Hukum  

Kekeliruan Fatal Menghilangkan “Penanggung Jawab” Dalam Revisi Standar Kompetensi Wartawan (SKW)*

Kekeliruan Fatal  Menghilangkan “Penanggung Jawab” Dalam Revisi Standar Kompetensi Wartawan (SKW)*

Dalam UU Pers, yang penting adalah adanya “*Penanggung Jawab*,” sehingga nama Penanggung Jawab harus dicantumkan.

MATRANEWS.id — Saya baru menerima buku revisi Standar Kompetensi Wartawan (SKW) yang dikeluarkan Dewan Pers, edisi November 2018.

Sebuah upaya untuk memperbaharui SKW yang sudah hampir 10 tahun.

Tentu, ini niatan yang bagus.

Kendati demikian, saya menemukan ada kesalahan “fatal” di edisi ini, bukan sekedar pemakian istilah tetapi juga pemahaman kandungan filosofis UU Pers yang baru (NO 40 Tanun 1999).

Dalam buku itu, masih dipakai istilah “*pemimpin redaksi*” atau *Pemred*.

Sebagaimana kita ketahui, dalam UU Pers sudah tidak dikenal atau dipakai lagi istilah “Pemimpin Redaksi.” Sebuah penerbitan atau badan hukum perusahaan pers tidak ada pemimpin redaksinya, sama sekali tidak masalah dan tidak melanggar UU Pers.

Ada Pemimpin redaksi juga boleh. Tidak ada pemimpin redaksi juga tidak masalah.

Posisi dan keberadaan pemimpin redaksi bukan lagi urusan UU Pers dan tidak mengikat kepada pihak ketiga. Ada atau tidaknya pemimpin redaksi, itu urusan internal perusahaan pers sendiri.

Dalam UU Pers, yang penting adalah adanya “*Penanggung Jawab*,” sehingga nama Penanggung Jawab harus dicantumkan.

Ini karena yang bertanggung jawab terhadap seluruh isi pemberitaaan adalah Penanggung Jawab itu, dan karena itu tidak lagi diberlakukan sistem “air terjun” atau waterfall system sebagaimana dianut oleh UU Pers lama.

Baca juga :  La Nyalla M Matalitti terpilih sebagai Ketua DPD RI Periode 2019-2024

Untuk UU Pers lama, memungkinkan dari *Pemimpim Umum* melilmpahkan kasus yang dihadapi perusahaan pers itu kepada *Pemimpim Perusahaan* untuk yang menyakut korporasi (usaha) dan ke *Pemimpin Redaksi* yang menyangkut pemberitaan.

Lalu pemimpin redaksi, dalam UU Pers yang lama, dapat melimpahkan kasusnya ke Wakil Pemimpin Redaksi dan seterusnya dilimpahkan ke bawah sampai kepada penulisnya seperti air terjun.

Sekarang, yang bertanggung jawab sepenuhnya ialah si *Penanggung Jawab*.

UU Pers sama sekali tidak menyebut pemimpin redaksi lagi.

Soal pemimpin redaksi urusan internal perusahaan pers, mau tetap dipakai atau tidak, enggak ada hubungannya dengan UU Pers.

Yang penting, menurut UU Pers, ada Penanggung Jawabnya.

Jika tidak ada pengumuman nama Penanggung Jawabnya, walaupun ada nama pemimpin redaksinya, tidak sesuai denga UU Pers, dan tetap dapat dikatagorikan melanggar UU Pers.

Makanya, beberapa penerbitan yang mempertahankan struktur pemimpin redaksi, selalu juga tetap mencantumkan penanggung jawabnya, biasanya dengan cara memakai “/“ (garis miring). Contoh Pemimpin redaksi/Penanggung Jawab.

Nah, lantaran sudah ada penanggung jawabnya, ya sudah sesuai dengan UU Pers. Misal majalah _Tempo_ atau harian _Kompas_.

Tetapi, dalam buku revisi Dewan Pers kali ini, tentang Standar Kompetensi Wartawan justru terjadi kesalahan fatal, yakni mengembalikan “rezim” pemimpin redaksi dan menanggalkan penangggung jawab sebagai amanat dari UU Pers (No 40 Tahun 1999).

Baca juga :  Prof Hikmahanto: Para Hakim Agung Diharapkan Terus Menggali Rasa Keadilan Yang Ada di Dalam Masyarakat

Sebuah kesalahan fatal, karena dapat menimbulkan kesan perumus tim revisi tidak memahami jiwa UU Pers yang baru, yang justru dijadikan dasar revisi pembuatan dan penyelenggaraan SKW.

Jadi, ada baiknya, ke depan, sebelum ditetapkan secara resmi, walaupun sudah melibatkan tim, disosialisasikan dulu ke publik lebih luas, sehingga dapat terhindar dari kesalahan fatal seperti sekarang ini.

baca juga: majalah MATRA terbaru (cetak/print) klik ini

Tinggalkan Balasan