Sketsa Rem Oleh: N Riantiarno

Sketsa Rem Oleh: N Riantiarno

MATRANEWS.id — Bila  Anda bayangkan kalau rem tidak ada?

Jika kata rem disebut, yang langsung diingat adalah pada kendaraan. Dioperasikan oleh kaki, tangan, atau mungkin mulut (getaran suara).

Sehebat apapun alatnya, tanpa kaki, tangan, atau mulut, mustahil alat bisa berfungsi.

Tapi sesungguhnya rem bisa mengartikan banyak makna. Wujudnya bermacam-macam. Bisa ada dalam control, kendali, dan larangan. Juga dalam aturan dan hukum.

Bahkan senyum menyejukkan hati pun pantas disebut sebagai manisfestasi dari rem.

Di dalam kamus, arti pertamanya: “ alat yang dapat menahan dan menghentikan laju kendaraan.”

Lalu arti ikutanya: “ penahan terhadap hati, keinginan, kemauan yang dianggap kurang baik.” Nah!

Di jalanan, yang kita tampak semakin “ mengerikan”, tanpa rem, korban yang jatuh pasti bertambah banyak.

Kendaraan yang satu akan menyodok kendaraan lainnya, biarpun mereka tengah melaju dalam satu jalur.

Lampu jalan, rambu-rambu, zebra cross, bahkan polisi lalu lintas tak akan banyak berguna.

Sebab, sekali kendaraan dijalankan, mustahil mampu berhenti. Hanya tabrakanlah yang sanggup membuatnya stop. Tanpa rem!

Jangankan tanpa rem. Dengan rem pun. Jika kaki tangan-mulut tak sanggup mengoperasikan alat yang disebut sebagai “rem” itu, hanya azab yang diakibatkan.

Baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.

Itu sebabnya selalu ada ujian untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM). Dan biarpun pada kenyatannya tak pernah ada yang tidak lulus, kita boleh bilang: sebagai upacara, ujian SIM itu sangat penting.

Baca juga :  Puisi Habibie di AntaraNews.id Menjadi Viral.

Rumah tangga tanpa rem?

Yang ada hanya  pertengkaran. Rem adalah bunga dengan kartu bertuliskan “ aku cinta padamu.”

Lilin menyala di meja makan pada malam hari dengan bulan menggantung di langit. Rem adalah saling menghargai dan  percaya  antara suami dan istri.

Rem adalah juga kepentingan keluarga dan masa depan anak-anak. Rem adalah deposito di bank, plafon utang dalam kartu kredit, tagihan telepon dan listrik.

Perusahaan tanpa rem?

Lalu dengan cara bagaimana bagian keuangan sanggup mempertanggungjawabkan neraca rugi laba?

Semua harus mengartikulasikan spirit dan rem. Rem selalu bermuara pada keteraturan. Ikhlas maupun terpaksa.

Pangkat, peringat gaji, fasilitas adalah juga rem. Janji-janji surga  dari  direktur utama  yang tak ditepati pun bisa disebut punya hubungan erat dengan rem.

Maksudnya, tanpa  rem  hanya  konflik  yang  akan timbul.

Rem bisa membuat orang  jengah melakukan korupsi. Mungkin tokoh lagi yang mengoperasikan rem itu agar tak ada yang berani melakukan korupsi.

Atau mungkin juga lahir dari sikap hidup. Rem membuat orang berpikir berkali-kali sebelum berbuat sesuatu yang bisa menyakiti hati orang lain.

Rem tak akan berwujud sebagai batu-batu yang dilemparkan ke kepala orang lain, pentungan bertubi-tubi bagi yang tak berdaya, atau peluru nyasar penyebab nyawa melayang.

Nyatalah sudah, rem meliki berjuta  wajah.

Tapi, jika kesalahan tetap terjadi, yang harus dilihat ulang ada dua sisi: ”alat” dan “manusianya”.

Baca juga :  Aroma Klenik Pembuktian Pesulap Merah VS Dukun

Mengapa rem menjadi  tanpa daya?

Mungkin rusak, blong aus, atau memang sudah tua.

Kalau di dalam alat rem satu-dua onderdil rusak, malah bisa direparasi. Tapi, kalau nyaris  semua onderdilnya tak bisa dipakai lagi, apa boleh buat, alatnya harus diganti.

Kalau menyangkut manusianya, itu soal lain. Harus ada kursus  ulang bagi kaki-tangan-mulut.

Agar ketiga anggota badan itu sanggup mengoperasikan alat rem dengan lebih fasih dan tak mengakibatkan azab.

Adakah yang menyangkal  bahwa rem itu penting? Mungkin tak ada.

Tinggal lagi, sejauh mana kualitas dari yang mengoperasikannya alat itu. Berdasarkan apa.

Cinta kasih ataukah kebencian. Bagi sebagian besar orang, harapannya tentu berdasarkan cintah kasih. Bukan kecurigaan yang emosional.

BACA JUGA: Majalah MATRA edisi Desember 2021

 

Tinggalkan Balasan