6 Destinasi Wisata Bandung, Jawa Barat, repost Beritasenator.com

6 Destinasi Wisata Bandung, Jawa Barat, repost Beritasenator.com

MATRANEWS.id — Melancong ke Kota Bandung, Jawa Barat, belum lengkap rasanya jika belum berkunjung ke enam destinasi yang sangat menarik ini.

Bandung, memilki sederet tempat atau destinasi yang rasanya “wajib” untuk dikunjungi, dari wisata sejarah, religi, hingga wisata alam.

Seperti tempat ikonik hingga familiar dapat dinikmati hanya di Kota Bandung saja, dari Gedung Sate, Jalan Asia Afrika, Masjid Raya Kota Bandung, Alun-alun Kota Bandung, Jembatan Pasupati dan Tahura Djuanda.

Penasaran? Ayo kita kulik secara detail tempat-tempat menarik ini agar tahu banyak.

Gedung Sate, tidak sekadar sebagai ikon Kota Bandung, tapi juga kaya sejarah. Gedung Sate bercirikan ornamen tusuk sate yang berada di menara sentralnya.

Bangunan ini dibangun pada 1920 dan peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Wali Kota Bandung, Bertus Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf van Limburg Stirum, saat itu.

Gedung yang didominasi warna putih dan hitam ini masih tetap berdiri kokoh dan menawan.

Jalan Asia-Afrika, jalan ini menjadi titik favorit bagi para pelancong saat berkunjung ke Kota Bandung. Nuansa klasik tempo dulu, dengan bangunan Art Deco yang kental membuat jalan ini dikenal sebagai ruas protokol tertua di Bandung.

Pasalnya, ruas jalan ini dibangun oleh zaman pemerintahan Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia, Herman Willem Deaendels, yang menancapkan tongkatnya mendirikan Kota Kembang ini.

Selanjutnya, diabadikan menjadi Tugu Bandung Nol Kilometer.

Sebelum dikenal sebagai Jalan Asia-Afrika, jalan ini memiliki nama Groote Postweg atau Jalan Raya Pos. Nama itu juga mengikuti fungsi dan keberadaan Gedung Raya Pos atau Kantor Pos Besar dari zaman kolonial.

Menjadi salah satu bangunan peninggalan zaman kolonial, fungsi kantor Pos Besar Bandung tak berubah hingga kini. Jalan ini berubah nama, setelah diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika.

Puas mengulik Jalan Asia-Afrika, bila ingin melaksanakan sholat atau melihat bangunan religi, maka datanglah ke Masjid Raya Kota Bandung.

Baca juga :  Cak Rofi'i, Leader Nahdliyyin United: Dukung Prabowo-Gibran, Muslimat NU Jawa Timur Sudah Berkhianat!

Masjid raya bandung ini sudah dibangun sejak tahun 1810, namun pada awalnya masjid ini memiliki nama Masjid Agung Bandung. Menurut sejarah yang dikutip dari berbagai sumber, masjid ini memiliki nilai sejarah yakni;

  1. 1826 ( Renovasi dinding menjadi kayu).
  2. 1850 ( Terjadinya renovasi dan perluasan area masjid).
  3. 1852 ( dilukisanya masjid oleh W. Spreat, pelukis Inggris).
  4. 1875 ( pembangunan pondasi dan pagar masjid),
  5. 1900 (dibangunnya mihrab dan teras ),
  6. 1930 (dibangunnya pendopo dan menara masjid ).
  7. 1950 ( Terjadi renovasi masjid secara total ).
  8. 1955 (Solatnya para peserta KAA ).
  9. 1970 (Perubahan kubah ),
  10. 1973 (Terjadinya renovasi seperti pembuatan basement, menara dan memperluas bangunan gedung dan didirikannya tingkat ),
  11. 2001 (Terjadi penataan ulang pada alun alun masjid),
  12. 2003 (Peresmian masjid oleh gubernur jawa barat), dan di
  13. Tahun 2014 ( Terjadi pengembangan pada struktur alun-alun dan rumput pada masjid raya bandung menggunakan rumput sintetis)

Anda juga akan dimanjakan dengan bentuk atau arsitektur bengunan ini, yang paling menonjol ialah adanya tiga kubah lumayan besar, dua di antaranya berwarnan emas.

Selain itu ada juga dua Menara yang menjulang tinggi yang berdidiri kokoh di sisi muka masjid ini.

Masjid Raya Kota Bandung bisa dibilang berada di jantung kota atau lebih tepatnya di Jl. Dalem Kaum No.14, Balonggede, Kecamatan Regol, Kota Bandung.

Tak berjarak jauh masih di lokasi yang sama, kita bisa ke Alun-alun Kota Bandung.

Alun-alun mulai dibangun pada tahun 1811 yang diintegrasikan dengan pembangunan perkotaan semasa sosok pendiri Kota Bandung, yakni Bupati Wiranatakusumah II.

Perjalanan zaman, silih bergantinya pemimpin atau kepala daerah, Alun-alun mengalami berbagai perubahan, dan renovasi paling besar dilakukan ialah ketika Ridwan Kamil menjabat sebagai Wali Kota Bandung.

Sejak dilakukan revitalisasi, kini alun-alun terlihat lebih  modern dan menarik, ujungnya objek wisata di pusat kota itu jadi salah satu ikon kebanggaan warga Kota Bandung atau bahkan Jabar.

Baca juga :  Sampurno A. Chaliq: "Badan POM Tersandera Oleh Dirinya Sendiri."

Tak kalah menariknya, Bandung juga memiliki landmark Kota Bandung. Apa itu?

Jembatan Pasupati atau Jalan Layang Pasupati.

Nama jembatan ini merupakan gabungan dari dua jalan di wilayah yang ada di Kota Bandung, yaitu Jalan Pasteur dan Jalan Surapati.

Keberadaan jembatan ini sangat sentral sebab sebagai penghubungbagian utara dan timur Kota Bandung melewati lembah Cikapundung.

Panjang jembatan ini adalah 2,8 km dan lebarnya 30-60 meter. Pembangun Jembatan Pasupati sendiri dimulai sejak  tahun 1998 dan mulai dioperasikan pada 2005 silam.

Jembatan ini juga diketahui menjadi jembatan terpanjang ke dua di Indonesia, setelah jembatan Suramadu yang ada di Kota Madura, Provinsi Jawa Timur.

Jembatan ini sangat unik, karena pada bagian tengah terdapat satu tiang yang cukup tinggi dan ditopang dengan 19 cable stayed dan jembatan ini juga menggunakan teknologi Look Up Device (LUD).

Teknologi ini merupakan perangkat khusus tahan gempa buatan Perancis. Bahkan Jembatan Pasupati adalah jembatan pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi LUD dan menjadikannya sebagai jembatan tahan gempa pertama di Indonesia. Ahhhh keren, banget!

Sejuknya Tahura Djuanda

Puas berkeliling dan mengeksplorasi Kota Bandung? Rasanya belum tepat bila kamu tidak mampir ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Tahura Djuanda) untuk menghilangkan penat.

Sebagai bentuk mengenang jasa-jasa seorang tokoh Jawa Barat, Ir. H. Raden Djoeanda Kartawidjaja, Perdana Menteri Indonesia ke-10 yang meninggal tahun 1963,

Taman Hutan ini pada 23 Agustus 1965 diresmikan oleh Gubernur Mashudi dan diberi nama menjadi Kebun Raya Rekreasi Ir. H. Djuanda.

Hawa sejuk, teduh, dan hijaunya hamparan vegetasi hutan. Tahura Djuanda memiliki tipe vegetasi hutan alam sekunder yang didominasi jenis pohon Pinus (Pinus merkusii), Kaliandra (Calliandra callothyrsus), Bambu (Bambusa sp.) dan berbagai jenis tumbuhan bawah seperti tumbuhan lainnya.

Baca juga :  Boikot Produk Israel: Sejauh Mana Kekuatan Masyarakat Indonesia?

Tak hanya itu, ada juga fauna yang hidup nyaman dan damai di sini, di antaranya Musang (Paradoxurus herma paproditus), Tupai (Callosciurus notatus), Kera (Macaca insularis) serta berbagai jenis burung seperti Kepodang (Oriolus chinensis), Ketilang (Pycnontus caferaurigaster) dan Ayam hutan (Gallus gallus bankiva), serta beberapa jenis lainnya.

Selama di lokasi ini, Anda bisa mengunjungi beberapa spot yang kaya akan nilai sejarah, misalanya Gua Jepang, Gua Belanda, atau bahkan bisa juga Curug Maribaya serta Penangkaran rusa, dan banyak lainnya.

Jika berkunjung di Tahura Djuanda, Anda tak sekadar berlibur dan menikmati indahnya alam, namun sejurus melakukan olahraga yang bisa dibilang olahrag tracking. Sebab, jalur atau jalan yang akan dilalui sedikit menanjak dan menantang.

Merujuk berbagai catatan digital, Tahura Djuanda merupakan kawasan konservasi yang terpadu antara alam sekunder dengan hutan tanaman dengan jenis Pinus (Pinus merkusil) yang terletak di Sub-Daerah Aliran Sungai Cikapundung dan DAS Citarum yang membentang mulai dari Curug Dago, Dago Pakar sampai Curug Maribaya, yang merupakan bagian dari kelompok hutan Gunung Pulosari.

Terletak di sebelah utara Kota Bandung, Tahura Djuanda, berjarak kurang lebih 7 km dari pusat kota. Secara administrasi berada di wilayah Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung dan sebagian masuk Desa Mekarwangi, Desa Cibodas, Desa Langensari, dan Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat serta Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

Tahura Djuanda sendiri memiliki 526,98 hektare.

Tahura Djuanda merupakan Taman terbesar yang pernah dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda dan mulanya merupakan hutan lindung dengan nama Hutan Lindung Pulosari dengan luas 590 hektare.

Perintisannya dimulai tahun 1912 bersamaan dengan pembangunan terowongan penyadapan air Sungai Cikapundung, sekarang dikenal sebagai Gua Belanda, yang peresmiannya dilakukan tahun 1922.

 

Tinggalkan Balasan