MATRANEWS.id – Di pemerintahan Jokowi, Daun Ini sempat dibahas Di Rapat Kabinet. Maka, Daun Kratom Jadi Naik Daun. Eng-ing-eng.
Pemerintah tampak masih timbang-timbang untuk menggolkan regulasi tata niaga dan tata kelola tanaman kratom (mitragyna speciosa).
Tak heran, tanaman yang masuk dalam famili rubiaceae ini – seperti kopi dan gardenia – memang diselubungi polemik panjang.
Rapat digelar pukul 10.00 WIB. Rapat diikuti Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan beberapa menteri terkait. Seperti Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS), Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, dan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko.
Selain itu, hadir juga perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta beberapa pihak lainnya. Mereka datang secara bergantian dengan mengenakan pakaian rapi.
Selang beberapa jam, satu per satu menteri keluar meninggalkan kompleks Istana. Rapat terbatas membahas rencana legalisasi kratom atau purik (Mitragyna speciosa) pada Kamis, 20 Juni 2024.
Pertemuan ini juga membahas potensi budidaya kratom di Indonesia untuk mendongkrak nilai ekonomis dan kualitas produksinya.
Mentan Amran kemudian diminta memberikan keterangan pers mengenai isi rapat tersebut. Kata Amran, Pemerintah akan segera mengatur regulasi terkait budidaya kratom. Tujuannya agar nilai ekonomi dan kualitas dari tanaman kratom dapat terus meningkat.
“Kalau regulasinya sudah diatur, kita budidayakan supaya nilai ekonomisnya, kualitasnya dan seterusnya bisa meningkat. Harga sekarang ini turun drastis karena banyak faktor, seperti kualitasnya, kemudian distribusinya, dan seterusnya,” ujar Amran.
Pemerintah, tambah Mentan, sedang pertimbangkan untuk mengatur kratom di bawah naungan Kementerian Pertanian dengan membentuk korporasi.
Melalui korporasi, diharapkan kualitas dan kontinuitas produksi kratom dapat terpenuhi sebagai syarat utama untuk meningkatkan ekspor dan kesejahteraan petani.
Presiden Jokowi menginstruksikan Kementerian Kesehatan, BRIN, dan BPOM untuk memperdalam riset terkait keamanan kratom bagi masyarakat.
Selain itu, Kementerian Perdagangan diberi tugas untuk mengatur tata niaga kratom agar kualitas produk tetap terjaga.
Meski memiliki potensi menggiurkan untuk pemasukan negara, terutama sebagai komoditi ekspor, namun kontroversi bahwa tanaman kratom termasuk kategori narkotika masih terus muncul.
Pemerintah Siap Atur Tata Niaga Tanaman Kratom
Ketua Umum PAN itu mengatakan selama ini kratom diperdagangkan hingga ekspor dengan terlalu bebas. Imbasnya, kualitas kratom tak terkontrol hingga menjadi buruk, harganya murah, dan nama Indonesia jelek di mata internasional.
Dalam Permendag itu, Zulhas mengatakan akan diatur kualitas kratom yang diperdagangkan. Meski volume perdagangan akan berkurang, dia mengatakan harganya akan menjadi kompetitif dan menguntungkan petani.
Peraturan itu juga akan mengatur eksportir kratom adalah mereka yang terdaftar. Eksportir itu harus bisa menjelaskan kepada siapa dan untuk apa ekspor kratom itu. Selain itu, eksportir harus memastikan kratom yang diekspor benar-benar memenuhi persyaratan.
Tanaman yang Efeknya Lebih Kuat daripada Morfin
Kratom dikenal sebagai tanaman endemik yang tumbuh di Kalimantan, Thailand, Malaysia, dan Papua Niugini. Tanaman ini punya banyak nama di Kalimantan, seperti daun sapat, kedemba, dan purik.
Selain soal ekonomi dan politik, ada isu daun kratom yang sedang viral. Daun kratom merupakan salah satu tanaman yang dikenal sebagai obat herbal. Meski demikian, daun kratom juga berpotensi membahayakan kesehatan apabila disalahgunakan.
Bisa dibudidayakan untuk kesejahteraan rakyat.
Saat ini kratom yang sering digunakan sebagai obat tradisional sedang merosot di pasar ekspor. Pemerintah berencana mengatur tata kelola, tata niaga, dan legalitas kratom yang telah diekspor ke sekitar 20 negara.
Kementerian Kesehatan menilai kratom tidak tergolong narkotika.
Perbedaan pandangan mengenai tanaman kratom juga terjadi di tubuh pemerintah sendiri. Masih ada beda pendapat antara kajian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam memandang status narkotika tanaman kratom.
Moeldoko menyatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak mengkategorikan kratom sebagai narkotika. Dia memandang perumusan regulasi jual-beli kratom di pasaran, seperti di supermarket dan minimarket, masih harus menunggu hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh BRIN.
“Dari Kemenkes bilang kratom tidak masuk kategori narkotika. Berikutnya untuk itu maka perlu diatur baik dan BRIN kita mita [lanjutkan] penelitian atas kratom ini,” kata Moeldoko.
Maka, pemerintah belum bisa menetapkan aturan definitif tentang legalisasi peredaran daun kratom sebagai komoditas yang layak dijual di pasaran.
Moeldoko menargetkan uji laboratorium terhadap daun kratom akan selesai pada Agustus mendatang. Dia berharap setelah diuji laboratorium, daun kratom bisa segera diolah menjadi komoditas ekspor.
“Maka tadi arahan presiden pertama supaya Kemenkes, BRIN dan BPOM lanjutkan riset sesungguhnya yang aman seberapa bagi masyarakat. Kemendag atur tata niaganya untuk bentuk suatu standardisasi,” terang Moeldoko.
Moeldoko membeberkan ada lebih dari 18 ribu kepala keluarga di Kalimantan Barat yang perekonomiannya bergantung pada budidaya tanaman kratom.
Menurutnya permintaan kratom memang meningkat dan hal itu membuat banyak petani beralih melakukan budidaya kratom karena lebih menjanjikan secara ekonomi.
Ekspor dan jual-beli kratom sudah dilakukan masyarakat Kalimantan Barat dalam beberapa tahun terakhir. Kendati demikian, absennya regulasi yang mengatur tata niaga dan kelola kratom membuat harga pasaran tanaman ini semakin merosot.
“Sehingga tak ada lagi kratom produk Indonesia yang ada kandungan bakteri E. Coli, salmonella, logam berat. Karena sudah ada eksportir kita di-reject barangnya. Kenapa terjadi? Karena belum diatur tata niaganya dengan baik,” tutur Moeldoko.
RIDMA Foundation atas nama LSM yang berdiri sejak Bakolak Inpres 71 dan aktif dalam cegah narkoba menegaskan perlunya penelitian mendalam tentang kratom, jangan hanya bicara tata niaga dan kelola kratom.
Regulasi terkait tanaman kratom sendiri sejauh ini baru ada sepotong-potong, itu pun sangat sektoral dan belum jelas.
BNN misalnya, menyebut kratom sebagai tanaman yang memiliki tingkat bahaya sepuluh kali lipat di atas ganja dan kokain. Sebab itu, mereka sempat gencar mendorong kratom masuk ke dalam golongan 1 narkotika dan merekomendasikan tanaman itu dicantumkan dalam agenda revisi UU Narkotika.
Pasalnya tanaman yang biasa digunakan sebagai obat tradisional di kalangan masyarakat itu mengandung senyawa mitraginin dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengakibatkan kecanduan. Dua senyawa yang dominan terdapat dalam kratom itu dikategorikan oleh BNN sebagai New Psychoactive Substance (NPS).
Sementara itu BPOM menolak memberikan izin edar bagi produk olahan kratom dalam bentuk obat atau suplemen.
Hal ini mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.23.3644 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan pada Lampiran 3 serta Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
Pada Lampiran 14, memuat: “mitragyna speciosa (kratom atau ketum) termasuk ke dalam daftar bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional.”
Kratom dinilai mengandung alkaloid mitragynine yang pada dosis rendah mempunyai efek sebagai stimulan dan pada dosis tinggi dapat memiliki efek sebagai sedatif-narkotika.
BPOM menegaskan tak pernah memberikan persetujuan izin edar terhadap produk obat tradisional atau suplemen makanan yang mengandung mitragyna speciosa.
Pengaturan BPOM ini lebih mengatur pada produk jadi obat tradisional atau suplemen makanan dari olahan kratom.
Pengaturan BPOM tidak termasuk penggunaan kratom secara mandiri oleh masyarakat dengan mengkonsumsi langsung daun kratom sebagai minuman. Aturan juga tidak dapat diberlakukan terhadap perdagangan simplisia daun kratom.
Buktinya, kratom tidak masuk dalam lampiran Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 45 tahun 2019 tentang Barang Dilarang Ekspor.
Dalam peraturan ini, barang dilarang ekspor dari bidang pertanian adalah karet alam, sedangkan barang dilarang ekspor pada bidang kehutanan yaitu pohon jenis konifera rotan dan bantalan (cross-tie) rel kereta api atau trem dari kayu.
Sementara itu, mayoritas impor kratom di Amerika Serikat berasal dari Indonesia. Maka dari itu, nilai ekonomis komoditi ini tak bisa dibilang kecil.
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode Januari-Mei 2023, negara utama tujuan ekspor kratom Indonesia adalah Amerika Serikat dengan nilai mencapai 4,86 juta dolar AS.
Berdasarkan laporan Bloomberg, Asosiasi Kratom AS mencatat setidaknya ada sekitar lima juta pengguna kratom di Negeri Abang Sam. Nilai pasarnya mencengangkan: mencapai 1 miliar dolar AS.
Berdasarkan hasil perhitungan ekonomi, penghasilan masyarakat petani terkait usaha kratom mencapai 49,2 milyar rupiah dalam kurun waktu 4 tahun.
Tolak Bisnis Kratom
Komisi IV DPR RI menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah mengembangkan dan melegalkan bisnis tanaman kratom. Anggota Komisi IV, Firman Soebagyo, mengatakan legalisasi kratom berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak.
Firman meminta pemerintah berhati-hati dalam mengembangkan kratom karena masih ada banyak ketidakjelasan mengenai dampaknya. Legalitas kratom tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan manusia.
“Kaitanya dengan Komisi IV, kalau nanti pemerintah akan mengumumkan, membudidayakan (Kratom), tentunya kami akan menolak itu,” kata Firman.
“Bagaimana kita harus mengendorse sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang dan itu berisiko tinggi bagi anak dan bagi manusia?,” tambah Firman.
Meskipun pemerintah mungkin melihat peluang bisnis dari ekspor kratom, Komisi IV menekankan pentingnya pertimbangan kesehatan dan keamanan. Rokok elektronik saja, kata Firman, diminta untuk dievaluasi, apalagi kratom yang menurut banyak lembaga kesehatan berbahaya bagi manusia.
Menurut Firman, Komisi IV percaya pemerintah akan melakukan kajian dengan Kementerian Kesehatan, BPOM, dan lembaga terkait lainnya sebelum memutuskan legalisasi kratom.
Wakil rakyat tetap meminta pemerintah berhati-hati dan mempertimbangkan masukan dari para pakar yang menyatakan bahwa kratom memiliki risiko tinggi bagi masyarakat.
Firman menjelaskan, narkoba, termasuk kratom, dianggap setara dengan jual-beli organ manusia. Oleh karena itu, Komisi IV menekankan agar pemerintah mendengar peringatan ini dengan serius dan tidak hanya mempertimbangkan keuntungan ekonomi semata.
Tanaman kratom diklaim lebih menguntungkan dibandingkan sawit atau pohon karet. Ketua Umum Pimpinan Pusat Perkumpulan Pengusaha Kratom Indonesia (Perkrindo) Yosef menjelaskan, dengan modal yang lebih sedikit kratom bisa menghasilkan lebih banyak uang.
Dari hitungannya, karet menghasilkan sekitar Rp 1,5 juta per bulan dengan asumsi 1.000 pohon per hektare, dan asumsi kerja 15 hari per bulan. Sementara sawit bisa menghasilkan sekitar Rp 4,5 juta per bulan per satu hektare.
Asumsinya, jumlah panen dalam satu hektare kebun sawit mencapai 2-3 ton dan dengan harga Tandan Buah Segar (TBS) di kisaran Rp 1.300-1.500 per kilogram. Sementara kratom disebut bisa menghasilkan Rp 25 juta per bulan dengan asumsi 2.500 pohon.
“Kalau sawit itu kurang lebih Rp 4,5 juta per bulan per satu hektare. Dengan estimasi 2-3 ton per hektare, kalau harganya Rp 1.000-an lebih, Rp 1.500 sampai Rp 1.300. Kalau kratom Rp 25 juta per hektare per bulan, asumsi 2.500 batang,” ujarnya dalam Audiensi dengan Komisi IV DPR RI.
Aturan Dagang Kratom Masih Abu-abu, Pengusaha Sulit Dapat Modal Bank
Dilihat dari segi modal, kratom hanya membutuhkan investasi Rp 15 juta hingga masa panen. Sementara sawit butuh Rp 60 juta per hektare hingga masa panen, sementara karet Rp 22 juta per hektare sampai masa panen.
“Kratom investasi sampai masa panen Rp 15 juta sampai panen. Kalau karet itu Rp 22 juta per hektare sampai panen,” tambahnya.
Untuk jangka waktu panen kratom cukup bervariasi antara 1-3 bulan sekali. Satu pohon bisa menghasilkan sekitar 2 kilogram. Sementara untuk pohon yang berusia di atas 5 tahun hasil panen bisa mencapai puluhan hingga ratusan kilo.
“Kalau misalkan per pohonnya 2 kilo dalam jumlah pohon 2.500 batang, itu panen pertama 5.000 kilogram, 5 ton, dikali Rp 5.000 harga daun basah per kilogram, ini harga minimal, itu 1 bulan Rp 25 juta,” bebernya.
Adapun pohon kratom diperkirakan bisa tumbuh hingga 35 meter dengan diameter antara 80-120 cm. Dalam kurun waktu 10-15 tahun, pohon kratom bisa ditebang dan dijual dalam bentuk kayu.
Menurut Yosef, satu pohon kratom bisa menghasilkan 1-2 kubik kayu dengan harga sekitar Rp 450 ribu. Artinya jika dalam satu hektare terdapat 2.500 pohon, perkiraannya bisa menghasilkan 3.700 kubik kayu sehingga totalnya mencapai sekitar Rp 1,5 miliar.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengatakan, legalisasi Mitragyna Speciosa atau kratom harus menunggu hasil penelitian guna mempelajari substansi dan efek tanaman tersebut. Hasil penelitian itu diperlukan untuk menjaga keamanan publik.
“Tidak bisa memilih antara keuntungan ekonomi atau keamanan masyarakat yang menggunakan. Jadi harus nunggu penelitiannya dulu,” ujar Edy.
Kratom dianggap bisa menambah stamina, mengatasi nyeri, dan mampu meningkatkan suasana hati. Di pasaran internasional kratom tiap kilogram dalam bentuk tepung tinggal US$4 saja.
Angka ini hanya sepersepuluh dari harga beberapa bulan lalu. “Dulu untuk tepung kratom bisa 40 dolar AS per kilogram . Di tingkat petani harga daun basah tinggal Rp4.000 dan daun kering remahan sekitar Rp20.000- Rp30.000, tergantung kualitas.
Saat ini ekspor kratom sebagian dijalankan via Jakarta. Beberapa penampung di sana memborong kratom Kalbar. Akibatnya, pemerintah daerah tidak mendapatkan pajak ekspor dari pengiriman tumbuhan yang menjadi obat herbal tersebut.
Ada info, kalau ini legal, orang dari salah satu Menteri akan main dalam praktik monopoli atau oligopoli ekspor.
Tumbuh Subur di Hutan Kalimantan, FDA Peringatkan Potensi Bahaya Kratom
Tanaman Kratom berbentuk pohon perdu dengan tinggi berkisar 15 m, dengan cabang menyebar lebih dari 4,5 m, berbatang lurus dan bercabang, memiliki bunga kuning dan berkelompok berbentuk bulat. Daun kratom berwarna hijau gelap dan mengkilap, halus, dan berbentuk bulat telur melancip.
Daun kratom dapat tumbuh sepanjang lebih dari 18 cm dan lebar 10 cm.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) telah melakukan studi bahwa daun kratom mengandung sifat opioid atau pereda rasa nyeri. Daun kratom juga mengandung lebih dari 20 alkaloid yang bermanfaat sebagai pereda rasa sakit.
Sampai saat ini, Kratom masih dilarang di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Kepala BPOM no HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.
BNN sejauh ini memang masih menyatakan kratom sebagai narkotika. Daun kratom diklaim mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine yang dapat mengurangi rasa nyeri. Alkaloid ini juga yang memberi efek meningkatkan energi
BNN sebut kratom punya efek samping membahayakan
Berdasarkan laman resminya, BNN menyatakan kratom memiliki efek samping yang membahayakan, terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran. Namun kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika.
Regulasi pemerintah daerah belum bisa membatasi penggunaan kratom. Badan Pengawasan Obat dan Makanan telah melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal.
BNN sempat menyebut maraknya peningkatan penggunaan kratom ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom. Pasalnya, hasil dari budidaya kratom dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi.
Menurut data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom Indonesia sempat turun dari US$16,23 juta pada 2018 menjadi US$9,95 juta pada 2019. Nilai ekspor kratom kembali meningkat pada 2020, yakni US$13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022. Kinerja ekspor yang positif ini terus berlanjut pada 2023. Tercatat sepanjang Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi US$7,33 juta.
Sejak 2022, Marthinus menuturkan BNN telah merehabilitasi 133 orang penyalahguna kratom dengan ciri-ciri klinis seperti yang terjadi pada penyalahguna zat opioid, yakni kecemasan, tegang, muntah, pusing, dan mual.
Beberapa kebijakan dari lembaga terkait, seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom dalam obat bahan alam.
Selain itu, lanjut dia, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan narkoba dan kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) juga tetap pada kebijakannya bahwa kratom dan semua turunannya berada dalam pengawasan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang akan terus memonitor literatur ilmiah serta perkembangan kratom di seluruh dunia.
Sikap BNN Berdasarkan Surat Edaran BNN 2019 (SE Kepala BNN Nomor B/3985/X/KA/PL.02/2019/BNN tahun 2019) terkait peredaran dan penyalahgunaan kratom di Indonesia, kata dia, mendukung keputusan Komnas Perubahan Penggolongan Narkotika dan Psikotropika bahwa tanaman kratom merupakan narkotika golongan I.
“Diperlukan intervensi sustainable alternatif development tanaman kratom, khususnya di wilayah Kalimantan dan melakukan sosialisasi bahaya mengonsumsi kratom,” ucap dia.
Tanaman kratom memiliki nama latin Mitragyna Speciosa, yang dimanfaatkan adalah daunnya. Selama ini masih terjadi perbedaan pendapat mengenai daun kratom.
Meski demikian, ada efek samping yang bisa ditimbulkan jika penggunaannya tidak tepat. Efek sampingnya berupa sembelit, tidak nafsu makan, insomnia, pusing , tekanan darah tinggi, dan gangguan hati.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan pada periode Januari-Mei 2023, negara utama tujuan ekspor kratom adalah Amerika Serikat dengan nilai 4,86 juta dolar AS dan proporsi mencakup 66,3 persen dari total ekspor.
Tujuan ekspor lainnya yakni Jerman dengan 0,61 juta dolar AS, disusul India sebesar 0,44 juta dolar AS, dan Republik Ceko dengan 0,39 juta dolar AS.
Daun kratom diketahui memiliki kandungan aktif yaitu alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine. Kedua bahan aktif ini memiliki efek sebagai obat analgesik atau pereda rasa sakit.
Senyawa aktif mitragynine yang terkandung dalam kratom inilah yang berpotensi menimbulkan kecanduan layaknya mengonsumsi narkotika.
Efek yang dirasakan dari konsumsi kratom adalah perasaan rileks dan nyaman, serta euforia berlebihan jika kratom digunakan dengan dosis tinggi.
Banyak tumbuh di wilayah Kalimantan, daun kratom biasanya digunakan untuk teh atau diolah menjadi suplemen, yang bermanfaat untuk membantu mengurangi rasa nyeri, meningkatkan kesehatan kulit, dan menaikkan libido. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kratom cukup membahayakan bila tidak sesuai takaran.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaan kratom.
Memasuki Desa Nanga Sambus, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, hamparan berwarna coklat kehitaman terlihat di halaman rumah beberapa penduduk.
Sekilas menyerupai daun tembakau kering. Namun dari penjelasan Mukhlis, seorang pendamping yang menemani, meyakinkan kami bahwa itu adalah daun kratom yang sedang dijemur.
Tanaman yang memiliki nama ilmiah mitragyna speciosa ini oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan nama purik. Sejak beberapa tahun terakhir tanaman ini banyak diperbincangkan, bahkan juga menimbulkan kegamangan. Ini terkait rencana pemerintah pusat yang akan memasukkan kratom ke dalam penggolongan Narkotika.
Berdasarkan cerita setempat, awalnya tanaman ini tumbuh di dalam hutan, terutama di jalur sungai Kapuas. Sejak dulu biasa dikonsumsi untuk meredakan rasa sakit hingga mengatasi kelelahan.
Masyarakat kemudian mulai memanen dan menjualnya seharga Rp. 50.000 per kilogram. Pohon berusia lebih dari 4 tahun menghasilkan daun dengan harga jual lebih tinggi karena diyakini memiliki khasiat yang lebih baik. Karena permintaan semakin meningkat, masyarakat mulai membudidayakannya sejak tahun 2005 di lahan yang mereka miliki.
Tanaman kratom dapat tumbuh hingga 4 sampai 16 meter, namun biasanya dipertahankan sekitar 1,5 – 2meter untuk memudahkan saat memetik daunnya.
Budidaya kratom tergolong praktis. Dari awal tanam hingga panen pertama hanya membutuhkan waktu sekitar 6 – 7 bulan. Daun segarnya dihargai Rp. 5.000 per kilogram. Bila daun telah kering dan berbentuk remahan harganya Rp. 24.000 – 25.000 per kilogram.
Untuk daun yang difermentasi harganya naik menjadi Rp. 26.000 – 27.000. Harga ini sempat mencapai Rp. 35.000 per kilogram, sekitar 1,5 tahun yang lalu.
Fermentasi dilakukan dengan cara menjemur daun selama sehari kemudian dimasukkan ke dalam karung dan ditutup rapat selama 2 hari hingga berwarna coklat dan memiliki kadar air minimal.
Setelah itu daun dijemur kembali dan digiling hingga berbentuk remah. Untuk menjualnya tidaklah sulit karena setiap hari selalu ada pengepul yang datang untuk mengambil.
Satu hal yang menarik, walaupun kratom telah melekat di tengah masyarakat sejak 15 tahun terakhir, sulit sekali menemukan warung yang menjual produk olahannya. Ini karena hampir setiap kepala keluarga memiliki tanaman tersebut, sehingga bila mereka membutuhkan tinggal memetik saja.
Walau daun kratom bisa dipetik kapanpun, pada tenggang waktu 1,5 bulan untuk mendapatkan ukuran daun maksimal. Hama kratom saat ini hanyalah kumbang dan semak yang harus rutin dibersihkan. Untuk hama kumbang, pencegahan dilakukan dengan cara menyiram pupuk pada daun, setelah panen pertama. Selanjutnya penyiraman dilakukan setiap 2 minggu sekali.
Bahwasanya kratom telah menopang perekonomian sebagian masyarakat dan memiliki dampak ekologi bagi lingkungan tentu tidak dipungkiri. Namun memastikan masyarakat Indonesia bersih dari indikasi zat-zat yang memiliki kandungan Narkotika juga merupakan hal yang sangat prinsipil.
Pemerintah pusat beserta pihak-pihak terkait perlu duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. Sementara proses tersebut berjalan, upaya sosialisasi dan program alternatif kepada masyarakat juga dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Kratom (Mitragina Speciosa) dimanfaatkan sebagai obat tradisional sejak ratusan tahun lalu (KLHK, 2019). Para petani di Kapuas Hulu membudidayakan pohon kratom di lahan seluas 11.225 hektare. Pendapatan yang diperoleh petani kratom berkisar Rp1.500.000,00 s.d. Rp8.000.000,00 perbulan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai pendidikan anak.
Peluang ekspor kratom semakin sulit karena rendahnya kualitas produk kratom. Sebanyak 38 kontainer berisi bahan baku tepung kratom yang sebagian besar berasal dari Kalimantan Barat tidak lolos uji kualitas, sehingga dikembalikan oleh importir Amerika Serikat.
Tepung kratom tersebut terindikasi kadar mitragynine rendah, mengandung bakteri salmonella, tercemar beberapa jenis logam berat, dan ketidakmurnian kratom (campuran tepung terigu dan tepung daun tumbuhan lain).
Pengembalian tepung kratom tersebut tentu sangat merugikan 18.120 petani dan pelaku usaha lokal di Kalimantan Barat yang menggantungkan hidupnya dengan menanam dan menjual kratom.
Pemerintah Indonesia terkesan tutup mata, hingga saat ini belum melakukan upaya apapun untuk menerbitkan regulasi tentang tata niaga tepung kratom dan teknis produksi sesuai standar mutu.
Isu yang menyangkut kualitas kratom merupakan kendala yang sering dihadapi petani dan pelaku usaha, seperti kratom tercemar logam berat (mercury, cadmium, arsenikum, timbal), kontaminasi bakteri (escherichia coli dan salmonella) dan jamur.
Kendala tersebut berakibat rendahnya harga jual, bahkan pembatalan sepihak.
Tepung kratom asal Kalimantan Barat yang diekspor ke Amerika Serikat tidak lolos uji kualitas karena kandungan mitragynine rendah, serta proses pengolahan daun kratom menjadi bubuk tepung yang tidak higienis.
Diminati Amerika dan Eropa
Daun ini sangat diminati oleh negara Amerika dan benua Eropa. Satu kilogram daun kratom kering yang dibeli dari petani berkisar Rp30-35 ribu. Sedangkan yang masih basah dibanderol Rp10-15 ribu per kilogram.
Namun, jika tembus ke pasar Amerika bisa dihargai 22-25 dollar per kilogram daun kering atau sekitar Rp330-400 ribu. Bahkan permintaan daun kratom ke Amerika dan Eropa menyentuh 1.000 ton.
Dalam Permendag Nomor 18 Tahun 2021, kratom tidak termasuk barang yang dilarang ekspor.
Persoalannya Indonesia masih belum memiliki regulasi tentang tata niaga dan tata kelola kratom. Selain itu, masih ada pula perbedaan pendapat tentang kratom, lantaran Badan Narkotika Nasional (BNN) masih mengkategorikan kratom sebagai zat adiktif.
Saat ini daun kratom tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan pemerintahan maupun pengusaha karena memiliki nilai jual, tapi jika dikonsumsi berlebih memiliki efek seperti kokain dan morfin.
Daun kratom adalah tumbuhan yang hidup di hutan Kalimantan. Daun kratom sudah sejak lama digunakan sebagai tumbuhan obat tradisional bagi penduduk Kalimantan.
Meski begitu, obat ini mendapatkan pertentangan dari pemerintah maupun aparat keamanan karena memiliki efek seperti narkotika
Tanaman ini memiliki potensi komersial untuk dijual ke pasar internasional sehingga membutuhkan standarisasi agar ketetapannya jelas secara hukum.
Daun ini digunakan untuk meredakan sakit perut, diare, bengkak, dan sakit kepala. Daunnya juga biasa digunakan untuk perawatan nifas serta menghilangkan pegal linu. Daun kratom disinyalir mampu meningkatkan stamina dalam tubuh.
Tak hanya itu, bagian kulit batangnya dapat menghaluskan kulit wajah.
Tanaman ini memberikan efek yang buruk bagi tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Jumlah alkaloid pada kratom mirip dengan narkotika jenis opium dan ‘magic mushroom’.
Efek yang diberikan tergolong cepat, yaitu berkisar 10 menit setelah dikonsumsi dan berlangsung selama 1,5 jam dalam jumlah kecil. Dampak dari tumbuhan ini adalah dapat mengganggu koordinasi motorik tubuh, halusinasi, dan senang yang berlebihan selama 5 jam.
Adapun efek lain dari daun kratom, sebagai berikut: Badan menggigil – Mual dan muntah – Gangguan pencernaan – Nyeri otot – Pusing – Depresi – Sesak napas – Kejang – Kerusakan organ hati — Kematian.
- BACA JUGA: majalah MATRA Dalam Jejak Sastra, Klik ini