MATRANEWS.id — Akhirnya, tim juri memutuskan foto yang diterbitkan Harian Kompas 24 September 2018 (Kampanye Damai Jadi Pendidikan Politik) karya Dimitrius Wisnu Widiantoro dan Karikatur yang diterbitkan Harian Jawa Pos 25 Oktober 2018 (Hantu Pilpres 2019) karya Wahyu Kokkang diputuskan meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2018.
Rilis ini diterima Majalah MATRA, setelah sebelumnya pengumuman itu ditetapkan pada Rabu, 9 Januari 2019 di Kantor PWI Pusat, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Sebagaimana diketahui, setiap tahun, dalam rangka menyambut Hari Pers Nasional (HPN), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) memberikan Anugerah Jurnalistik Adinegoro.
Anugerah Adinegoro untuk mengapresiasi karya jurnalistik kategori berita dalam foto dan karikatur, liputan berkedalaman (indepth reporting) di media cetak, serta features di radio, televisi, dan siber.
Ada dua dari enam kategori Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2018, yang telah ditetapkan pemenangnya, Kategori Jurnalistik Foto dan Kategori Jurnalistik Karikatur.
Tiap kategori hanya memunculkan satu (1) pemenang dengan hadiah sebesar Rp50 juta, trofi, dan piagam. Hadiah akan diserahkan pada acara puncak Hari Pers Nasional 2019, tanggal 9 Februari 2019 di Surabaya, Jawa Timur.
Pemenang Kategori Jurnalistik Foto
Sesuai tema “Masyarakat Pers Mengawal Pemilu yang Demokrat dan Bermartabat”, foto jurnalistik berjudul “Kampanye Damai Jadi Pendidikan Politik” karya Dimitrius Wisnu Widiantoro di Harian Kompas pada 24 September 2018 menggambarkan dua kandidat presiden sedang menerbangkan merpati.
Para juri yang terdiri dari Enny Nuraheni (Ketua Dewan Juri), Tagor Siagian, dan Melly Riana Sari sepakat bahwa foto-foto peserta Anugerah Jurnalistik Adinegoro kali ini lebih berkualitas dalam teknik, human interest, objektif, dan tepat sasaran.
Khususnya sang pemenang menurut tim juri, karya itu melepas kungkung kreativitas berkarya, mampu menghadirkan tema yang objektif, dengan sentuhan human interest-nya.
“Mengompilasi lingkungan objek yang bergerak dan situasi ketika pemotretan dimana dua kandidat hadir hingga pesannya sampai terbaca,” jelas Enny Nuraheni, yang pernah menjadi pewarta foto di istana kepresidenan.
Senada dengan Enny, menurut Tagor Siagian, foto karya Wisnu Widi tersebut berhasil membawa semua pihak yang melihatnya serasa hadir di sana.
Dengan tahu persis agenda dan kelengkapan acara, sehingga sudut pengambilan foto dari dia berdiri itu, posisinya benar dan mengcover semuanya.
“Ini profesional yang lengkap. Netral, objektif, dan mampu menghadirkan komposisi ‘damai’ itu dengan sasaran bidik kamera yang tepat sehingga menghasilkan foto yang bagus berkualitas,” ujar Tagor, pewarta foto senior yang banyak memotret dunia olahraga, khususnya paralayang ini.
Melly Riana Sari, fotografer dan dosen fotografi, memaparkan secara teknis memotret, pemenang Kategori Jurnalistik Foto bertajuk “Kampanye Damai Jadi Pendidikan Politik” ini, terlihat sekali mampu menangkap ‘’Burung Merpati’’ lambang damai itu dengan lensa kamera.
“Persisnya secara teknis, si pemotret dari Kompas ini tahu semua hal yang akan dipublikasikannya sebagai karya teknik foto berkonsep dan bertematik.
Jelasnya, si pemotret tahu lapangan, berkonsep dan tahu persis agenda yang digelar sesuai tema yang diusung kegiatan itu dan dia bidik dengan tepat visualisasinya secara teknik dengan tepat,” papar Melly Riana Sari.
Pemenang Kategori Jurnalistik Karikatur
Tentang karya Wahyu Kokkang di Harian Jawa Pos 25 Oktober 2018 bertajuk “Hantu Pilpres 2019″ yang berhasil meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2018, inilah komentar para juri Kategori Jurnalistik Karikatur, Dolorosa Sinaga (Ketua Dewan Juri), Agus Dermawan T, dan Gatot Eko Cahyono.
Menurut Dolorosa Sinaga, Dosen Institut Kesenian Jakarta dan Ketua Juri Anugerah Jurnalistik Adinegoro Kategori Jurnalistik Karikatur ini, karya Wahyu Kokkang merupakan sajian karikatur bertema dan mampu mengekspresikan kekinian.
Hal-hal yang terjadi di republik ini, itu yang digambarkan, yakni ancaman ‘hoaks’. Menyentuh tema, mengingatkan, mengedukasi masyarakat tentang situasi dan kondisi yang sudah meresahkan.
“Menghantui, mengancam dan mencerdaskan khalayak bahwa ancaman ‘hoaks’ tidak main-main. Perlu diwaspadai, bukan diabaikan, karena ada kondisi ini yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Dolorosa penuh semangat.
Sementara Agus Darmawan T mengaku bangga dengan semua karya yang masuk karena sangat ekpresif kondisi sikon bangsa ini.
Masih menurut Agus, inilah Editorial Karikatur yang potensial sejak tahun 1950 di era Soekarno dan harus dilegitimasi. Selain itu secara terus-menerus disosialisasikan dengan profesional yang didasari akar kebudayaan yang kuat di negeri ini.
Hasil karya para kartunis hebat, kuat, dan mengawal sekali agenda demokrasi kita ke depan.
“Kompetisi ini berhasil karena konten yang diungkap para kartunis aktual, bertematik, edukasinya kental dan sekaligus menjadi media pengingat ancaman ‘hoaks’ yang bisa memicu bahaya ke depan,” urai Agus Dermawan.
Dalam konteks ini pula, Agus mengusulkan adanya pendirian Lembaga Karikatur Indonesia yang bisa dipikirkan dan direalisasikan PWI ke depan.
Gatot Eko Cahyono, juri lain yang juga kartunis, mengaminkan usulan Agus Dermawan tersebut dan berharap lembaga atau institusi karikatur itu bisa jadi di bawah bidang Pendidikan kepengurusan PWI demi melegitimasi pelatihan-pelatihan editorial karikatur yang juga tergerus kemajuan teknologi hingga terpinggirkan tampilannya di media.
#ks
baca juga: majalah MATRA edisi terbaru — cetak/print — klik ini