Java Jazz 2026 di PIK 2, We’re Moving: A New Chapter in a New Home.”

MATRANEWS.idJava Jazz 2026: Babak Baru, Rumah Baru

Setelah dua dekade menggema di jantung ibu kota, Jakarta International Java Jazz Festival bersiap menulis babak baru dalam sejarah musik Indonesia.

Mulai tahun depan, dentuman ritme dan harmoni dari festival jazz terbesar di Asia itu tak lagi bergema di JiExpo Kemayoran.

Java Jazz 2026 akan pindah ke panggung baru—Nusantara International Convention and Exhibition (NICE)—di kawasan tepi laut Pantai Indah Kapuk 2, Tangerang.

Festival edisi ke-21 ini akan digelar pada 29–31 Mei 2026, dengan slogan yang singkat tapi sarat makna: “We’re Moving: A New Chapter in a New Home.”

Dua Dekade yang Menggema

Bagi banyak orang, Java Jazz bukan sekadar festival musik. Ia adalah ritual tahunan—tempat para pecinta musik datang bukan hanya untuk mendengar, tapi untuk merasakan.

Sejak perhelatan pertamanya pada 2005, Java Jazz menjelma jadi panggung pertemuan antara legenda dunia dan talenta lokal: dari Earth, Wind & Fire hingga Tulus, dari Stevie Wonder hingga Afgan.

Selama dua puluh tahun, JiExpo Kemayoran menjadi rumah bagi denting saksofon, kibor elektrik, dan improvisasi spontan yang mengisi malam-malam Jakarta dengan kehangatan. Tapi seperti jazz itu sendiri, Java Jazz tak pernah berhenti berevolusi.

“Alasan kami pindah itu untuk membuat sesuatu yang lebih baik,” ujar Dewi Gontha, Presiden Direktur Java Festival Production, dalam konferensi pers di NICE PIK 2, Kamis (30/10).

“Kami ingin menaikkan standar, memperluas kolaborasi, dan memberi pengalaman baru bagi penonton.”

Java Jazz 2026 di PIK 2 pada 29–31 Mei 2026 Bukan di JiExpo Kemayoran Jakarta Pusat

NICE PIK 2—Ruangnya luas, fasilitasnya bertaraf internasional, dan lokasinya hanya 15 menit dari Bandara Soekarno-Hatta.

“Dulu banyak hal terbatas karena ruang,” kata Dewi. “Kini, semuanya mungkin.”

Bangunan utama NICE akan menjadi panggung utama Java Jazz 2026, sementara area outdoor di sekitarnya disulap menjadi ruang hidup bagi musik, kuliner, dan komunitas. Dari siang hingga tengah malam, irama jazz akan menari bersama semilir angin pantai.

Mudah Dijangkau, Lebih Inklusif

Bagi panitia, kenyamanan penonton tetap prioritas. Selain kendaraan pribadi, pengunjung bisa menempuh perjalanan dengan Transjakarta, KRL, atau LRT Jabodebek menuju Bandara Soekarno-Hatta. Dari sana, shuttle bus siap membawa mereka langsung ke lokasi festival.

“Kami ingin semua orang—dari pelajar sampai profesional muda—bisa datang dan menikmati musik,” ujar Dewi. “Harga tiket pun sedang kami tinjau agar tetap terjangkau untuk berbagai kalangan.”

Kolaborasi dan Visi Baru

Perpindahan ini juga menandai kolaborasi segar antara Java Festival Production dengan Royal Group dan Agung Sedayu Group. Tujuannya: memperkuat ekosistem hiburan nasional dan menempatkan Jakarta—atau kini, PIK 2—di peta musik dunia.

“Kami ingin agar masyarakat tak perlu lagi terbang ke luar negeri untuk menonton artis besar,” kata Dewi. “Sebaliknya, biarlah dunia yang datang ke Indonesia.”

Edisi 2026 disebut akan menghadirkan nama-nama besar seperti Earth, Wind & Fire Experience, Incognito, serta program spesial “Eros Djarot in Jazz”, sebagai penghormatan bagi warisan musik Indonesia.

Simbol Keberanian dan Perubahan

Bagi banyak penggemar, kepindahan ini lebih dari sekadar perubahan alamat. Ia adalah simbol keberanian—sebuah improvisasi besar dalam partitur panjang perjalanan Java Jazz.

Seperti musiknya, festival ini memilih bergerak, bukan berdiam. Mencari nada baru di ruang baru.

Java Jazz bukan hanya festival, tapi jembatan antara dunia dan Indonesia, antara generasi dan selera. Dan kini, di rumah barunya di tepi laut, festival ini kembali membuktikan: musik tak mengenal batas—baik ruang, waktu, maupun geografi.

“Java Jazz bukan hanya festival,” tutup Dewi Gontha. “Ia adalah gerakan budaya. Simbol kreativitas Indonesia yang mendunia.