MATRANEWS.id — Kebangkrutan Kaum Borjuis, Kata Siapa?
Selama ini kita mengenal orang yang flexing, mereka pura-pura kaya. Pamer kemewahan. Kegiatan ini banyak dijumpai di sejumlah media sosial, seperti Instagram, Tiktok, YouTube, atau platform lainnya.
Flexing dilakukan dengan cara mengunggah kemewahan atau hasil pencapaian yang dimiliki seseorang.
Banyak vlogger atau content creator yang menjadikan ajang flexing atau pamer kemewahan ini sebagai konten di laman media sosialnya, yakni dengan menunjukkan barang branded hingga rumah mewah.
Aksi flexing dilakukan untuk mendapat opini dari publik bahwa dia adalah orang yang mampu.
Imbasnya, keluarlah julukan seperti “Sultan” atau “crazy rich” yang memiliki arti orang-orang dengan hidup mewah serta bergelimang harta.
Tapi, ternyata di antara yang flexing itu, mereka kaya benaran. Ada yang anak pejabat, istri atau malah simpanan pejabat kaya.
Terbongkar pula, ada orang-orang yang memang kaya. Tapi, kekayaannya bukan dari hasil jerih payahnya. Tapi dari uang sogok, atau Money Laundering.
Money laundering adalah tindakan menyamarkan dana maupun aset yang bukan haknya dan berasal dari kegiatan kriminal.
Tujuan seseorang melakukan money laundering adalah tidak lain untuk memperkaya dirinya sendiri. Tindakan ilegal ini dilakukan dengan cara menyamarkan sumber dana yang seolah-olah berasal dari aktivitas legal.
Mereka pejabat atau penguasa, dalam hal ini bisa PNS atau ASN dengan gaji standar namun menjadi seorang kapitalisme.
Muncul perilaku hedonisme. Hedonisme adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Tak hanya kasus putra Rafael Alun Trisambodo mencuat ke publik, tak sedikit bermunculan foto-foto istri dan anak pejabat dan gaya hidup mewahnya di media sosial.
Tak sedikit foto-foto liburan ke luar negeri, tas dan outfit mewah, hingga pesta ulang tahun di hotel bintang lima, yang dipamerkan istri-istri dan anak-anak para pejabat instansi pemerintah itu di media sosial pribadi mereka.
Bahkan ada yang berani pamer dengan mengunggah nota pembelian mobil baru seharga Rp 400 jutaan.
Siapa sangka, aksi flexing atau pamer kekayaan ini berbuntut pemeriksaan terhadap harta kekayaan serta penonaktifan jabatan oleh otoritas terkait.
Hingga kemudian, saat ini banyak yang bilang, flexing pejabat di medsos bisa tiba-tiba raib. Eng-ing-eng. Mereka tiba-tiba “bangkrut” atau menghilangkan jejak. Foto gaya-gayaan mereka dihapus.
Lenyap!
Nah, banyak yang kemudian sedang menelusuri, karena jejak digital tak gampang dihapus. Pihak-pihak yang berintegritas sedang berusaha keras membongkar hal semacam ini, kekayaan mereka diperoleh secara halal dan sah atau sebaliknya.
Apakah Anda termasuk yang ingin mengungkap perilaku pejabat yang demikian, ayo kita bongkar. Uhuy!