MATRANEWS.id — Sebuah Perayaan dan Konsolidasi: HUT Ismeth Wibowo dan Angkatan 78 FISIP UI
Dalam restoran di sudut Jakarta Selatan, suara tawa dan percakapan hangat menggema, menciptakan harmoni yang menandai pertemuan para tokoh dari Angkatan 78 FISIP Universitas Indonesia.
Sabtu itu, suasana terasa berbeda. Ada campuran nostalgia dan kewaspadaan yang menyelimuti, seolah-olah setiap orang merasakan beban sejarah yang menggantung di atas kepala mereka.
Hari itu bertepatan dengan ulang tahun seorang sahabat lama, Ismeth Wibowo.
Sosok yang tak hanya dikenal sebagai pengusaha motor listrik dengan pabrik megah di Kendal, Jawa Tengah, tetapi juga sebagai seorang visioner yang tak pernah berhenti merancang masa depan.
Usianya bertambah, tetapi semangatnya tetap menyala, bahkan semakin kuat seperti bara api yang tertiup angin.
Namun, perayaan ini bukan sekadar tentang bertambahnya angka di usia Ismeth.
Ini adalah momen untuk menyatukan kembali visi dan harapan para alumni yang dulu pernah bersama-sama mengarungi gelombang idealisme di kampus FISIP UI.
Di balik tawa dan canda, tersembunyi diskusi serius tentang dinamika politik yang tengah mengguncang negeri ini.
Asri Hadi, Ketua Forum Intelektual Studi untuk Indonesia (FIS-UI), memulai pembicaraan dengan nada penuh kewaspadaan.
“Kita berada di persimpangan yang genting. Krisis politik ini akan menguji ketahanan kita sebagai bangsa,” ujarnya.
Kata-katanya menggema di ruangan, seolah mengingatkan semua orang akan peristiwa unjuk rasa yang baru saja terjadi, yang mengguncang dasar-dasar konstitusi dan menggoyahkan keyakinan banyak pihak.
Para hadirin yang terdiri dari tokoh-tokoh penting seperti Refsal Nursal, Sukma Irawan, Jeje Jefyodia, dan Ahmed Kurnia, mendengarkan dengan seksama.
Mereka adalah sekumpulan pemikir, praktisi, dan profesional yang sudah malang melintang di dunia mereka masing-masing, namun kali ini dipertemukan oleh rasa tanggung jawab bersama untuk mencari jalan keluar dari situasi yang penuh ketidakpastian.
Dalam suasana yang penuh konsentrasi itu, Ismeth Wibowo kemudian mengambil alih panggung, menggeser diskusi menuju visi yang lebih positif.
Dengan tenang, ia memaparkan rencana bisnis yang sudah lama ia pikirkan. Dari pabrik di Kendal, Ismeth berencana merambah pasar internasional, menjalin kemitraan dengan perusahaan dari China, Korea Selatan, hingga Uzbekistan.
“Tashkent akan jadi pintu masuk produk dan komoditi Indonesia ke Asia Tengah,” katanya dengan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Diskusi terus bergulir, melintasi isu-isu politik hingga ke strategi bisnis, seolah menggambarkan betapa dinamisnya peran mereka dalam membentuk masa depan.
Ada rasa percaya diri yang tumbuh di antara mereka, bahwa apa pun yang terjadi, mereka siap menghadapi segala kemungkinan.
Seperti kata Asri Hadi, “Tampaknya memang dinamika politik penuh kejutan. Tapi forum ini sudah mengantisipasi sejumlah kemungkinan yang akan terjadi. Sepertinya akan banyak kejutan.”
Perayaan ulang tahun Ismeth hari itu bukan sekadar perayaan, melainkan juga sebuah simbol konsolidasi.
Di tengah gelombang perubahan yang terus bergulir, mereka berdiri teguh, merangkai kembali benang-benang persahabatan dan komitmen, mempersiapkan diri untuk masa depan yang tak terduga.
Sebuah perayaan yang lebih dari sekadar ulang tahun—sebuah langkah menuju masa depan yang penuh tantangan, namun juga penuh harapan.