Wawancara Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH., MH (Guru Besar Universitas Muhammadiyah Jakarta)

Pidato pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. Muhammad Syarifuddin, SH., MH., di muka sidang Senat Akademik Universitas Diponegoro, Semarang, beberapa waktu lalu, memantik perbincangan kalangan akademisi.

Selain mencerminkan kematangan pemikiran, pidato berjudul ”Pembaharuan Sistem Pemidanaan Dalam Praktik Peradilan Modern: Pendekatan Heuristika Hukum” itu, juga merupakan buah hasil pergumulan mencari dan menemukan jawaban atas setiap permasalahan hukum yang ujungnya adalah penjatuhan putusan oleh hakim.

Salah seorang akademisi yang turut memberikan apresiasinya ialah Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH., MH., Guru besar Fakultas Hukum sekaligus Rektor Universitas Muhammadiyah, Jakarta.

Tim kami berhasil mewawancarai via telepon pria kelahiran Kotabaru, Kalimantan Selatan, 58 tahun silam ini.

Berikut petikannya:

T: Apa yang anda ’baca’ dari pidato pengukuhan Guru Besar seorang Ketua MA, Prof. Syarifuddin?

J: Pidato itu menguraikan secara lugas pekerjaan hakim, yakni upaya untuk menyelaraskan hukum dan keadilan melalui kegiatan menafsirkan aturan, membentuk norma baru, mendorong gerak pembaruan hukum adalah representasi proses kreatif dalam menerima dan memutus perkara.

Puncaknya adalah menjatuhkan pidana, sebagai kulminasi dari pergulatan nurani dan kerja kreatif Hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan.

T: Apa permasalahan paling pelik yang dihadapi dunia peradilan kita?

J: Dunia peradilan kita menghadapi suatu problematika klasik yang belum mendapatkan jawaban secara tuntas, tidak saja dalam dunia akademis, melainkan sebuah tantangan dalam dunia praktik.

Hal yang dimaksud adalah dalam hal disparitas pemidanaan, khususnya putusan perkara tindak pidana korupsi yang memiliki isu hukum sama.

T: Apa yang dimaksud disparitas pemidanaan korupsi?

J: Adanya kesenjangan hukuman tanpa alasan yang jelas dalam pemidanaan perkara korupsi. Salah satu yang menjadi sebab adalah sistem minimum dan maksimum dalam pemidanaan kasus korupsi.

Disparitas ini menyebabkan terjadinya degradasi bagi kepercayaan masyarakat terhadap berbagai Putusan Pengadilan yang dianggap tidak konsisten.

Dalam konteks yang lebih luas, hal ini semakin melebarkan jarak antara ekspektasi masyarakat terhadap Putusan Hakim dan apa yang menjadi tujuan hukum itu sendiri.

T: Apakah tujuan hukum yang sesungguhnya?

J: Meminjam pandangan para ahli hukum, setidaknya dikenal 3 (tiga) tujuan hukum, yakni keadilan hukum, kemanfaatan hukum, dan kepastian hukum.

Dalam mewujudkan tujuan hukum, Gustav Radbruch menyatakan perlu digunakan asas prioritas dari tiga nilai dasar yang menjadi tujuan hukum.

Hal ini disebabkan karena dalam realitasnya, keadilan hukum sering berbenturan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum dan begitupun sebaliknya.

Diantara tiga nilai dasar tujuan hukum tersebut, pada saat terjadi benturan, maka mesti ada yang dikorbankan.

Untuk itu, asas prioritas yang digunakan oleh Gustav Radbruch harus dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:

Pertama adalah Keadilan Hukum. Kemudian kedua adalah Kemanfaatan Hukum. Serta yang ketiga adalah  Kepastian Hukum.

T: Kemana semua tujuan itu bermuara?

J: Semua akan bermuara kepada keadilan sebagai isu sentral dalam dinamika Putusan Hakim. Keadilan adalah sesuatu yang harus selalu diperjuangkan secara serius, berkelanjutan, agar dapat dirasakan kemanfaatannya.

Perjuangan itu memerlukan waktu, pikiran, dan bahkan kepasrahan dengan hasil yang diperoleh.

Perjuangan keadilan sebagai suatu jalan yang berliku, berduri dan penuh ketidaknyamanan, tapi mesti berujung pada penghentian terakhir, dengan hasil memuaskan ataupun mengecewakan.

Tetapi keadilan tetap menjadi isu utama dalam problematikan kehidupan.

T: Apa yang dimaksud dengan Heuristika Hukum?

J: Heuristika berasal dari kata heuriskein (Yunani), dalam Bahasa Latin heuristicus, yang berarti ”to find out” atau ”discover”, yaitu menemukan sesuatu.

Heuristika adalah serving to find out or discover atau berupaya menemukan sesuatu pengetahuan baru. Dalam pengertian lain, heuristika adalah ”the branch of logic which treats of the art of discovery or invention” (cabang dari logika yang membahas tentang seni menemukan suatu pengetahuan baru).

Dalam Psikologi Gestalt, heuristika digambarkan sebagai perilaku yang eksploratif, seperti dalam pencarian informasi dari berbagai sumber yang memungkinkan.

Dalam konteks ini, bisa dipahami heuristika sebagai pendekatan yang berupaya menemukan solusi atas suatu permasalahan dalam ruang yang lebih luas.

T: Bagaimana korelasinya dengan gagasan Prof. Syarifuddin?

J: Dalam gagasannya, Prof. Syarifuddin menawarkan metode heuristika dalam menjatuhkan Putusan oleh Hakim.

Hal ini didasarkan pada fakta bahwa seringkali terjadi ketika berhadapan dengan permasalahan hukum, kita sulit menemukan pemecahannya jika hanya mengandalkan aturan hukum yang ada.

Banyak ditemukan fakta bahwa penanganan suatu perkara tidak bisa mengandalkan hanya pada ketentuan undang-undang semata.

T:Misalnya apa?

Ya dalam perkara korupsi yang nilai kerugiannya hampir sama dan memiliki kemiripan dalam peranan si pelaku, hakim menjatuhkan sanksi pidana yang jauh berbeda tanpa ada pertimbangan yang cukup sebagai alasan untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat atau sebaliknya dalam kasus-kasus serupa.

T: Bisakah anda jelaskan proses kreatif Heuristika?

J: Pemahaman terhadap heuristika dapat disederhanakan sebagai berikut. Ketika menghadapi suatu permasalahan, kita biasanya melihat aturan atau formula yang ada untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Dalam banyak kejadian, aturan atau formula tersebut tidak dapat diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan secara tuntas.

Dalam hal ini, diperlukan proses kreatif untuk menjajagi kemungkinkan lain di luar dari aturan atau formula tersebut.

Di sini, seni berpikir dan menganalisis suatu permasalahan dikedepankan dengan mencoba keluar dari pakem yang ada. Inilah yang disebut heuristika karena berupaya menemukan solusi (breakthrough) yang secara aturan atau formula yang ada tidak memungkinkan.

T: Apa yang dimaksud dinamika Hukum kaitannya dengan Heuristika?

J: Heuristika dapat diimplementasikan dalam hukum. Apalagi, Hukum adalah sistem yang dinamis dan bersegi banyak.

Dinamis dalam arti bahwa hukum senantiasa berubah dan bergerak mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan berhukum di masyarakat.

Bersegi banyak berarti hukum bukanlah sesuatu yang sifatnya tunggal, sebaliknya hukum terbentuk dan berdinamika sedemikian rupa karena dipengaruhi oleh faktor-faktor di luarnya, seperti faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, psikologi, dan agama.

Dalam mengimplementasikan gagasan tersebut, dalam pandangan saya sebagai kolega yang bersangkutan adalah terletak pada Hakim itu sendiri.

T: Apakah Heuristika akan menyentuh pemidanaan?

J: Penerapan heuristika hakim dalam penetapan hukuman. Hakim dalam membuat putusan mempunyai kebebasan terhadap pilihan-pilihan bentuk pemidanaan, namun juga terhadap berat ringannya pidana yang dijatuhkan.

Patokan berat ringannya pemidanaan, berdasarkan pada patokan, tentang tingkat keseriusan dari perbuatan, serta latar belakang, situasi dan kondisi yang melingkupi pelaku, ketika melakukan tindak pidana.

T: Bagaimana cara mengeliminir kesalahan putusan Hakim?

J: Hakim harus mampu berkrasi menafsirkan bunyi undang-undang dan menilai fakta dalam kerangka menyusun nalar hukum.

Putusan yang tidak adil, tidak manusiawi dan sebagainya, yang konotasinya bertentangan nilai-nilai keadilan dan harapan masyarakat, secara teknis tercakup dalam kategori salah dalam menerapkan hukum.

Hakim bisa salah, tetapi Hakim dengan keyakinannya dapat menilai relevansi, signifikasi dan realibilitas fakta, serta bukti untuk menentukan terjadi atau tidak terjadinya peristiwa pidana, sehingga menentukan hukuman atau membebaskan dari segala dakwaan.

T: Bagaimana pendapat Anda soal independensi Hakim?

J: Guna tercapainya tujuan hukum, khususnya lingkup peradilan pidana jaminan yang diberikan kepada seorang Hakim sangatlah penting.

Kebebasan Hakim didasarkan kepada kemandirian dan kekuasaan kehakiman di Indonesia, telah di jamin dalam konstitusi Indonesia.

Independensi diartikan sebagai bebas dari pengaruh eksekutif maupun segala intervensi kekuasaan negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva, atau rekomendasi yang datang dari pihak-pihak ekstra yudisiil, kecuali dalam hal-hal yang di izinkan undang-undang.

Di dalam mewujudkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Hakim bukan hanya sekedar berperan memantapkan kepastian hukum, melainkan juga keadilan.

 

#Galtung**

 

Tinggalkan Balasan