus belajar agar dapat berkerja maksimal,” tutur Firman Ichsan, Ketua IPPA.
Organisasi IPPA terus menata diri secara internal, berupaya agar ada penataan dan uji sertifikasi profesi fotogfarer, dalam konteks pakar, ahli atau pemula bisa menjadi landasan.
Sudah banyak workshop fotografi dilakukan, gathering, silaturahmi dan sharing antara fotografer senior dan pemula berinteraksi.
Diskusi tak terbatas bicara elemen pencahayaan, mengatur ketajaman gambar, menentukan sudut pengambilan, atau menentukan latar depan-belakang, atau menentukan komposisi pemotretan, serta mengidentifikasi arah, karakter dan warna cahaya.
Obrolan lebih kepada networking, selain bicara perangkat penyinaran, menyimpan dan memindahkan data gambar, atau memilih gambar sesuai kebutuhan, melakukan edit digital dasar, mencetak gambar, mengelola gagasan konsumen, menghitung biaya produksi dan operasional.
“Anggota IPPA jadi semacam satu kesatuan rasa, kebersamaan. Bukan sekedar lolos sertifikasi profesi fotografer,” ujar Rizal Pahlevi, dedengkot fotografer profesional.
Ada memang fotografer yang tidak menjadi anggota IPPA merasa lancar-lancar saja job-nya. Intinya, “IPPA adalah kita, sebagai fotografer,” ujar Tuta, fotografer senior.
Terlepas sertifikasi profesi bagi para fotografer profesional di Indonesia.
“IPPA sebagai komunitas fotografi sebagai sebuah kegiatan yang titik beratnya adalah kreatifitas, selain tentu ada juga muatan teknis,” ujar Darwis Triadi, pendiri organisasi ini.
IPPA sebagai organisasi semacam paguyuban yang memfasilitasi perlindungan HKI terhadap karya-karya fotografi dan meningkatkan eksposur fotografer lokal ke kancah internasional.
Pemegang kartu IPPA semacam lulus uji kompetensi para jurnalis bila di Dewan Pers.
“Bagi yang belum memperpanjang keanggotaan, silahkan hubungi IPPA member,” ujar David Dewantoro di grup komunitas whatsapps IPPA Member.
Ramai diperbicangkan perubahan logo IPPA, sebagai lambang yang berubah menjadi menarik.
Akan tetapi, mengenai makna logo, apakah organisasi yang berdiri 27 Juni 2016 ini memiliki “sesuatu” memang belum secara resmi di-release ke publik.
Juga apakah kartu keanggotaan akan memakai system teknologi chip atau magnetic canggih juga masih dalam proses. Ya, kita tunggu saja.
baca juga: Kartu Anggota Organisasi Berteknologi