MATRANEWS.id — Azyumardi Azra lahir di Lubuk Alung Sumatera Barat pada tanggal 04 Maret 1955. Meninggal di Kuala Lumpur, Minggu 18 September 2022.
Sehari sebelumnya serangan jantung. Saat hendak hadiri Forum Internasional
Cendekiawan muslim Indonesia Azyumardi Azra meninggal akibat Acute Inferior Myocardial Infarction atau kelainan pada jantung di Minggu (18/9/2022).
Peristiwa itu bermula saat Azyumardi menempuh perjalanan ke Kuala Lumpur International Airport (KLIA) melalui jalur udara pada Jumat, 16 September dari Jakarta.
Berdasarkan keterangan pihak rumah sakit, kata dia, Azyumardi dirawat di ruang zona merah yang lazimnya digunakan untuk perawatan pasien Covid-19.
Menurut pihak KBRI Kuala Lumpur, pihak keluarga telah dihubungi dan dalam perjalanan menuju Kuala Lumpur.
Prof Azra yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Malaysia mengalami gangguan kesehatan dalam penerbangan menuju Kuala Lumpur.
Ia kemudian ditangani petugas medis dan dibawa ke Rumah Sakit Serdang di Selangor.
Jusuf Kalla Sediakan Pesawat Khusus untuk Kepulangan Jenazah
Prof. Azra adalah sosok cendekiawan muslim yang membanggakan Indonesia. `Arti namanya cukup puitis “Permata Hijau”.
Dalam keluarga, Azyumardi biasa dipanggil “Edy” atau “Mardi” Azyumardi adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Azyumardi dibesarkan oleh orangtua yang sadar pentingnya pendidikan.
Meski kondisi keluarganya sulit, ayahnya berkemauan keras agar anak-anak bisa sekolah. Ayahnya bercita- cita agar semua anaknya sekolah.
Padahal, ekonomi keluarganya tidak memungkinkan untuk membiayai pendidikan.
Profesi yang dijalani ayahnya pun hanya sebagai tukang kayu, pedagang kopra dan cengkih. Dari gaji ibunya mengajar sebagai guru agama, Azyumardi mendapat kesempatan belajar.
Perkenalan Azyumardi dengan dunia pendidikan berawal dari kata-kata yang terpampang di badan bus dan di belakang truk, ia juga belajar membaca dari judul-judul berita pada robekan kertas koran bekas
dan majalah bungkusan.
Ayahnya pun setia menemaninya saat ia baru belajar mengeja kata di badan bus yang setiap hari melintas di depan rumahnya.
Pada Tahun 1963, Azyumardi masuk sekolah dasar yang berada dekat dengan rumahnya. Sekolah tersebut bernama SD Negeri 01 Lubuk Alung.
Berjarak 10 menit dengan berjalan kaki. Karena sudah pandai membaca, pelajaran sekolah dirasanya mudah saja.
Di masa SD ini, Azyumardi memulai kecintaannya pada buku. Azyumardi kerap meminjam buku di perpustakaan sekolah dan membawanya pulang ke rumah.
Buku kesukaan Azyumardi antara lain; Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, karya Hamka.
Dan juga buku cerita klasik seperti Sekali Tepuk Tujuh Nyawa, Musang Berjanggut, dan karya-karya Taguan Marjo.
Meski sebenarnya buku-buku tersebut bukan ditujukan buat anak-anak. Cerita di dalamnya yang membuat munculnya kesadaran sosial dalam diri Azyumardi.8
Setelah selesai menempuh pendidikan Sekolah Dasar dekat rumahnya.
Tahun 1969 ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Padang. Di sekolah menengah ini, bakat Azyumardi sebagai seorang pelajar yang cukup cerdas sudah terlihat, terutama di bidang pelajaran Matematika.
Karena kemahirannya di bidang pelajaran tersebut, Azyumardi mendapatkan gelar “Pak Karmiyus”.
Pak Karmiyus adalah guru Aljabar dan Ilmu Ukur (sekarang Matematika) apabila Pak Karmiyus tidak hadir, teman-temannya sering meminta bantuan Azyumardi untuk menjelaskan mata pelajaran yang sama di depan kelas.
Di luar sekolah, dalam bidang sosial keagamaan, Azyumardi banyak bersentuhan dengan nilai-nilai Islam modernis, kendati ia juga merasa dekat dengan tradisi Islam tradisional.
Kemudian pada tahun 1975 Azyumardi berhasil menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya.
Setelah lulus dari PGAN, ayahnya menghendaki Azyumardi agar kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang. Namun, Azyumardi tidak berminat.
Azyumadi menginginkan kuliah di Ilmu keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), atau belajar Sejarah di Universitas Andalas, Padang. Namun orangtuanya tetap menginginkan Azyumardi agar kuliah di Perguruan Tinggi Agama Islam itu.
Akhirnya, Azyumardi menentukan sikapnya yaitu kuliah di IAIN yang ada di Jakarta.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan, bahwa di kota metropolitan itu adalah tempat yang kosmopolit, dan kondusif untuk menghirup tradisi intelektual.
Setidaknya, banyak putra Minang yang punya nama besar, dan pernah merantau di Jakarta, seperti Muhammad Natsir, Buya Hamka, dan sejumlah nama lainnya.
Azyumardi diizinkan oleh kedua orangtuanya untuk melanjutkan kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semasa kuliah, Azyumardi dikenal sebagai aktivis di organisasi intra maupun ekstra di kampus.
Di intra, Azyumardi menjabat sebagai ketua senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan di ekstra, Azyumardi menjadi ketua umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang ciputat, yakni pada tahun 1981 sampai dengan 1982.
Azyumardi pernah mengorganisasi kawan-kawan mahasiswa untuk melakukan demo terhadap pemerintahan Soeharto dalam sidang umum MPR tahun 1978.
Hingga pada tahun 1982, Azyumardi berhasil menyelesaikan kuliahnya.
Pada tahun 1986 Azyumardi memperoleh beasiswa S2 Fullbright di Universitas Colombia, New York, Amerika Serikat dengan konsentrasi Sejarah.
Dalam tempo dua tahun ia berhasil menyelesaikan program MA nya pada Departemen Bahasa- Bahasa dan Kebudayaan Timur Tengah (1988).
Selanjutnya pada tahun 1989 Azyumardi memperoleh gelar MA nya yang kedua pada Universitas yang sama dalam bidang Sejarah melalui program Colombia University President Fellowship.
Ditambah gelar M.phill pada tahun 1999 dalam bidang Sejarah. Akhirnya dari Jurusan Sejarah ini pula, Azyumardi memperoleh gelar Ph.D nya.
Selanjutnya Azyumardi juga mengikuti program post doctoral di Universitas Oxford selama satu tahun (1995-1996).)
Sumber Biography AA/Google