MATRANEWS.id — Status pidana penyalah guna yang diancam pidana maksimal 4 tahun penjara, bisa gugur dan berubah.
Menjadi tidak dituntut pidana sesuai ketentuan pasal 128/3, bila penyalah guna melakukan wajib lapor ke IPWL yaitu ke Rumah Sakit atau Lembaga Rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan perawatan.
Rumah Sakit atau Lembaga Rehabilitasi yang memerima laporan dari penyalah guna narkotika berkewajiban melakukan assesmen.
Ini untuk mengetahui riwayat pemakaiannya dan taraf kecanduaan dan rencara perawatannya dari penyalah guna narkotika tersebut.
Bila hasil assesmennya kondisi penyalah guna yang diassesmen tersebut dalam keadaan ketergantungan pada narkotika baik secara fisik maupun psikis.
BACA JUGA: BNN atau Polri Duluan Yang Ungkap Rekening Gendut Rp 120 Triliun, Temuan PPATK?
Ya, berdasarkan pasal 1 angka 13 dan pasal 54 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, maka penyalah guna tersebut tergolong sebagai pecandu dan wajib menjalani rehabilitasi.
Jika penyalah guna yang menjadi pecandu tersebut telah mendapatkan perawatan di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi.
Maka, rumah sakit atau lembaga rehabilitasi tersebut berkewajiban mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan bahwa “Penyalah guna dalam perawatan”.
Atas dasar surat keterangan tersebut maka status pidana penyalah guna gugur berubah menjadi tidak dituntut pidana (pasal 128/3).
Artinya?
Bila penyalah guna relapse selama perawatan maka penyalah guna diperlakukan sebagai pasien tidak lagi sebagai kriminal.
BACA JUGA: Penyidik, Penuntut dan Hakim Serta Tujuan Penanggulangan Masalah Narkotika
Itu sebabnya, betapa pentingnya eksistensi rumah sakit yang ditunjuk pemerintah sebagai IPWL tersebar di seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Agar dapat merawat penderita sakit adiksi narkotika, mengeluarkan surat keterangan yang dapat menggugurkan status pidana, serta memberikan pelayanan rehabilitasi atas keputusan atau penetapan hakim agar masarakat yang menderita adiksi mendapatkan penyembuhan/ pemulihan.
Permasalahannya!
Peraturan pelaksanaan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika baik PP 25 /2011 tentang wajib lapor pecandu dan Permenkes tentang pelaksanaan IPWL sampai hari ini “tidak berfungsi”.
Rumah sakit yang ditunjuk untuk melayani wajib lapor pecandu, kondisinya bagai hidup segan mati tak mau.
Akibatnya, praktis tidak tersedia layanan rehabilitasi di kabupaten/kota diseluruh Indonesia.
Permasalahan tersebut terjadi karena benturan dengan praktik penegakan hukum yang memenjarakan penyalah guna narkotika.
BACA JUGA: Apa Benar di Masa Covid 19 Prevalensi Penyalahgunaan Narkotika Naik?
Sehingga penegakan hukum terhadap penyalah guna menjadi hal yang menakutkan, khususnya bagi penyalah guna dan keluarganya.
Atas permasalahan tersebut, rehabilitasi pada rumah sakit yang telah ditunjuk sebagai pilot proyek di beberapa kota di Indonesia, akhirnya tidak berfungsi.
Hanya rumah sakit jiwa di propensi dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat di tingkat pusat saja yang melayani rehabilitasi.
Adalah Ironi, bila kabupten/kota diseluruh Indonesia tidak ada rumah sakit yang berfungsi melayani penderita sakit adiksi.
Padahal, Menteri Kesehatan berdasarkan UU no 3 tahun 2009 tentang narkotika adalah Menteri yang membidangi narkotika dan bertanggung jawab menjamin.
BACA JUGA: Memahami UU Narkotika Harus Utuh
Bahwa penyalah guna dalam proses penegakan hukum mendapatkan pengaturan upaya rehabilitasi (pasal 4d), menunjuk rumah sakit untuk melayani wajib lapor pecandu dan melayani rehabilitasi atas putusan atau penetapan hakim (pasal 103) ; dan
Melayani rehabilitasi atas perintah penyidik, penuntut umum dan hakim dalam rangka upaya paksa.
Yaitu penempatan penyalah guna ke rumah sakit atau lembaga rehabilitasi dimana masa menjalani rehabilitasi sebagai upaya paksa diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
Sistem Peradilan Rehabilitasi.
Dalam Sistem Peradilan Rehabilitasi yang dibuat Pemerintah dan DPR dalam UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Ini melibatkan Menteri Kesehatan dalam proses penegakan hukum terhadap kriminalisasi penyalah guna narkotika.
Yaitu sebagai pelaksana putusan hakim dan sebagai leading sector dalam membuat regulasi pelaksanan UU dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika.
Menteri kesehatan pula yang diberi mandat Peraturan Pemerintah no 25 tahun 2011, tentang wajib lapor pecandu.
Untuk berkoordinasi dengan penegak hukum (pasal 13) dalam rangka pelaksanaan hukuman rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika.
BACA JUGA: MA Harus Diingatkan Tentang Sangsi Bagi Penyalahguna
Sistem Peradilan Rehabilitasi adalah sistem peradilan yang bertujuan menjamin penyalah guna mendapatkan upaya rehabilitasi (pasal 4d).
Penyalah guna yang diancam secara pidana (pasal 127/1) berpotensi sebagai pecandu wajib menjalani rehabilitasi (pasal 54).
Hakim diwajibkan untuk melakukan serangkaian kewajiban berdasarkan pasal 127/2) diantaranya menggunakan kewenangan memutuskan atau menetapkan hukuman rehabilitasi (baca pasal 103); dan
Tempat menjalani rehabilitasi baik sebagai bentuk hukuman, upaya paksa maupun wajib lapor bagi penyalah guna dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk Menteri Kesehatan dan lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh BNN atas ijin Kemenkes (pasal 56).
Biaya rehabilitasi dalam Sistim Peradilan Rehabilitasi baik dalam upaya paksa oleh penegak hukum dan rehabilitasi.
BACA JUGA: Menkes Bertanggung Jawab Memberikan Layanan Rehabilitasi?
Atas putusan atau penetapan hakim menjadi tanggung jawab negara, dianggarkan oleh Kementrian Kesehatan dan BNN.
Besarnya anggaran rehabilitasi penyalah guna narkotika baik atas perintah UU melalui wajib lapor pecandu dan rehabilitasi atas perintah penyidik.
Penuntut umum dan hakim serta keputusan atau penetapan hakim, besarnya tergantung seberapa besar Kemenkes dan BNN mengusulkan dan disetujui oleh Bappenas dan Kemenku
Rehabilitasi penyalah guna narkotika dilakukan secara terintegrasi antara rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial karena penderita sakit adiksi narkotika, tidak saja secara fisik tetapi juga secara sosial.
Program Pemerintah P4GN.
Dalam rangka menyelenggarakan program pemerintah P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran gelap Narkotika).
BNN ditunjuk sebagai kordinator pelaksanaan program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Pemberantasan Peredaran Genap Narkotika (P4GN).
Dari nama program tersebut dapat diketahui bahwa penyalahgunaan ditanggulangi melalui pencegahan dan peredaran gelap narkotika ditanggulangi melalui pemberantasan.
Pencegahan dalam program P4GN berarti mendidik, mengupayakan agar masyarakat tidak menjadi “korban penyalahgunaan narkotika” karena dibujuk, dirayu, ditipu, diperdaya maupun dipaksa menggunakan narkotika (penjelasan 54); dan
Pencegahan dalam program juga berarti proses rehabilitasi secara medis dan sosial bagi penyalah guna narkotika agar sembuh/pulih dengan maksud supaya penyalah guna tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum.
BACA JUGA: Pemerintah dan DPR Harus Memastikan Penyalah Guna Direhabilitasi, Bukan Dipenjara
Sedangkan pemberantasan dalam rangka P4GN berarti, melakukan penegakan hukum dengan tujuan menghukum secara pidana dan melakukan penyidikan, penuntutan dan pengadilan.
Terhadap TPPU dengan tujuan melakukan perampasan aset pengedarnya, dilakukan dengan pembuktian terbalik di pengadilan serta memutus jaringan peredaran gelapnya
BNN sebagai koordinator pencegahan berfungsi menggerakan seluruh instansi untuk melakukan pencegahan agar masyarakat tidak mudah dibujuk, dirayu, diperdaya maupun dipaksa menggunakan narkotika.
Termasuk juga untuk mensosialisasikan program wajib lapor pecandu. Agar status pidana penyalah guna gugur sehingga masarakat berkesempatan merehabilitasi keluarganya secara mandiri tanpa kekawatiran ditangkap aparat.
Mendukung dan mendorong rumah sakit, lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk untuk melakukan layanan rehabilitasi.
BACA JUGA: Penyalah Guna Narkotika Dipenjara itu Tidak Rasional dan Tak Berdasarkan Ketentuan Yang Berlaku
Terhadap penyalah guna narkotika dalam proses penegakan hukum serta merehabilitasi penyalah guna atas putusan atau penetapan hakim.
Sebagai koordinator pemberantasan peredaran gelap narkotika BNN berfungsi menggerakan penegak hukum.
Agar melakukan penegakan hukum secara keras secara pidana terhadap pengedar, melakukan pemberantasan TPPU hasil kejahatan narkotika, melakukan perampasan aset pengedar dengan pembuktian terbalik di pengadilan (pasal 101/3) dan memutus jaringan bisnis narkotikanya.
BACA JUGA: Narkotika, Bisa Menghilang Seperti Covid 19
Saya menyarankan, Menteri Kesehatan dalam kapasitasnya sebagai Menteri yang membidangi masalah narkotika dan KA BNN sebagai koordinator program pemerintah P4GN.
Ayo, duduk bersama dengan penegak hukum untuk melakukan koordinasi.
Agar proses penegakan hukum terhadap penyalah guna dilakukan secara humanis dengan menggunakan Sistem Peradilan Rehabilitasi dan terhadap pengedar dilakukan penegakan hukum secara keras dengan menggunakan Sistem Peradilan Pidana.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.
Penulis adalah adalah Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Dr Anang Iskandar SH, MH merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia. Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.
#anang-iskandar
BACA JUGA: Majalah EKSEKUTIF edisi Maret 2022, klik ini