Tokoh  

Rencana Tuhan

Rencana Tuhan

MATRANEWS.id — “Maaf salah sambung”. SMS itu masuk beberapa saat setelah saya mengirim SMS untuk seorang teman.

Jawaban yang saya terima dari teman itu, membuat saya bertanya-tanya. Mengapa teman saya mengatakan salah sambung?

Merasa tidak enak, saya mengirim SMS lagi untuk menyatakan permintaan maaf. Lalu, saya cantumkan nama saya di akhir SMS dengan harapan jika itu benar nomor telepon teman saya, maka dia akan menyadari yang mengirim SMS tadi itu saya.

Tak lama kemudian, handphone saya berdering.

Di layar muncul nomor teman saya. “Maaf Pak Andy, nama saya Wahidin. Saya bekerja di Imigrasi,” ujar suara di seberang sana.

Ternyata, nomor tersebut memang bukan nomor telepon teman saya.

Setelah sedikit berbasa-basi saya meminta maaf lalu menutup pembicaraan.

Tidak ada yang istimewa dari peristiwa itu.

Saya hanya heran mengapa bisa salah mencatat nomor telepon teman.

Tapi, sebulan kemudian saya mendapat SMS dari Pak Wahidin.

Setelah mengingatkan bahwa SMS saya pernah nyasar ke handphone-nya, dia kemudian menginformasikan di sebuah desa di Subang ada seorang anak, usianya 9 tahun, yang selama ini menanggung derita karena mengalami kelainan di tubuhnya.

Anak itu, tidak punya anus. Kalau buang air besar melalui kemaluannya. “Mungkin Pak Andy bisa membantu,” tulis Pak Wahidin sembari menyertakan nama, alamat, dan nomor kontak anak tersebut.

Baca juga :  AHY Mengenang Tiga Tahun Kepergian Ani Yudhoyono

Saya bilang, saya tidak berjanji, tetapi akan berusaha mencari orang yang bisa membantu anak tersebut.

Setelah itu, saya mengirim kisah anak tersebut via SMS ke seorang pimpinan sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan.

Esoknya saya mendapat jawaban, “Pak Andy, saya masih di Italia. Bisakah saya dapatkan data lebih lengkap dari anak itu? Sesampai di Jakarta akan saya diskusikan dengan tim dokter.”

Dua minggu kemudian, tim Kick Andy sudah menjemput anak tersebut dan membawanya ke Jakarta.

Pihak rumah sakit setuju untuk melakukan operasi. Untuk tahap pertama, akan dibuatkan “lubang pembuangan” di perut. Setelah itu baru dibuatkan anus untuk pembuangan permanen.

Tiga hari kemudian, saya menerima SMS dari pimpinan rumah sakit tersebut.

“Alhamdulilah operasi berjalan baik. Semoga semuanya berjalan sesuai rencana”. Sejenak saya terhenyak membaca SMS tersebut. Ada rasa haru yang memenuhi relung hati.

“Tuhan, terima kasih,” gumam saya dalam hati.

Sungguh, saya tidak menyangka semua berjalan begitu cepat dan lancar. Bahkan pihak rumah sakit memperlakukan Ani sangat istimewa. Semua kebutuhan Ani dan ayahnya selama di Jakarta semuanya ditanggung rumah sakit.

Malamnya saya merenung.

Ah, kalau dipikir seringkali rencana Tuhan sulit dipahami akal manusia.

Termasuk sulit bagi saya, memahami mengapa saya salah mencatat nomor handphone teman saya.

Sulit memahami mengapa Pak Wahidin yang saya kenal gara-gara salah sambung menginformaskan kondisi seorang anak nun jauh di sebuah desa kecil di Subang yang membutuhkan pertolongan.

Baca juga :  Panglima TNI: Dimanapun TNI Berada, TNI Harus Punya Nilai Manfaat Bagi Masyarakat

Juga sulit dipahami oleh akal manusia respon rumah sakit yang bersedia melakukan operasi gratis. Padahal, operasi semacam itu tentu membutuhkan biaya yang besar. Pimpinan rumah sakit itupun baru saya kenal dan kami baru sekali bertemu.

Akal manusia memang tidak akan pernah mampu mencerna rencana Tuhan.

Rencana Tuhan hanya mampu dicerna melalui iman. Karena itu saya meyakini semua yang terjadi itu bukan sesuatu yang kebetulan.

Sejak saya salah mencatat nomor telepon teman, sebenarnya Tuhan sudah “mengatur” untuk mempertemukan saya dengan Ani.

Kemudian, melalui SMS “nyasar”, Tuhan menghubungkan saya dengan Pak Wahidin.

Melalui Pak Wahidin Tuhan memberi tahu ada seorang anak di Subang yang membutuhkan bantuan. Kemudian Tuhan “memerintahkan” saya untuk menghubungi pimpinan rumah sakit tersebut.

Lalu semuanya berakhir dengan operasi oleh tim dokter terhadap Ani.

Sejak awal, Tuhan sudah mengatur semuanya untuk Ani.

Pak Wahidin, pimpinan rumah sakit, dokter-dokter yang mengoperasi, dan semua pihak yang ikut membantu — termasuk saya — hanya mendapat “tugas” untuk menolong Ani. Setelah memahami semua itu, saya lalu tersenyum.

“Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengikutsertakan aku untuk menjalankan suatu misi mulia.”

baca: majalah MATRA edisi cetak

 

 

 

OOJO TV — Klik ini

Tinggalkan Balasan