MATRANEWS.id — Membaca tema PKB (Pesta Kesenian Bali) kali ini, sungguh menarik.
Bayupramana, demikian thema Pesta Kesenian Bali tahun 2019 yang akan diresmikan Presiden Joko Widodo pada 15 Juni nanti.
Maksud yang tersimpan dalam kata ‘Bayupramana’, kira-kira adalah ‘daya kehidupan’.
Tapi entah kenapa, dengan merenungi tema PKB itu, tiba-tiba aku ingin membaca pemikiran ‘The Gang of Three’, Aristoteles, Socrates, Plato.
Pemikiran-pemikiran tiga tokoh besar ini, banyak mempengaruhi para cerdik pandai di seluruh dunia, dari dulu hingga kini.
Socrates yang gemar berdiskusi di setiap tempat, senantiasa berpijak pada pentingnya argumentasi dan pemikiran kritis dalam berpikir.
Metode Socrates ini saya menganggapnya sebagai metode dialektis. Maksudnya, ia mencari kebenaran melalui interaksi dengan lingkungan alam dan manusia dengan produk pemikiran2nya.
Socrates, seakan-akan menjalani filsafat dalam kehidupannya sehari-hari, dan dia tak menuliskan teori-teori pemikiran filsafatnya lewat teks. Ia, melakoni filsafat itu.
Ia hidup dengan berfilsafat secara ‘praksis’, dengan cara hidup – tidak sekedar ‘teoritis’.
Ini, mengingatkan saya pada teks Serat Wedhatama, pupuh Pucung ; ‘Ngelmu iku kalakone kanthi laku’ (Ilmu itu hanya dapat diraih dengan cara dilakukan dalam perbuatan)
Filosofi Socrates tentang pengajaran menurut saya berdekatan dengan apresiasi sastra yang dikembangkan oleh penyair Umbu Landu Paranggi.
Pada suatu saat, Umbu pernah mengatakan bahwa rubrik sastranya merupakan pelengkap dari pendidikan formal di sekolah. Pendidikan, bagi Umbu, adalah menumbuhkan ‘sesuatu’ yang ada dalam diri anak didik. Tidak ‘mencetak’ nya.
Ini yang saya anggap berdekatan dengan pemikiran Socrates.
Socrates tidak mengajarkan, melainkan membantu mengeluarkan apa yang tersimpan di dalam jiwa orang. Oleh karena itu, metodenya disebut MAIEUTIK; menguraikan. Soal mencari kebenaran pemikiran, Socrates senantiasa mengembangkan kesukaannya, yakni selalu bertanya.
Plato sebenarnya tak jauh berbeda. Ia, bisa dikata sebagai ‘pencari kebenaran’.dan senantiasa mengembangkan cara berpikir kritis. Filsuf dan ahli matematika ini adalah pendiri Akademi Platonik di Athena.
Ini merupakan sekolah tinggi yang pertama kali berdiri di dunia Barat. Pemikiran2 Plato banyak dipengaruhi oleh Socrates. Pandangan Socrates tentang definisi, banyak mempengaruhi karya Plato, yakni : Idea.
Menurut nya, idea tidak terproduksi oleh pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada idea.
Bagi Plato, idea adalah hal utama dari realitas, , abadi, tak berujud, dan statis. Idea sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Masih menurut Plato, terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan idea-idea di luar pemikiran manusia tersebut.
Puncak inilah yang disebut ‘idea yang indah’.
Idea ini melampaui segala idea yang ada. Cuma saja, maaf saya masih mempertanyakan esensi pendapat Plato soal karya seni yang ia katakan sebagai ‘mimesis mimesos’. Ini menarik untuk diperdebatkan.
Murid Plato yang menarik pemikiran-pemikirannya adalah Aristoteles. Filsafat Aristoteles berkembang pada waktu ia memimpin ‘Lyceum’. Enam karya tulisnya yang berkait dengan logika, merupakan karya yang penting di jaman itu.
Ia juga banyak berkontribusi di bidang metafisika, fisika, etika, politik, kedokteran dan ilmu alam. Lyceum, adalah sebuah institusi perguruan tinggi yang digagas Aleksander Agung pada abad-abad sebelum Masehi memberi makna kebebasan.
Secara semantik, Lyceum bisa dimaknai sebagai ‘sekolah bebas’ yang diharapkan mampu melewati spektrum pemikiran konvensional. Mungkin banyak orang yang kurang memahami, apa itu ‘sekolah bebas’.
Dalam lembaga ini setiap orang bisa berperan serta untuk menyampaikan gagasan lewat tulisan tanpa harus melihat, apa, siapa dan bagaimana derajat dan pendidikan formal orang tersebut. Di lembaga ini setiap orang didudukkan setara, antara penulis, pembaca dan pengasuh (editor).
Kritik dan koreksi yang sehat pun bisa disampaikan dalam diskusi melalui tulisan-tulisan yang ditayangkan lembaga ini. (dikutip dari tulisan Nurdin M. Noer)
Jika hendak dikaitkan dengan tema PKB, Bayupramana, maka paralel dengan pemikiran Aristoteles tentang ‘Jiwa’ dan ‘Tubuh’.
Menurut Aristoteles, kehidupan yang terdiri dari jiwa dan tubuh identik dengan bentuk dan materi. Maksudnya, ‘Jiwa’ adalah bentuk dan ‘Tubuh’ adalah materi. ‘Jiwa’ adalah landasan hidup yang membuat ‘Tubuh’ memiliki kehidupan.
Bayupramana yang menurut tafsir saya adalah daya hidup, bisa berarti ‘Jiwa’ yang menghidupkan ‘Tubuh-Tubuh’.
Begitulah kegelisahan yang membuat saya selanjutnya menggali pemikiran sahabat saya Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Propinsi Bali, DR. Dra. Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati, Mpar.
Semoga bisa menjadi tulisan nantinya.
(Hartanto)