Hardi Peneliti Public Watch Integrity Memberi Solusi Kelangkaan Minyak Goreng Sawit

Hardi Peneliti Public Watch Integrity Memberi Solusi Kelangkaan Minyak Goreng Sawit

Bagi yang belum melihat videonya, silahkan klik ini

MATRANEWS.id — Minyak Goreng Masih Langka dan Mahal.

Ada aturan dari Kementerian Perdagangan sebesar Rp11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp13.500 per liter untuk kemasan sederhana dan Rp14.000 liter untuk kemasan premium.

Program minyak murah pemerintah justru menimbulkan masalah baru, yakni kelangkaan. Permasalahan kelangkaan minyak goreng terletak pada kebijakan subsidi yang melalui perusahaan minyak goreng.

Di berbagai daerah, masyarakat justru mengeluh kesusahan mendapatkan minyak goreng.

Di ritel modern misalnya, rak-rak yang biasanya jadi etalase produk minyak goreng, lebih sering terlihat kosong. Pedagang pasar tradisional maupun warung-warung juga mengaku tak menjual minyak goreng murah sesuai program pemerintah. Kalaupun ada stok minyak goreng, itu pun masih dibanderol dengan harga mahal.

Public Watch Integrity (PWI) mengamati, masyarakat Indonesia terbiasa konsumsi minyak goreng sawit. Apa yang terjadi?

BACA JUGA: Pajak Karbon Klik ini

“Hilangnya produk minyak goreng dari pasaran, tak semata adanya pihak-pihak yang memborong atau membeli dalam jumlah besar,” ujar Hardi, peneliti dari Public Watch Integrity (PWI).

Hardi mengutip temuan KPPU yang menyebut struktur, perilaku dan kinerja dari industri industri minyak goreng di Indonesia cenderung mengarah ke oligopoli atau sedikit pelaku usahanya.

Hasil penelitian yang dilakukan KPPU, bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar 46,5 persen di industri minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng.

Akan tetapi, Hardi memberi gambaran, pelaku usaha besar dalam industri minyak goreng juga terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga menjadi produsen minyak goreng.

Hal itu terjadi karena sebagai negara produsen kelapa sawit besar, Indonesia meluncurkan B30 alias biodiesel yang merupakan salah satu jenis bahan bakar nabati untuk kendaraan. Langkah itu yang membuat harga kelapa sawit yang jadi bahan baku minyak goreng melompat liar di dunia.

Baca juga :  Mujizat Nyata Saat Kejadian Bom Gereja Katedral Makassar

BACA JUGA: Jangan Sampai Pemaksaan BPJS Menjadi Alat Tampar ke Presiden

Indonesia sebagai penghasil kelapa sawit terbesar dunia kita bikin namanya B30. Produk kelapa sawit menjadi ekspor terbesar kedua bagi Indonesia setelah batu bara, karena harga naik maka petani sawit ikut mendapatkan keuntungan. Di sisi lain, dengan B30 Indonesia punya alternatif energi.

Ada yang penting untuk jadi policy public, Hardi mengingatkan, yaitu membuat biodiesel atau bioindustri jangan bahan baku pangan. Karena jika berkembang, akan menyedot bahan baku pangan menjadi berkurang, seperti sawit sekarang.

Catatan tengahnya, PWI menegaskan, “Bahan baku untuk bioindustri itu bukan dari bahan baku pangan. Pemerintah harus koreksi atau tinjau aturan. Bio energi tidak boleh dari bahan baku pangan.”

Saat ada aturan,  pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan aturan harga eceran tertinggi (HET). Yang kasihan adalah, pihak retailer dengan minyak goreng dari stok yang lama.

Mereka tidak sanggup apabila stok minyak goreng yang sudah ada dijual dengan HET yang terbaru. Sementara kalau misalkan mereka ketahuan menjual stok lama dengan harga tinggi, mereka akan kena sanksi dari kepatuhan HET. Ini kan membingungkan.

Akibatnya, setelah beberapa bulan harganya meroket tajam, belakangan justru minyak goreng sangat sulit ditemukan. Masyarakat berburu minyak goreng baik di minimarket, pasar swalayan, toko-toko ritel, maupun pasar modern lainnya. Namun minyak goreng masih langka.

Temuan menarik, pemilik perkebunan sawit-pabrik minyak goreng, pabrik mie instant, malah memakai minyak subsidi, untuk industri sendiri. Ini akibat, subsidi diberikan langsung pada produsen minyak goreng.

Baca juga :  Terawan Agus Putranto: Gerakan Masyarakat Sehat, Supaya Imunitas Meningkat

Hardi memberi solusi, selain sangsi bagi yang memendam, menimbun, tak menyalurkan. Bisa juga subsidi, dilakukan lewat Bulog Kebijakan yang bersifat sementara dan melibatkan kepentingan nasional, imbuhnya akan lebih baik jika disalurkan menggunakan agen pemerintah.

BACA JUGA: Korupsi Di Bawah 50 Juta Tak Dihukum, Kontroversi

“Kita perlu edukasi juga, mengedukasi alternatif pengganti minyak goreng sawit,” ujar Hardi, mengutip manfaat minyak lain yang bisa kita manfaatkan saat ini. Namun, saran PWI, edukasi masyarakat sebaiknya menggunakan minyak kelapa atau minyak yang ada di Indonesia.

Karena sebagai catatan, ada minyak zaitun. Bagaimana memasak dengan minyak zaitun, minyak yang didapat dari ekstrasi buah zaitun. Jenis minyak zaitun atau olive oil yang biasa digunakan untuk memasak adalah olive oil biasa dan extra virgin olive oil.

Minyak zaitun memiliki titik asap relatif lebih rendah dibandingkan minyak yang lain. Sehingga, sebaiknya digunakan saat memasak dengan api kecil dan sedang. Untuk extra virgin oilve oil juga sebaiknya dipakai hanya untuk dressing salad.

Bisa juga memakai minyak wijen. Minyak wijen kerap kali dipakai dalam masakan ala China karena memiliki rasa yang kuat. Adapun titik asap yang tinggi pada minyak wijen bisa dipakai untuk resep masakan dengan panas yang tinggi.

BACA JUGA: Prestasi Penyidik, Ungkap Rekening Jumbo Temuan PPATK

Bisa dengan minyak biji anggur. Minyak biji anggur dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Jika dibandingkan dengan minyak kelapa, minyak biji anggur justru ringan dan mudha larut.

Minyak Kelapa Minyak kelapa dapat digunakan untuk memasak makanan dengan suhu hangat hingga tinggi karena ia stabil pada panas tinggi. Minyak kelapa juga tak akan panas saat suhu tinggi.

Baca juga :  Indonesia Berprestasi di Festival Olahraga Internasional Asia-Pacific Masters Game Jeonbuk Korea

Selain itu minyak kelapa juga harum untuk dipakai sebagai bahan membuat kue. Minyak kelapa terdiri dari 92 persen lemak jenuh dan tahan terhadap oksidasi sehingga membuatnya menjadi minyak goreng yang stabil.

Namun juga minyak kelapa sebaiknya dipakai untuk menggoreng dangkal karena titik asapnya yang rendah.

BACA JUGA:  Korelasi Jual Beli Properti Dengan Kepesertaan BPJS Kesehatan Jadi Pertanyaan Besar, Korupsinya Juga

Ada juga minyak alpukat Minyak alpukat juga bisa dipakai untuk menggoreng dangkal. Hal ini karena minyak alpukat mengandung cukup tinggi lemak tak jenuh tunggal sehingga cukup stabil saat dipanaskan.

Minyak alpukat merupakan minyak yang didapatkan dari buah alpukat namun tak mengalami pemurnian. Meski demikian penggunaan minyak alpukat sebagai minyak goreng direkomendasikan untuk diapakai sebagai minyak tumisan.

Kemudian minyak bunga matahari Minyak ini berasal dari bunga matahari yang kemudian diproses. Adapun minyak dari bunga matahari ini memiliki titik asap tinggi dan tak memiliki rasa yang kuat sehingga cocok untuk menggoreng makanan.

Namun minyak bunga matahari mengandung omega-6 yang tinggi, Mengonsumsi terlalu banyak asam lemak omega-6 bisa menyebabkan peradangan tubuh.

Sehingga sebaiknya menggunakan minyak bunga matahari dipakai dalam jumlah sedang.

Untuk Minyak kanola, yang merupakan minyak yang bersumber dari tanaman kanola. Minyak ini adalah minyak lain dengan titik asap tinggi sehingga cocok untuk menggoreng ringan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minyak canola bisa meningkatkan sensitivitas insulin dan membantu mengurangi kadar kolesterol dibanding sumber lemak lain.

BACA JUGA: Majalah MATRA edisi Februari 2022, klik ini

Tinggalkan Balasan