Masyarakat terkesiap melihat jumlah pesta demokrasi di masa pandemi yang luar biasa besar itu. Anggaran Pemilu 2024 yang demikian mahal, tidak pas di masa krisis.
Sementara mahalnya, harga itu tak berefek langsung ke masyarakat.
Hal ini viral, bukan saja dari webinar bertajuk ‘Memotret Persiapan Pemilu 2024: Tahapan, Strategi, dan Prediksi’ yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) secara daring, Kamis 19 September 2021.
Ditulis lengkap, di beritasenator.com:
Biaya Pemilu 2024 Capai 150 T, DPD RI: Pemilu Langsung Seperti Industri Dalam Demokrasi
Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) meminta Pemerintah dan DPR untuk meninjau kembali sistem pemilu langsung Indonesia yang membutuhkan anggaran hingga ratusan triliun.
“Sangat penting bagi kita, sebagai bangsa yang menjunjung tinggi prinsip musyawarah mufakat untuk meninjau kembali sistem pemilu yang boros dan cenderung menyebabkan kerentanan sosial seperti ini,” ujar wakil ketua DPD RI Sultan B Najamudin di Jakarta pada Senin (20/09).
“Pemilu Langsung sudah seperti industri dalam demokrasi kita,” masih menurut Pimpinan DPD RI ini.
Menurutnya biaya pemilu yang terlampau jumbo akan sangat rawan menyebabkan penyalahgunaan anggaran.
Belum lagi jika ditambahkan dengan modal pemilu milik partai politik dan capres. Pemilu Langsung hanya jadi ajang adu kuat modal politik, yang sumbernya berasal dari cukong dan oligarki.
“Secara ekonomi mungkin bagus karena akan ada banyak uang Politik yang beredar di masyarakat,” ujar Sultan.
Namun, “Jika itu harus dibayar dengan rendahnya kualitas pemilu dan potensi konflik horizontal. Maka, pemilu justru hanya akan menjadi penyebab bagi kemunduran demokrasi itu sendiri.”
Di sisi lain, bagi Indonesia yang notabene merupakan negara berkembang, angka ratusan Triliun adalah terlalu mubazir jika hanya dijadikan modal pemilu yang sejatinya bisa disiasati secara lebih efisien dan efektif.
“Secara kelembagaan, DPD RI sangat menghormati mekanisme demokrasi yang demikian,” terang mantan wakil Gubernur Bengkulu ini.
Namun jika kita sejenak membandingkan proses pemilu kita selama ini dengan kualitas demokrasi yang ditimbulkan setelahnya.
“Maka tidak terlalu sulit bagi kita untuk berbesar hati untuk mengevaluasi sistem pemilu langsung yang ada,” tambahnya.
Lebih lanjut Sultan mengingatkan bahwa, Pemerintah Perlu memperhatikan kondisi fiskal saat ini yang semakin banyak ditopang oleh utang luar negeri. Jika pemilu harus dibiayai dengan hutang, betapa naifnya bangsa ini.
“Dalam suasana bangsa yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemik covid-19, sebaiknya anggaran difokuskan pada pembenahan sistem dan manajemen kesehatan dan pendidikan,” kata Sultan.
“Serta upaya pemulihan ekonomi nasional. Pesta Demokrasi tidak pantas dirayakan di tengah meningkatnya angka kemiskinan rakyat,” Sultan menegaskan.
Biaya Pemilu ke depannya pasti akan semakin meningkat, ini jebakan demokrasi liberal yang harus kita hindari. Sudah saatnya kita kembali mekanisme demokrasi Pancasila yang lebih berkualitas dan ekonomis.
Oleh karena itu, “Kami menyarankan agar bangsa ini untuk melakukan restorasi demokrasi dengan memperbaharui sistem pemilu dan ketatanegaraan sejak dari hulunya, yang adalah konstitusi negara.”
Tak hanya mewakili Para DPD Setanah air, “Kita membutuhkan amandemen secara lebih menyeluruh, tidak sekedarnya saja.”
Seperti diketahui bahwa, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang digelar serentak tahun 2024 mendatang merupakan penyelenggaraan yang sangat mahal.
“Pemilu 2024 nanti adalah pemilu yang menurut saya sangat mahal ya,” kata Doli.
“Saya sudah hitung-hitung sebetulnya dari pengajuan yang disampaikan KPU, Bawaslu, apakah itu dari sumber APBN maupun APBD ya itu tidak kurang sekitar 150 triliun, itu kita belum bicara keamanan dan seterusnya,” kata Doli.
Hal ini viral, karena dipaparan dalam webinar bertajuk ‘Memotret Persiapan Pemilu 2024: Tahapan, Strategi, dan Prediksi’ yang digelar Indonesian Public Institute (IPI) secara daring, Kamis (19/9/2021).