Hari-hari ini banyak orang kehilangan integritasnya. Sudah menjadi pejabat, kemudian korupsi. Setelah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru seakan tersadar, bahwa tindakannya tidak berintegritas.
Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan.
Definisi lain dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Ucapan dan tindakan adalah sama, tidak lain di mulut, lain pula di hati.
Suatu kali, saya pernah ngobrol panjang dengan petinggi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengatakan, “Uniknya, para pejabat itu lebih takut kepada institusi yang memberi tagline: jujur itu hebat. Dibanding pejabat itu takut akan Tuhan.”
Nah! Tanpa menghakimi, situasi belakangan soal gonjang ganjing partai dikaitkan dengan integritas. Ada suatu kali, coach di JRP juga menulis dengan nada satire.
“Dunia membenci orang yang jujur; tetapi dunia tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa dunia tetap membutuhkan orang yang jujur.”
Kejujuran dan integritas.
Integritas menjadi sebuah kata yang sering didengungkan di era reformasi saat ini. Akan tetapi tidak banyak orang yang menyadari makna sesungguhnya dari integritas tersebut.
Terlihat dari masih rendahnya nilai kejujuran dan keterbukaan dalam setiap tindakan kebanyakan orang.
Padahal, saat kita teliti lebih lanjut, integritas dan kejujuran merupakan kunci penting yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin menjadi pemimpin. Bahkan, di saat sudah menjadi pemimpin baik di dalam sebuah organisasi ataupun institusi tertentu.
Jika kita lihat lebih dalam tentang makna “integritas”, secara mudah dapat kita definisikan dalam frase berikut: “Saya adalah teladan dari apa yang saya sampaikan.”
Coach JRP itu menyebut seorang guru yang mengajarkan moral juga akan menjadikan dirinya teladan secara moral kepada murid-muridnya.
Maka, seorang pemimpin yang membuat sebuah ketetapan atau peraturan juga menjadikan dirinya teladan secara ketetapan atau peraturan yang berlaku, seorang pelaku bisnis yang mengajarkan keuletan dalam berbisnis juga akan menjadikan dirinya teladan dalam keuletan, dan seterusnya.
Perjalanan untuk memupuk nilai integritas dalam kehidupan kita bukanlah perjalanan yang mudah.
Catatan Pinggirnya.
Saat kita melihat sosok-sosok yang berintegritas dihadapkan pada pilihan-pilihan yang tampak menggiurkan, tetapi yang justru membawa kita kehilangan integritas.
Mungkin puisi karya Robert Frost bertajuk “The Road Not Taken” akan menggambarkan keadaan ini, di mana kita seringkali mendapati diri kita berada di persimpangan jalan.
Sosok atau figur yang memilih jalan tepat, seringkali jalan tersebut adalah jalan yang justru jarang dilewati oleh orang (the path less traveled). Dan justru di situlah integritas kita akan tampil.
Contohnya, di saat ada godaan untuk melakukan hal-hal yang di luar kepentingan pekerjaan pada saat kita masih di jam kerja, orang yang berintegritas tinggi akan memilih untuk tidak membukanya.
Untuk menjadi seorang yang berintegritas, kita harus memiliki tiga jenis kejujuran dalam kehidupan kita. Seperti tulisan ini, adalah tulisan dari mentor saya di JRP. Ya, John Roberts Powers.
Seringkali banyak orang yang berusaha untuk memikirkan sebuah idealisme pribadinya dan mengira, entah sadar atau tidak, dirinya adalah figur teladan yang baik untuk idealisme.
Tetapi tanpa disadari, justru mereka sendiri yang seharusnya belajar untuk menjalankan idealisme tersebut.
Tanpa disadari, mereka juga akan mengenakan “topeng-topeng” idealisme mereka. Mereka merasa, bahwa dirinya penuh kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Kenyataannnya?
Itu hanya ada di dalam pikiran mereka, tanpa sebenarnya mereka miliki. Atau, setidaknya belum muncul dalam realita kehidupan mereka.
Untuk melepaskan “topeng-topeng” tersebut, kita harus belajar untuk menjadi terbuka pada diri kita sendiri. Kita perlu melakukan analisa diri kita dengan lebih dalam, sehingga kita menyadari apa saja yang menjadi kelebihan maupun kekurangan kita.
Ibarat seorang ahli pemasaran yang berusaha melakukan analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) untuk memasarkan produknya, kita pun perlu melakukan analisa SWOT.
Maksudnya gimana?
Ya, untuk “produk” yang kita pasarkan, yaitu diri kita sendiri.
Analisa ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui umpan balik yang diberikan orang lain kepada kita, atau melalui alat-alat tes psikologis ataupun perilaku.
Siapapun dari kita pasti menginginkan adanya keterbukaan di dalam sebuah interaksi antarpribadi. Tetapi anehnya, seringkali kita menginginkan orang lain untuk terbuka kepada kita, sementara kita sendiri tidak ingin terlalu terbuka pada orang lain.
Ketidakseimbangan dalam keterbukaan ini dapat menjadi pemicu konflik.
Seorang suami yang menginginkan keterbukaan dari istrinya, sementara dirinya sendiri tidak terbuka pada istrinya, dapat mengakibatkan terganggunya interaksi di dalam sesama anggota keluarga.
Untuk menjadi orang yang jujur terhadap orang di sekeliling kita, jadilah orang yang apa adanya. Sehingga apapun yang kita katakan kepada orang lain, mereka pun tahu bahwa kita sudah melakukan hal tersebut sebelum kita mengatakannya.
Selanjutnya, kita akan menjadi orang yang bertanggung jawab terhadap setiap perkataan kita. Sebagai contoh, jangan pernah membuat janji apabila kita tidak yakin bahwa kita dapat menepati janji itu kecuali untuk alasan force majeure.
Di hari Minggu ini, pemuka agama di gereja saya menekankan kita untuk kita menjadi pribadi yang berintegritas.
Tahun ini Adalah Tahun Integritas
Sang pendeta menyebut, kiat untuk selamat dari masa sulit di pandemi covid-19 saat ini adalah tetap menjadi sosok yang berintegritas
Menjadi pribadi berintegritas tinggi membutuhkan usaha yang tidak mudah. Atau, bahkan mungkin kita akan menghadapi cemoohan atau sindiran yang kurang menyenangkan dari orang-orang yang tidak menyukai sikap kejujuran kita.
Tetapi pada akhirnya, justru orang-orang yang menjunjung tinggi integritas tersebut yang akan menunjukkan loyalitas yang sejati baik di dalam sebuah organisasi atau perusahaan.
Sebab, orang yang berintegritas tinggi justru akan memikirkan kepentingan organisasi atau perusahaannya serta pertanggungjawaban pribadinya terhadap tanggung jawab yang sudah diberikan.
Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat bahkan menyatakan pentingnya sebuah integritas melalui kalimat berikut:
“Saya yakin bahwa saat melihat nilai setiap orang baik secara pribadi ataupun publik, integritas yang murni adalah hal pertama yang harus kita perhitungkan, sementara pembelajaran dan bakat hanyalah hal kedua.”
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesiapan akan nilai sebuah integritas dalam kepemimpinan, sehingga saat kita diberikan sebuah tanggung jawab yang lebih besar pun.
Integritas kita juga tidak akan jatuh karena godaan-godaan yang mungkin muncul semakin banyak seiring dengan kepercayaan yang semakin besar.
Bila kita sudah membangun kebiasaan untuk menjaga dan menghargai nilai integritas kita sedini mungkin, niscaya di kemudian hari kita akan menjadi pemimpin yang dapat diteladani dan bertanggung jawab dalam setiap tindakan kita. (*)