MATRANEWS.id — Setelah Soeharto jatuh, yang dikhawatirkan oleh TNI adalah dinamika politik yang dipicu oleh mahasiswa pro demokrasi bisa menggiring Umat Islam masuk dalam arena.
Ini bisa menimbulkan chaos. Maklum dendam umat Islam kepada Soeharto itu beralasan sekali.
Tragedi Tanjung Priok yang menelan korban ulama dan rakyat tidak sedikit. Belum lagi kasus lainnya. Itu tidak mudah hilang dari ingatan. Itu bisa tersulut menjadi api besar bila tidak segera diantisipasi.
Tahun 1998 bulan Agustus atau 4 bulan setelah Soeharto lengser, FPI didirikan.
Riset yang dilakukan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) dalam buku “Premanisme Politik” (2000) mengungkapkan pembentukan FPI tak dapat dilepaskan dari tiga peristiwa: Kerusuhan Ketapang, Sidang Istimewa MPR, dan pembentukan organ paramiliter Pengamanan (Pam) Swakarsa.
Ketiga peristiwa ini merupakan lanjutan gelombang demonstrasi Reformasi 1998 yang bergulir sejak Mei 1998.
Kerusuhan Ketapang (November 1998) adalah pertikaian antara Etnis Ambon ( Kristen ) dan Betawi (Islam).
Bayangkan, kalau kerusuhan terjadi di ibukota itu dampaknya luas sekali dan akan menyulut bentrokan horizontal berskala nasional dan meluas menjadi kerusuhan agama. NKRI bisa bubar.
Nah, saat itu TNI menggunakan FPI untuk menjadi pendamai. Berhasil tanpa korban jiwa banyak dan tanpa bedil TNI meletus.
Karena itu nama Rizieq Shihab menjadi fenomenal. Dia memang punya kharisma di hadapan muslim Betawi. Saat itulah dia dianggap aset bagi TNI.
Menjelang Sidang Istimewa 10-13 November 1998 yang melantik B.J Habibie sebagai presiden; lagi lagi TNI gunakan FPI agar massa umat Islam lainnya tidak masuk arena yang bisa memanaskan politik. Tahun 1999 Sidang Umum MPR, FPI juga dimanfaatkan oleh TNI.
Dalam rangka membendung demonstrasi mahasiswa yang menolak RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya, FPI juga dimanfaatkan.
Saat itu, FPI masih bernaung dalam Pam Swakarsa, sebuah organ paramiliter yang dibentuk militer untuk membendung aksi demonstrasi mahasiswa.
Bukan rahasia umum bila FPI dinilai dekat dengan orang-orang di sekitar Soeharto, khususnya Prabowo Subianto.
Setelah Prabowo diberhentikan dari TNI terkait penculikan aktivis, FPI mengalihkan dukungannya kepada Jenderal Wiranto.
Dukungan FPI terhadap Wiranto terlihat dalam aksi ratusan milisi FPI ketika menyatroni kantor Komnas HAM untuk memprotes pemeriksaan terhadap Jenderal Wiranto dalam kasus Mei 1998.
Yang jadi masalah adalah FPI punya agenda menjadikan Habibie terpilih lagi dalam pemilu 1999. Namun Golkar kalah. PDIP menang.
Lebih kecewa lagi ketika itu Golkar dikuasai oleh HMI menolak pertanggungan jawab Habibie sehingga peluang bertarung dalam sidang umum MPR gagal. Yang terpilih adalah Gus Dur. Kembali TNI manfaatkan FPI di era Gus Dur.
Tahun 2004 FPI ada digaris depan mendukung Wiranto sebagai Capres Golkar dan mendiskriditkan SBY dalam konvensi Golkar. SBY keluar dari Golkar dan buat partai Demoktrat. Pemilu 2004 SBY menang. Wiranto kalah.
Setelah itu bisa ditebak. FPI oposan terhadap SBY.
Selama era SBY, Wiranto dan keluarga cendana serta Prabowo dekat sekali dengan FPI. Itu dihadapi SBY dengan mendukung gerakan Islam tandingan seperti HTI, Majelis Rasulullah dan FUI.
Th 2014 FPI ada di kubu Prabowo berhadapan dengan Jokowi. Prabowo kalah. Jokowi menang. Wiranto masuk dalam kabinet Jokowi. Tentu FPI kecewa walau terpaksa harus menerima.
Tahun 2016, FPI menjadi motor menjatuhkan Ahok dengan target akhir menjatuhkan Jokowi.
Setelah Aksi 411 dan kemudian 212, pamor Wiranto semakin menurun. FPI pun ikut kena imbas. Namun hubungan dengan Prabowo semakin mesra, begitu juga dengan keluarga Soeharto.
Tahun 2017 MRS terpaksa menjauh dari arena politik. Dia piknik umroh 3 tahun di Makkah. Namun tidak mengurangi dukungannya kepada Prabowo.
Pemilu 2019, FPI ada di belakang Prabowo. Berharap Prabowo menang. Ternyata kalah. Dan lebih menyedihkan lagi adalah Prabowo justru bergabung dengan Jokowi dalam kabinet.
Selama di Makkah, ada yang tidak disadari oleh MRS yaitu, Jokowi berhasil melakukan konsolidasi TNI agar TNI focus menjadi prajurit profesional. FPI engga lagi jadi asset bagi TNI.
Mengapa?
Karena engga lagi jadi good boy TNI. Apalagi FPI sudah masuk dalam putaran politik kanan. Ya, hukum alam berlaku. Kau (TNI) yang memulai, kau (TNI) yang mengakhiri (FPI).