Rekam jejak digital menjadi alasan setiap pengguna harus selalu bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
Alasannya sederhana, karena rekam jejak digital ini dapat tersimpan dalam waktu yang lama dan sulit untuk dihapus. Rekam jejak digital ini layaknya pisau bermata dua.
Apabila dalam menggunakan media sosial tidak berhati-hati, maka bisa saja dampak negatifnya berbalik kepada kita, seperti senjata makan tuan.
Di era digital ini, jejak digital menciptakan dan menggambarkan kepribadian kita di mata orang lain, melalui apa yang kita posting dan komentari pada media sosial.
Saat ini, sebagian besar orang menganggap apa yang terjadi pada seseorang di media sosial merupakan jati diri mereka sebenarnya.
Gatot Sulaeman, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Majalengka menjelaskan, rekam jejak digital ini merupakan sebuah pengaruh yang terjadi akibat luasnya akses internet.
Semua aktivitas yang kita lalukan di media digital akan terekam dan sulit terhapus. Meski terdapat beberapa fitur yang mampu menghapus jejak digital, namun tanpa disadari atau diketahui bisa saja orang lain sudah ada yang menyimpan jejak digital kita, seperti melakukan screenshot pada sebuah postingan.
“Manfaat dan kerugian dari jejak digital tergantung bagaimana kita melaksanakan dan menggunakan media sosial atau internet itu sendiri. Banyak dari kita harus memahami bagaimana cara bijak bermedia sosial,” tutur Gatot, selaku pembicara dalam Webinar Literasi Digital di wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Rabu (28/7/2021).
Sebagai acuan dalam bermedia digital, kita harus membentuk pola pikir bahwa hal-hal bersifat pribadi dan bermanfaat bagi orang lain dapat disebarkan. Karena hal baik akan meninggalkan jejak digital positif bagi diri kita.
Akan tetapi, postingan hal pribadi yang tidak berkaitan dengan kepentingan publik sebaiknya disimpan sebab dapat menjadi jejak digital yang kurang baik. Dalam artian, jejak digital ini mengharuskan kita untuk selalu menyaring dan berpikir sebelum menyebarkannya kepada orang lain.
“Kalau kita ingin mendapatkan manfaat seluas-luasnya di media digital. Kita harus berpegang teguh pada ajaran agama, budaya bangsa, dan adat istiadat dalam menggunakan media digital,” jelas Gatot.
Melalui paparannya, Gatot menyampaikan terdapat dua jenis rekam jejak digital, yakni pasif dan aktif. Rekam jejak pasif ini merupakan data yang terekam ketika kita mengunjungi sebuah situs.
Jejak pasif ini biasanya meliputi alamat IP yang digunakan saat mengakses situs tersebut. Sementara itu, rekam jejak aktif merupakan jejak yang ditinggalkan melalui postingan, komentar, dan aktivitas kita pada media sosial. Tentu, pada jejak aktif ini setiap orang dapat melihatnya.
Sering kali juga terlihat di media postingan mengenai ujaran kebencian dan pencemaran nama baik. Ini bisa didasarkan karena seseorang kurang bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial.
Aktivitas ujaran kebencian dan pencemaran ini dapat berdampak dalam membuat jejak digital seseorang menjadi negatif.
Untuk menghindari jejak digital negatif, hal yang seharusnya dilakukan dalam media sosial yakni, menyaring sebelum menyebarkan konten apapun di media sosial dan selalu berhati-hati dalam mengklik dan mengunjungi sebuah situs di internet.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Rabu (28/7/2021) juga menghadirkan pembicara, Pringgo A. Pradana (Produser Musik/Komposer Musik), Ace Herdiana (Penggiat Komunikasi), Ginggi Syarif Hasyim (Pendiri Komunitas Jatiwangi Art Factory), dan Riri Damayanti.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
sumber: eksekutif.com