JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri mengimbau kepada pemerintah daerah agar Dana Insentif Daerah (DID) bidang inovasi digunakan untuk mengembangkan dan mendorong inovasi baik pada pemerintah daerah maupun di masyarakat.
“DID bidang inovasi dapat lebih difokuskan untuk mendukung dan mengembangkan inovasi di berbagai urusan yang dilaksanakan perangkat daerah dalam meningkatkan pelayanan publik, kesejahteraan masyarakat, dan daya saing daerah,” ujar Kepala Badan Litbang Kemendagri, Agus Fatoni secara virtual saat menjadi pembicara kunci dalam Sosialisasi dan Pelatihan Teknis Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologi.
Dalam acara yang dilaksanakan Asosiasi Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) itu, Fatoni menyampaikan, pada Tahun 2020 Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memberikan DID bidang inovasi sebesar 121 Milyar.
Besaran tersebut pada tahun 2021 naik sebesar 212 Milyar. Dana itu, tambah Fatoni, diberikan Pemerintah untuk memberikan insentif kepada daerah atas kinerja pemerintahan daerah dalam melakukan inovasi, perbaikan, dan pencapaian kinerja. Perbaikan dan pencapaian kinerja di bidang inovasi tersebut diukur melalui Indeks Inovasi Daerah.
“Setiap tahun, Kementerian Dalam Negeri melakukan pengukuran dan penilaian Indeks Inovasi Daerah,” jelas Fatoni.
Bagi daerah yang mendapat predikat Sangat Inovatif dalam penilaian indeks itu, diberikan penghargaan Innovative Government Award (IGA) berupa piagam dan trofi oleh Menteri Dalam Negeri.
Pengukuran dan penilaian indeks inovasi daerah dikelompokkan dalam klaster provinsi, kabupaten, kota, daerah tertinggal, dan daerah perbatasan.
Selain itu, daerah terbaik pada masing-masing klaster diusulkan kepada Kementerian Keuangan untuk mendapat DID bidang inovasi,” jelas Fatoni.
Fatoni juga mengimbau bagi daerah yang ingin mendapatkan DID bidang inovasi agar terus berpacu menciptakan dan mengembangkan inovasi di daerahnya. Inovasi daerah tersebut juga wajib dilaporkan setiap tahunnya kepada Menteri Dalam Negeri melalui sistem Indeks Inovasi Daerah lewat laman https://indeks.inovasi.litbang.kemendagri.go.id.
“Selain itu, berdasarkan Pasal 6, Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2017 tentang Inovasi Daerah terdapat 5 kriteria inovasi yang perlu diperhatikan daerah,” Fatoni menjelaskan.
Kriteria itu di antaranya mengandung pembaruan, memberi manfaat bagi daerah dan/atau masyarakat, dan tidak mengakibatkan pembebanan dan/atau pembatasan pada masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Selain itu inovasi yang dilakukan juga merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, dan inovasi tersebut dapat direplikasi,” pungkas Fatoni.
Sebagai Komitmen Tingkatkan Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah, Kemendagri Lakukan Pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah Setiap Tahun
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terus berkomitmen meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah. Komitmen tersebut diwujudkan dengan melakukan pengukuran Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah (IPKD) setiap tahunnya.
“Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 283, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan secara tertib, taat perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Melalui pengukuran IPKD, Kemendagri berharap hal itu bisa terwujud,” ujar Kepala Badan Litbang Kemendagri, Dr. Des. Agus Fatoni, M.Si pada acara Focus Group Discussion (FGD) Lintas Stakeholder dalam Rangka Persiapan Penyusunan Indeks Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Aceh, Selasa, 27 Juli 2021.
Dalam penjelasannya, Fatoni mengatakan IPKD merupakan satuan ukuran yang ditetapkan berdasarkan seperangkat dimensi dan indikator untuk menilai kualitas kinerja tata kelola keuangan daerah yang efektif dalam periode tertentu.
Dimensi IPKD sendiri, imbuh Fatoni, terdiri dari 6 aspek di antaranya kesesuaian dokumen perencanaan dan penganggaran, pengalokasian anggaran belanja dalam APBD, dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
Selain itu, terdapat juga dimensi penyerapan anggaran, kondisi keuangan daerah, dan opini Badan Pemeriksa Keuangan atas LKPD. “Keenam dimensi tersebut diatur dalam Pasal 6 Permendagri Nomor 19 Tahun 2020, yang akan dijadikan dasar dalam melakukan pengukuran kualitas kinerja pengelolaan keuangan daerah dalam IPKD,” ujarnya.
Pengukuran IPKD akan menghasilkan daerah berperingkat baik dengan perolehan nilai A. Sedangkan peringkat yang memerlukan perbaikan, mendapatkan nilai B. Sementara peringkat sangat perlu perbaikan memperoleh nilai C. “Pengelompokan hasil pengukuran IPKD berdasarkan kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah,” kata Fatoni.
Fatoni menambahkan, untuk penetapan peringkat terbaik akan dibagi berdasarkan kategori. Pertama, satu daerah provinsi yang bepredikat terbaik untuk masing-masing kategori kemampuan keuangan daerah tertinggi, sedang, dan rendah.
Selain itu, satu daerah kabupaten berpredikat terbaik untuk kategori kemampuan keuangan daerah tertinggi, sedang, dan rendah. Serta satu daerah kota yang berpredikat terbaik untuk masing-masing kategori serupa.
“Hasil pengukuran IPKD pemerintah daerah berpredikat terbaik secara nasional dapat dijadikan dasar dalam pemberian insentif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diberikan oleh Menteri Dalam Negeri secara nasional pada bulan Agustus setiap tahun,” katanya.
Selain itu juga akan ditetapkan daerah dengan peringkat terburuk dalam mengelola keuangan daerah yang dikelompokkan dalam tiga klaster kemampuan keuangan daerah. Masing-masing satu provinsi, kabupaten, dan kota yang berpredikat terburuk pada masing-masing kemampuan keuangan daerah tinggi, sedang, dan rendah.
“Daerah yang memperoleh predikat terburuk tersebut akan dilakukan pembinaan secara khusus oleh Kemendagri,” ungkap Fatoni.
Fatoni berharap, melalui pengukuran IPKD kondisi tata kelola keuangan daerah dapat terpetakan dengan baik, sehingga Kemendagri dapat melakukan pembinaan terhadap daerah. Langkah tersebut juga tidak lepas dari amanat Pasal 3, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Di dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa Menteri Dalam Negeri berperan melakukan pembinaan umum terhadap pemerintahan daerah, salah satunya dalam bidang keuangan daerah.
“Untuk itu saya meminta agar seluruh pemerintah daerah menginput data pengelolaan keuangannya ke dalam sistem pengukuran IPKD. Data tersebut dapat disampaikan ke laman https://ipkd-bpp.kemendagri.go.id, paling lambat tanggal 31 Juli setiap tahun,” tutur Fatoni.
Klik Juga: Beritasenator.com