Snowdrop. Google Meet. Film Selesai. Pernah mendengar cerita para caddy menjadi istri simpanan para penghobi golf?
Sudah menjadi rahasia umum.
Cukup banyak kisah yang diungkap oleh media. Bukan hanya para pengusaha yang memainkan “hole tambahan” di padang golf, namun tak sedikit juga bdari kalangan pejabat.
Bagi mereka yang enggan terikat dengan perkawinan diam-diam, lebih memilih menikmati hubungan mereka selama bearada di padang golf. Maka itu, tak jarang ada istilah “semak bergoyang di padang golf”.
Modusnya, pegolf akan memukul bola ke arah semak-semak. Lalu, bersama caddy, dia menuju ke balik semak-semak dengan cart (mobil golf) untuk berpura-pura mencari bola dan melanjutkan pukulan berikutnya.
Hanya saja, mereka bisa lama berada di balik semak-semak.
Lantas, apa yang dilakukan para pegolf di balik semak-semak itu?
“Di situlah biasanya pegolf nakal berkencan dengan caddy langganannya. Bisa lima sampai sepuluh menit mobil nggak keluar dari semak-semak. Di saat itulah sedang terjadi transaksi libido antara caddy dengan “tuannya”, pemain golf,” ungkap Johan kepada Matranews.id.
Fenomena transaksi libido di antara pegolf dengan caddy tampaknya menjadi pengulangan sejarah yang pernah terjadi di masa penjajahan Belanda. Hanya saja, yang terjadi di masa penjajahan bukan di padang golf, melainkan terjadi di area perkebunan teh.
Di masa dulu, seorang mandor dan administratur kebun teh sangat berkuasa atas para buruh pemetik teh yang umumnya adalah wanita.
Apapun yang diperintahkan seorang administratur dan seorang mandor kebun, harus dturuti oleh wanita-wanita para pemetik teh, tanpa boleh ada bantahan – apalagi perlawanan.
Kekuasaan itu pula yang dulu dimanfaatkan oleh para mandor kebun teh, juga administratur untuk memperdayai wanita-wanita pemetik teh saat berada di ladang perkebunan.
Tak sedikit cerita bisik-bisik di antara para pemetik teh tentang perlakuan “majikannya”, di saat mereka bekerja di perkebunan.
Seorang administratur bisa meminta “jatah libido” terhadap pemetik teh yang dia sukai, kapan saja.
Modus yang dilakukan adalah dengan turun ke ladang untuk memeriksa kebun dan mengawasi para pekerja yang sedang memetik teh di pagi hari.
Dengan area yang luasnya hekataran, para pekerja pemetik the tentu akan disebar, agar tidak berebut saat memetik. Artinya, pemetik teh akan berada di loaksi yang berjauhan dengan teman pemetik teh lainnya. Situasi inilah yang dimanfaatkan oleh mandor atau administratur untuk mendekati perempuan pemetik teh yang disukai.
Kebiasaan tak patut ini, konon masih menjadi semacam tradisi hingga di era sekarang.
“Makanya, kadang kalau pagi sebelum metik teh ke kebun, ada juga pemetik teh yang bawa bedak dan lisptik untuk bersolek saat berada di tengah kebun. Diantara mereka juga ada yang tidk keberatan dengan perlakuan bosnya,” ujar Mr.X, yang juga mantan seorang administratur di perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN), kepada MATRA Indonesia.
Pria ini menuturkan, ada tanda khusus yang bisa dilihat saat seorang administratur sedang asyik berdua dengan pemetik teh di tengah kebun teh.
Biasanya, sang adminstratur akan menancapkan tongkat di tengah kebun, lalu meletakkan topi khasnya di bagian atas tongkat.
Tongkat berkepala topi adminsitratur yang ditancapkan itu bisa terlihat dari kejauhan. “Itu sebenarnya kode atau penanda bahwa ada bos di situ. Lagi ngapain, ya pokoknya itulah,” ujar lelaki ini sembari terbahak.
Para mandor dan para pekerja kebun sudah paham dengan kode tersebut. Maka itu, tak ada satu orang pun yang berani mendekati kalau melihat ada tongkat dan topi administratur menancap di tengah perkebunan teh.
“Masalahnya, giliran saya yang jadi administratur..para pemetika tehnya sudah nenek-nenek semua, jadi saya nggak sempat ngalami,” katanya sambil tertawa lepas. (aks)