Budaya  

Catatan FB Hartanto Bali Tentang Angga Wijaya, Georg Trakl dan Ekspresionisme

Catatan FB Hartanto Bali Tentang Angga Wijaya, Georg Trakl dan Ekspresionisme

MATRANEWS.id — ANGGA WIJAYA,  GEORG TRAKL DAN EKSPRESIONISME

Saya mengenal Angga belum lama.  Pertama kali kenal namanya, saat peluncuran bukunya di Rumah Berdaya Jl. Hayamwuruk (sebelah Bali Bakery).

Setelah itu, sesekali ketemu di beberapa tempat ngopi. Termasuk di Kubu Kopi milik Rofiqi.

Angga kelahiran Negara kabupaten Jembrana 14 Pebruari 1984 adalah pribadi yang asik diajak ngobrol.

Kesan saya, pria yang bernama lengkap I Ketut Angga Wijaya ini normal-normal aja. Tak ada kesan kalau Angga penyintas Skizofrenia. Artinya, kesan saya, Angga sudah sembuh total.

Membaca puisi-puisi Angga, juga menarik. Ekspresi kegelisahan nya tertata rapi dan cukup kuat kecenderungan sastra psikologisme.

Karya-karya nya, mengingatkan saya pada karya-karya Georg Trakl. Trakl (1887-1914) adalah penyair kelahiran Salzburg – Austria yang dianggap penting sebagai sastrawan ‘ekspresionisme’ di Jerman. Ia juga seorang farmakolog.

‘Ekspresionisme’ bukan hanya sekadar aliran sastra, tetapi juga merupakan gerakan seni yang meliputi seni lukis, musik, dan teater.

Semua bentuk seni ini berbagi semangat yang sama dalam mengekspresikan emosi dan pengalaman manusia yang intens dan kadang tak terkendali seirama dengan ekspresi sang seniman.

Tentang Karya-karya Trakl, sering kali mencerminkan suasana kehampaan. Puisi-puisinya acap berfokus pada tema-tema, penderitaan, dan perjuangan ‘eksistensial’.

Ia menggunakan bahasa yang indah dan gambaran-gambaran yang kuat untuk menyampaikan pengalaman manusia yang ‘teralienasi’. Apakah mungkin semasa hidupnya Trakl ‘teralienasi’? saya mengatakan ya.

Semula, karya-karya Trakl tidak mendapatkan pengakuan yang signifikan. Setelah kematiannya, para pengamat mulai memahami karya-karyanya.

Ia mulai dihargai dalam kontribusinya yang  berharga terhadap sastra Jerman. Puisi-puisinya menunjukkan kepekaan yang mendalam terhadap ketidakpastian dan penderitaan manusia, serta kemampuan untuk menyampaikan emosi yang kuat melalui kata-kata.

Lantas mengapa saya memposisikan puisi-puisi Angga ke genre Sastra ‘ekspresionisme’ ?

Sebab, aliran sastra yang muncul pada awal abad ke-20 itu merupakan ekspresi emosi, perasaan, dan pengalaman pribadi secara intens dan sering kali melampaui batas-batas konvensional.

Baca juga :  Pj Bupati Bangkalan Arief M Edie Bersama Forkompida Menyatu Dengan Kaum Nasrani di Kabupaten Bangkalan

Demikian pula yang saya pahami manakala membaca karya-karya Angga. Tentu, ini adalah penilaian subyektif saya – dan masih terbuka ruang untuk didiskusikan.

Dalam sastra ‘ekspresionisme’, penulis mengekspresikan kegelisahan, kecemasan, dan konflik internal dengan cara yang ekspresif dan melalui penggunaan bahasa yang saya anggap unik.

Mereka cenderung melukiskan kehidupan dengan gambaran sesuai persepsi individu, memakai ‘metafora’ yang kuat, dan menggambarkan dunia dalam ketidakpastian, dan lain sebagainya.

Tokoh-tokoh sastra ekspresionis seperti Georg Trakl, August Stramm, Georg Heym, dan Gottfried Benn  sering kali menggunakan kata-kata yang ‘terdistorsi’, ‘frasa’ yang mengguncang, dan gaya tulisan yang melampaui aturan tata bahasa dan ‘struktur tradisional’.

Mereka berusaha untuk menggambarkan pengalaman manusia secara subjektif, dengan membebaskan diri dari batasan-batasan ‘konvensional’ dalam penulisan.

Dalam sastra ‘ekspresionisme’, emosi dan perasaan menjadi pusat dari tulisan, sementara struktur dan plot menjadi sekunder.

Hal ini memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi dan menyampaikan perasaan, dan keterasingan manusia dengan cara yang lebih bebas dan puitis. Penyairnya tidak membangun ‘impresi’, ia hanya mengekspresikan luapan pikiran dan hatinya.

Mari kita simak kedekatan puisi Angga dan Tralk. Pada Puisi Angga yang bertajuk “Jatayu”, bisa kita rasakan rasa kehilangan yang dalam, dan kekecewaan pada gangguan kesehatannya.

Duka dan perasaan teralienasi melingkupinya. Saya anggap puisi ini ekspresif dalam mengungkapkan perasaan duka Angga.

…//Kabar mengejutkan itu datang;//kau meninggal. Kawan satu sal//tempat kau dirawat memukulimu.//Aku sangat terpukul, tak bisa//berbuat banyak.

//Kematianmu menghiasi surat kabar.//Kami begitu pengecut menganggap//itu adalah takdir. Aku lemah;//skizofrenia begitu kejam merajam//kita yang terbuang.

(dari buku antologi; Tidur di Hari Minggu)

Rasa perih dan sedih juga bisa kita rasakan pada puisi ‘Grodek’ karya Trakl di bawah ini.  ‘Grodek’ adalah Nama kota di Polandia tempat terjadi pertempuran antara Austria dengan Rusia pada tahun 1941.

Baca juga :  Acara Temu Lawas V Fotografer Lintas Generasi

Trakl sempat sebagai juru rawat di ajang pertempuran itu. Ia, sempat menyaksikan penderitaan para korban perang. Simak persamaan ekspresi duka derita Trakl dan Angga.

…//Di bawah kencana reranting malam dan gemintang,//Bayang adik perempuan melenggang lintasi bisu hutan//Bertakzim pada ruh pahlawan, pada kepala berdarah mereka;//Dan gelap serunai musim gugur mengalun lirih di alang-alang.//O duka yang kian jumawa! Wahai, altar-altar kebesian.//Nyala panas sang ruh, anak-cucu yang tak lahir,//Berkobar oleh nestapa.

(Dari buku antologi puisi karya Georg Trakl: “Mimpi dan Kelam Jiwa”

Terjemahan Indonesia oleh: Agus R. Sarjono dan Berthold Damshäuser)

Ekspresi tentang harapan pada keadaan yang baik dan membahagiakan juga bisa kita rasakan persamaan antara Angga dan Trakl.

Jadi keduanya tidak hanya bergulat dengan kemurungan semata. Sebagai pribadi/intelektual, ada harapan juga pada indahnya kehidupan. Simak puisi mereka

//O, malam yang mencekam dan kelabu,//Bisakah kau angkat kegelapan ini?//Hantui aku dengan mimpi yang indah,//Hingga mentari kembali menyinari dunia. (Senja Kelabu karya Georg Trakl)

Simak juga puisi Angga di bawah ini ;

..//Cuaca begitu mudah berubah, semoga tak begitu//dengan cinta. Kuingin cinta hadir selamanya. Mengisi.//hari-hari kita, menuhi seluruh pori. Ini bukan//dongeng sesaat, bukan persinggahan

//Kau lihat, langit begitu cerah , seperti hati kita , bersinar terang. //Tempat cinta bertahta, karunia tak terkira dariNya. (Rendezvous 5, karya Angga Wijaya)

Begitulah penilaian saya pada puisi-puisi Angga yang saya anggap cukup dekat dengan puisi-puisi Trakl. Seperti sudah saya singgung di atas, ‘ekspresionisme’ juga menjadi penggayaan bidang seni yang lain, seperti seni rupa, seni music, teater, seni disain grafis, dan lain sebagainya.

Baca juga :  Agnez Mo Nikah, Benarkah?

Pada musik, khususnya tentang ‘Orkestra ekspresionis’,  mengacu pada jenis orkestra yang terkait dengan gerakan seni ekspresionis pada awal abad ke-20.

Ini adalah bentuk orkestra yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh sejumlah komposer pada masa itu, terutama di Jerman.

‘Orkestra ekspresionis’ berusaha untuk merefleksikan dan mengungkapkan perasaan dan pengalaman manusia yang mendalam melalui musik.

Mereka menggunakan teknik komposisi yang ‘inovatif dan eksperimental’, sering kali melanggar aturan ‘harmoni’ dan struktur tradisional dalam musik klasik.

Komposer-komposer seperti Arnold Schoenberg, Alban Berg, dan Anton Webern adalah tokoh-tokoh terkemuka dalam gerakan orkestra ekspresionis.

Mereka mengembangkan teknik komposisi baru, seperti ‘atonalitas’ dan ‘serialisme’, yang melibatkan pengaturan ‘tonalitas’ yang non-tradisional dan penggunaan serangkaian nada yang disusun secara matematis. Musiknya bisa kita simak pada link : https://www.youtube.com/watch?v=5h5Xc-rUef4

Musik dari ‘orkestra ekspresionis’ sering kali mencerminkan suasana yang intens, gelap, dan emosional. Mereka menggunakan dinamika yang ekstrem, ketegangan harmonis, dan perubahan mendadak dalam struktur musik untuk menciptakan efek dramatis yang kuat.

Musik ini sering kali mengeksplorasi tema-tema seperti penderitaan manusia, konflik emosional, dan ketidakstabilan psikologis.

Gerakan ‘orkestra ekspresionis’, seperti halnya ‘sastra ekspresionis’, berlangsung dalam periode yang relatif singkat. Namun, warisannya terus dikenang dan pengaruhnya dapat ditemukan dalam perkembangan musik orkestra modern.

Musik ‘orkestra ekspresionis’ telah memberikan kontribusi penting terhadap eksplorasi dan ekspresi emosi manusia melalui medium musik.

Karena keterbatasan ruang, saya tak mengetengahkan soal senirupa ‘ekspresionisme’. Pada kesempatan yang lain, bisa kita bincangkan tentang senirupa ‘ekspresionisme’.

Jika ingin tahu lebih jauh tentang seni ‘ekspresionisme’, bisa diakses melalui link :  https://en.wikipedia.org/wiki/Expressionism. Terima kasih.

(Gde Hariwangsa)

BACA  JUGA:  https://www.hariankami.com/pembaca-kami/2369064144/angga-wijaya-georg-trakl-dan-ekspresionisme-dalam-catatan-hartanto-bali

Tinggalkan Balasan