Budaya  

Sek Selingkuh

Sek Selingkuh
MATRANEWS.id — Adakah kaitan antara berasyik masyuk di Internet dan selingkuh? Atau, ber-Chatting ria dan menemukan pasangan selingkuh disini?

 

Jawabannya, pasti bisa banget.

Internet sekedar media, yang bisa memperlancar berselancar di situ, jauh sebelum ada Internet.

Selingkuh sudah berjalan dengan tangguh, bahwa, berselingkuh dianggap musuh kaum moralis , itu ada baiknya. Tinggal kelompok moralis yang mau terus menggubris, walau persoalan ini tak akan bisa terbasmi habis.

Selingkuh selalu dikaitkan dengan seks.

Boleh saja kita sebut “Sekselingkuh”.

Biasanya terjadi pada pasangan, yang salah satu atau dua-duanya, sudah memiliki ikatan keluarga.

Kalau terjadi pada lajang, pada boys dengan girls, biasanya disebut dengan istilah lebih netral, pacaran, atau dating, atau masa penjajakan, atau mencoba membuat dummy, nomor contoh.

Ada banyak pembenaran, atau minimal pengurangan makna buruk, dibandingkan istilah selingkuh, berzina.

Internet sebagai bentuk baru media global bisa memperjelas persoalan ini, bahwa diakui atau tidak, peradaban mengalami perubahan yang mendasar.

Tata nilai dalam keluarga, yang paling tergoyang dan tergoyah. Dalam dunia Internet, persoalannya bukan lagi apakah kamu masih perawan atau bukan. Atau apakah Istri harus terus setia, apa bisa juga “main mata”.

Keperawan merupakan kesetian yang menjadi tata nilai dalam keluarga tradisional, menjadi sesuatu yang tidak menarik dibicarakan dan terdengar janggal. Perubahan sikap dasar ini yang mewarnai semua bagian-bagian lain sebagai konsekuensi logis.

Jawaban itu bergeser terus karena rumusan-rumusan lama mengenai selingkuh tak mengenal penggunaan teknologi komunikasi dengan Internet.

Kalaupun dicarikan padanannya dengan tata nilai lama, akan selalu menyisakan ketertinggalan. Lagi pula, siapa yang bisa mengontrol main di Internet, di “telepon jodoh”, atau ber SMS.

Dalam sebutan ekstrem; rayuan dari seseorang bisa kita pakai untuk merayu yang lain, dimana kata-kata murni yang pribadi?

Apa makna cinta sesungguhnya? Bagaimana rumusan kesetiaan?

Cobalah masuk ke dunia itu, bahkan siapa calon pasangan ”selingkuh” tak kita ketahui sebelumnya: perawan, janda, punya suami, punya anak, buah dadanya masih keras, mauan. Semuanya baru terbuka perlahan.

Ehem, dan lagi-lagi, inilah daya tariknya. Lebih dari itu, kebuntuan atau kebosanan dengan pasangan chatting bisa berakhir cepat dan biasa-biasa, tak perlu rebut dan repot mengurusi adminitrasi “perceraian”.

Sesungguhnya, inilah dunia yang baru, sama sekali baru.

Dengan tata nilai baru, dengan cara bercengkerama yang baru, yang tidak ada padanannya dengan dunia lama.

Generasi baru lahir dari orang-orang lama. Dunia yang memberikan kesetaraan pada pria dan perempuan. Dunia yang membebaskan kita dari keseharian kita; siapa kita sehari-hari.

Dunia yang membuat kita menemukan identitas baru seperti yang kita maui. Dunia di mata kita “kembali”, sesuai dengan kemauan kita. Siapa yang tak ingin?

Mungkin dari coba-coba sebagaimana dulu kita bicara di udara dengan callsign tertentu, kemudian “mojok”. Mungkin juga bisa sebagai penganti kebutuhan yang tak ditemukan dalam kehidupan rumah tangga, sekurangnya dari melampiaskan emosi dan emosional.

Mungkin juga, bisa ditanggapi dari pikiran positif. Ada tempat pelarian, yang membuat rumah tangga sehari-hari yang resmi lebih aman. Dari tata nilai “lama”, apalagi menggunakan parameter nilai-nilai keagamaan, ini bukan sikap yang baik dan benar, jelas sekali.

Kenyataan Internet memberi peluang lebih banyak untuk berselingkuh, bisa saja dituduhkan begitu. Tapi, akar masalahnya bukan disitu.

Sejak awal pun, akar masalahnya adalah bahwa ada bentuk hubungan intim yang dinamai selingkuh. Dan, selama lembaga perkawinan belum mau menerima bentuk-bentuk lain , selingkuh tetap membuat darah mengalir lebih deras.

Dengan kata lain, mau atau malu, ragu atau setuju, dunia dengan tata nilai baru ini sudah ada. Dunia yang tak mengenal tabu, dunia yang tak mampu diperhitungkan sebelumnya,. Ketika peradaban bergerak, ketika alat-alat komunikasi, medium baru ditemukan.

Suatu revolusi seks yang sama ketika ditemukannya alat kontrasepsi, ketika memasang spiral, ketika terjadi pemahaman berbeda mengenai “prokreasi”dan “rekreasi”, ketika kaum perempuan mulai bertanya kapan orgasme, dan ketika tak mau sekedar menjadi obat tidur sehabis berintim lalu ditinggal lelap.

Dunia Internet merupakan dunia yang sama sekali baru. Dunia yang dating bertamu ke dalam kamar paling pribadi kita dan mengusiknya. Kita bisa pura-pura tak tahu, kita bisa menutup mata, namun kita tak bisa menghilangkan kenyataan ini.

Seiring dengan perkembangan atau kemunduran, perubahan itu memaksa kita untuk kembali mempertanyakan apa yang selama ini kita jalani. Mempertanyakan kembali nasihat-nasihat orang tua. Mengugat kembali ajaran yang tak pernah bisa ditawar.

Satu hal jelas; yang paling terkena perubahan adalah tata krama dalam keluarga. Karena bentuk ini yang paling banyak aturannya. Perubahan ini bisa berarti membebaskan. Dari sisi ini, secara pribadi, saya melihat sebagai sesuatu yang istimewa. Adannya kemungkinan kita memilih jati diri, menampilkan diri sebagaimana yang kita maui.

Kita bisa hadir tanpa beban; saya ini Istri siapa, atau ibu siapa, atau predikat-predikat yang menjadi ukuran nilai sebelumnya. Dan kalau kaum perempuan merasa lebih terbebaskan, semata-mata karena sebelumnya terlalu banyak tata krama yang membelenggunya.

Sebagai media, Internet tak bisa memilahkan salah atau benar. Sebagai bentuk komunikasi, chatting tak bisa menyeleksi mana yang boleh dan mana yang dilarang. Pada akhirnya, kembali pda pengguna.

Dan pada titik itu, sang pengguna sudah berada dalam dunia yang baru. Dunia “selingkuh” dengan cara yang belum ada pada generasi orang tuanya. Dunia yang memperlihatkan kemungkinan membuka jalan lebar keluar, entah menuju kemana.

Mungkin juga, membawa kita kembali ke asal hubungan kita.

Ini sekedar foto-foto model, jangan berfikir untuk selingkuh ya. Ojo Selingkuh, nonton di oojo TV.

 

Tinggalkan Balasan