Perjalanan Panjang Teater Koma, Simak

Perjalanan Panjang Teater Koma, Simak

Empat sutradara wanita dan empat lakon untuk #TeaterKomaPentasDiSanggar.

Sebuah upaya eksplorasi kreatif, bagian dari perjalanan panjang Teater Koma sebagai sebuah kelompok seni pertunjukan teater.

Masing-masing membawa visi dan interpretasi unik bagi empat lakon teater yang mereka garap. Masing-masing menempuh perjalanan kreatif yang berbeda dalam menyikapi lakon yang mereka tangani, demi menyajikan tontonan yang menarik tapi tetap penuh makna.


SARI MADJID: Sutradara lakon Padang Bulan karya N. Riantiarno. Jadi anggota Teater Koma sejak masa-masa awal.

Tahun 1988 hingga 2004, memerankan tokoh Engtay dalam lakon Sampek Engtay. Tahun 2013, memerankan tokoh Ibu Brani dalam lakon Ibu.

Sebagai sutradara, menyajikan perpaduan musik dan multimedia untuk lakon Padang Bulan, yang berkisah tentang perwujudan Rembulan pada berbagai masa dan kebudayaan.


.
RITA MATU MONA: Sutradara lakon Siti Seroja karya N. Riantiarno. Jadi anggota Teater Koma sejak masa-masa awal.

Tahun 1988 hingga 2004, memerankan tokoh Suhiang dalam lakon Sampek Engtay. Tahun 2014, memerankan tokoh Cangik dalam lakon Republik Cangik.

Sebagai sutradara, menghadirkan suasana tahun ‘70-an dalam lakon Siti Seroja lewat akting para pemain, didukung set panggung yang realistik.


.
PALKA KOJANSOW: Sutradara lakon Arsena karya N. Riantiarno. Naik pentas bersama Teater Koma sejak tahun 2013 di lakon Ibu.

Tahun 2014, memerankan tokoh MC dalam lakon Republik Cangik. Sebagai sutradara lakon Arsena, memunculkan pandangan ekstentrik tokoh pelukis terhadap dunia sekelilingnya dengan dukungan artistik ciamik yang juga tidak kalah unik dan eksentrik.
.

Baca juga :  BNI Sambut Kepulangan Tim Thomas dan Uber Indonesia ke Tanah Air

SEKAR DEWANTARI: Sutradara lakon Arkanti karya N. Riantiarno. Naik pentas bersama Teater Koma sejak tahun 2013 di lakon Ibu.

Tahun 2017, memerankan tokoh Poli Picum dalam lakon Opera Ikan Asin.

Sebagai sutradara lakon Arkanti, berharap kisah tokoh utama yang tak mampu mewujudkan jati dirinya, karena selama ini terkekang oleh berbagai aturan, bisa jadi cermin dalam mencermati kondisi kita saat ini.

BACA JUGA: majalah eksekutif edisi November 2021

 

 

Tinggalkan Balasan