MATRANEWS.id — Masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang sosialistis religius.
Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah diterima oleh mayoritas masyarakat,
Pancasila: menetapkan dua sifat, manusia sebagai individu dan makhluk sosial, tidak dapat dipisahkan.
Ini pernah diungkap dan ramai juga, soal lima asas dalam Pancasila dijabarkan menjadi 36 butir pengamalan, sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
Pancasila sebagai Dasar Negara kita, yang kita akui sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, telah menjelaskan dengan gamblang melalui sila ke empat:
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam permusyawaratan/Perwakilan.”
Maknanya?
Bahwa semua proses pengambilan kebijakan, selalu mengedepankan Musyawarah untuk Mupakat. Dan, jika musyawarah tidak tercapai barulah ada opsi: pengambilan keputusan diambil melalui Voting oleh perwakilan yang ada di Legislatif.
Karena itulah, maka selama Orde baru praktek ini dilaksanakan termasuk memilih Presiden dan Menetapkan Haluan Negara. Yang kita kenal dengan istilah GBHN. Sehingga Presiden disebut, Mandataris MPR.
Namun Reformasi pada tahun 1998, menuntut Reformasi di segala bidang, termasuk Reformasi Hukum dan Demokrasi.
Tuntutannya kala itu: Presiden tidak lagi dipilih oleh Anggota MPR, melainkan dipilih lansung oleh Rakyat, yang memaksa terjadinya Amandemen UUD Negara 1945, sebanyak Empat kali.
Namun pada kenyataannya, meskipun hasil amandemen membuat kita tidak lagi mengenal Lembaga Tertinggi Negara yaitu MPR. Namun, pada hakekatnya Presiden, MPR, DPR, DPD dan (beberapa lembaga tinggi negara) memiliki kedudukan yang sama.
Sehingga, tidak bisa saling mengintervensi antara satu dengan yang lainnya.
Pemilihan Presden secara Lansung oleh Rakyat
Bermakna ingin memberi Legitimasi yang kuat kepada Presiden dan Wapres.
Namun, setelah Pilpres dilaksanakan, siapapun peserta Kontestasi, maka seyogyanya harus legowo mendukung Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Presiden terpilih inilah, harus menjalankan pemerintahannya dengan baik, selama lima tahun ke depan. Ya, tentu saja, sesuai Amanat yang tersirat dalam Pancasila, khususnya Sila keempat dan UUDN 1945.
Pancasila dan UUD 1945 tidak memberi ruang dan tidak mengatur tentang adanya istilah: Oposisi.
Bagaimana Fungsi Chek and Balances?
Yang jelas, di Indonesia menganut system Presdential.
Artinya adalah, Presiden terpilih meskipun dipilih oleh mayoritas Rakyat, namun tetap dapat dikontrol oleh Legislatif dari Fraksi-Fraksi yang ada di Parlemen baik yang tergabung dalam Koalisi ataupun yang tidak masuk dalam Koalisi pendukung.
Sebagai catatan pinggir juga, bahwa koalisi dibentuk sebagai syarat dukungan untuk mengusung Capres/Cawapres pada Pilpres. Namun, tidak selalu bersifat Permanen, karena juga tidak diatur dalam Konstitusi.
Tetapi yang perlu dipahami, bahwa tugas Anggota legislatif sesuai amanah Konstitusi yaitu: “Melaksanakan Fungsi Pengawasan, Penganggaran dan Legislasi”
Berdasarkan uraian di atas, saya berpendapat bahwa, jika undang-undang Pemilu dirubah, maka yang penting dipertimbangkan bahwa Peserta Kontestasi Pilpres tidak perlu hanya diikuti dua pasangan.
Menjadi penting juga, tidak perlu diadakan dua putaran untuk menetapkan Pemenang yang mendapatkan dukungan mayoritas.
Bagi yang memperoleh suara terbanyak, ya langsung ditetapkan sebagai Presiden/Wakil Presiden terpilih.
“Permasalahan yang paling utama dihadapi oleh Pancasila terutama mengenai masalah penghayatan dan pengamalannya”.
Kalau bicara butir-butir Pancasila, ya ini.
Sudah ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa.
I. SILA PERTAMA : KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama & penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling hormat-menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
II. SILA KEDUA : KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3.Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu kembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
III. SILA KETIGA : PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan bertanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
IV. SILA KEEMPAT : KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1.Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung-jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
V. SILA KELIMA : KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Tulisan inilah yang viral kemana-mana.
Anda percaya? Realitasnya, jika Anda memviralkan tulisan ini, Anda memang Pancasilais sejati. Jadi, silahkan diviralkan dan buktikan.