MATRANEWS.id — Tulisan Edhy Aruman, seorang praktisi komunikasi, marketing coach dan dosen ini menjadi pembahasan para komunitas pecinta kopi, termasuk pemilik kedai kopi itu sendiri. Apakah kedai kopi tak penting? Ya, gara-gara tulisannya di medsos yang menggelitik. Tampilan tulisan itu, disertai foto kedai kopi yang sepi.
Catatan “pinggir”nya seperti ini. Beberapa waktu lalu, MixMarcomm dan Toffin meluncurkan kajiannya tentang bisnis kafe di Indinesia. Bila lima atau tujuh tahun lalu ada budaya nongkrong minum kopi di kafe, sekarang selain nongkrong tadi ada trend baru, yakni coffee to-go shop atau kedai kopi take away.
Dalam setahun terakhir, hampir 40% responden membeli kopi di kedai coffee to-go. Di sini kedai kopi menyediakan kopi siap minum dalam kemasan siap bawa (ready to go) sehingga bisa dikonsumsi di tempat lain.
Trend ini sejalan dengan perubahan generasi peminum kopi setelah munculnya konsumen millennial. Dominasi populasi anak muda Indonesia menciptakan gaya hidup baru dalam mengonsumsi kopi. Kehadiran media sosial memang memudahkan pemilik bisnis melakukan marketing dan promosi.
Tapi di sisi lain, kehadiran media sosial yang terhubung memudahkan konsumen muda dalam mengambil keputusan tentang kopi yang dibeli dan dikonsumsinya. Ini tak lepas dari pengaruh teman dan selebritas yang terhubung dengan mereka.
Membelinya pun bisa dengan menggunakan aplikasi dan diantar sampai ke tempat yang diinginkan. Kehadiran platform ride hailing (GrabFood dan GoFood) memungkinkan konsumen membeli tanpa mendatangi kedai kopi.
Kalau begitu apakah kedai kopi tak penting?
***
Selalu tergelitik dalam pikiran saya, harga kopi yang murah di tingkat petani, meningkat di pedagang pengumpul, meninggi di tingkat supermarket dan melangit di cafe Starbucks. Mengapa harga secangkir kopi di Champs Ellyses Paris mahal?
Mengapa juga di Thomas Cafe London harga secangkir kopi membumbung tinggi, juga mengapa hanya segelas kopi di New York harganya melejit? Lalu bagaimana dengan kedai kopi lokal? Fleksibilitas dalam penentuan harga berdasarkan value yang sangat berperan dalam bisnis kopi di Indonesia.
Diakui atau tidak, pertambahan nilai itu rasanya tidak semata-mata kopinya saja, tetapi yang mereka jual adalah brand, tempat, ragam kopi, kenyamanan, keindahan dan pelayanan yang prima. Mereka berada di cafe dininabobokan oleh suasanya yang menyenangkan.
Contoh saja Thomas’s Cafe di London adalah salah satu dari beberapa tempat yang Anda dapat temukan dalam hiruk-pikuk pusat kota London.
Lokasi dan interior terkadang menjadi variable menentukan. Kafe ini terletak di dalam toko utama Burberry di Regent Street. Dengan pintu masuk terpisah di Vigo Street, kafe yang nyaman ini dirancang oleh The New Craftsmen, pemasok peralatan rumah tangga buatan tangan Inggris.
Thomas’s Cafe menyajikan makanan sepanjang hari dengan menu dari telur orak-arik dan salmon yang diawetkan. Kita akan menikmati secangkir kopi klasik seperti latte, cappuccino dan americanos.
Budaya kafe di Prancis tidak menyediakan menu makanan yang ditawarkan secara otomatis karena hanya menyediakan makan standar seperti roti croisant yang terkenal karena enaknya. Artinya, mereka meski standar tapi itu adalah khas. Namun pada akhir-akhir ini mulai banyak kafe yang menyediakan makan cukup lengkap.
Hal lain yang menarik adalah kita dapat berlama-lama menikmati secangkir kopi di kafe Prancis. Kita juga akan mendapatkan tagihan kopi jika sudah larut malam atau kafe akan tutup atau juga kita dapat menunggu sampai kita siap untuk pergi sebelum kita membayar secangkir kopi yang kita nikmati.
Minuman kopi di kafe Prancis sangat beragam, sekurang-kurangnya ada 12 tipe minuman kopi. Pertama minuman kopi Espresso (Short Black) adalah dasar dan bagian terpenting dari setiap minuman berbasis espresso. Begitu banyak macamnya sehingga ada yang menulis panduan khusus tentang bagaimana membuat espresso yang sempurna.
Short Black Espresso hanya satu tembakan kopi dalam satu cangkir kecil kopi. Kedua, Double Espresso (Doppio) adalah sebuah espresso ganda (alias Doppio), dua tembakan espresso dalam satu cangkir kecil. Makanya espresso ganda terdiri dari dua tembakan espresso di satu cangkir espresso.
Short Macchiato adalah yang ketiga, mirip dengan espresso tapi dengan sesendok susu dan busa untuk melunakkan rasa keras dari espresso. Kita akan menemukan bahwa barista di berbagai negara membuat short macchiatos secara berbeda. Namun cara tradisional membuat macchiato pendek adalah dengan menembakkan Espresso dalam gelas pendek atau cangkir espresso, sesendok susu dan busa diletakkan di atas kopi espresso.
Keempat adalah Long Macchiato, pada dasarnya sama dengan Short Macchiato namun dengandouble tembakan espresso. Aturan sepertiga yang sama berlaku dalam Macchiato yang dibuat secara tradisional, yaitu dua tembakan Espresso di gelas atau cangkir dengan sesendok susu dan busa yang diletakkan di atas espresso.
Ristretto type kopi kelima, adalah tembakan espresso yang diekstraksi dengan jumlah kopi yang sama namun setengah dari jumlah air Espresso. Hasil akhirnya adalah ekstraksi espresso yang lebih terkonsentrasi dan lebih gelap. Pembuatannya adalah ekstrak espresso standar dengan setengah dari jumlah air.
Keenam adalah Kopi Long Black adalah alias “americano” adalah air panas dengan tembakan Espresso yang diambil di atas air panas. Pembuatannya dengan cara mengisi cangkir dengan 1/3 air panas, kemudian tuangkan satu gelas Espresso di atas air panas.
Tipe kopi lainnya selain yang enam tersebut di atas adalah Cafe latte, Cappucino, Flate white, Piccolo latte, Mocha dan Affogato. Nah dari berbagai tipe minuman kopi tersebut menunjukkan kepada kita bahwa nilai tambahnya adalah di kreativitas membuat berbagai macam atau tipe kopi siap diminum.
Jadi kuncinya adalah tidak hanya sekedar memproduksi biji kopi, mengolahnya menjadi biji kering yang telah diroaster, tetapi membuat berbagai macam sajian sehingga orang dapat memilih banyak alternatif minuman sesuai dengan selera.
Bila melihat biji kopi yang telah disangrai (roasted) saya selalu ingat pada Thomas, teman dari France seperjalanan di pesawat yang saya ceritakan di awal. Menurut dia, kunci utama untuk menghasilkan aroma dan cita rasa kopi yang enak adalah roaster ini.
Temperaturnya harus tepat, tak boleh terlalu panas karena bisa merusak cita rasa kopi. Kelembabannya juga harus pas. Karena itu waktu dan lamanya juga harus pas pula. Dia butuh riset bertahun-tahun untuk mengetahui pada suhu, kelembaban dan waktu yang pas untuk mengetahuinya.
Lebih sulit lagi setiap jenis kopi dan bahkan asal lokasi kopi memerlukan pengeringan yang spesifik. Disitulah seninya, kata Thomas. Faktor ini pula yang harus kita pikirkan.
Beberapa waktu lalu, MixMarcomm dan Toffin meluncurkan kajiannya tentang bisnis kafe di Indinesia. Bila lima atau tujuh tahun lalu ada budaya nongkrong minum kopi di kafe, sekarang selain nongkrong tadi ada trend baru, yakni coffee to-go shop atau kedai kopi take away.
Dalam setahun terakhir, hampir 40% responden membeli kopi di kedai coffee to-go. Disini kedai kopi menyediakan kopi siap minum dalam kemasan siap bawa (ready to go) sehingga bisa dikonsumsi di tempat lain.
Trend ini sejalan dengan perubahan generasi peminum kopi setelah munculnya konsumen millennial. Dominasi populasi anak muda Indonesia menciptakan gaya hidup baru dalam mengonsumsi kopi. Kehadiran media sosial memang memudahkan pemilik bisnis melakukan marketing dan promosi.
Tapi di sisi lain, kehadiran media sosial yang terhubung memudahkan konsumen muda dalam mengambil keputusan tentang kopi yang dibeli dan dikonsumsinya. Ini tak lepas dari pengaruh teman dan selebritas yang terhubung dengan mereka.
Membelinya pun bisa dengan menggunakan aplikasi dan diantar sampai ke tempat yang diinginkan. Kehadiran platform ride hailing (GrabFood dan GoFood) memungkinkan konsumen membeli tanpa mendatangi kedai kopi.
Kalau begitu apakah kedai kopi tak penting? Sekarang pilihan dalam mengkonsumsi tidak hanya harga maupun rasa, ada variable lainnya yakni konsep produk dan value. Contohnya Kopi Kenangan dan Janji Jiwa. Mereka mengangkat konsep emosional (baper-baperan).
Untuk itu, penamaan menu (seperti kopi Kenangan Mantan) dan kemasan dibuat menarik. Tempat yang instagrammable dan fasilitas internet juga menjadi pertimbangan. Gen Z biasanya membeli kopi tidak hanya untuk diminum, tapi juga difoto, dan di-upload.
“Mereka butuh bahan untuk konten media sosial. Jadi kedai fisik tetap menjadi variable utama dalam keputusan pengonsumsian kopi,” kata Sarita Sutedja, Founder Upnormal Coffee Roaster, seperti dikuitp dalam kajian MIXMarcomm dan Toffin tadi.
Beberapa waktu lalu, seorang teman yang juga punya kedai kopi bercerita. Dia pernah melakukan uji coba tiga merek kopi RTD. Mereknya sengaja tidak ditampilkan dan beberapa konsumen kopi diminta untuk mencicipi dan menentukan mana yang paling enak. Hasilnya, kopi RTD yang memiliki kandungan gula tertinggi yang disebut sebagai paling enak.
Meskipun kopi susu cita rasa kekinian sedang booming. Namun, gula, dan susu bukan satu-satunya aditif kopi. Zaman kopi beraroma seperti yang kita kenal dimulai pada 1960-an ketika produsen kopi instan mulai menambahkan rasa buatan seperti vanilla dan hazelnut ke minuman mereka. Namun sebenarnya, soal penambahan flavor ini sudah ada sejak lama.
Untuk meregangkan jumlah kopi, beberapa orang memadukan kopi dengan beragam biji-bijian. New Orleans, misalnya, mempopulerkan kopi rasa chicory, dibuat dengan menambahkan minuman yang sedikit pahit pada kulit pohon.
Banyak juga yang menambahkan hazelnut, vanilla, dan cokelat ke dalam kopi mereka. Pada tahun 1980-an, banyak toko-toko khusus kopi yang menebarkan aroma dominan seperti hazelnut, bukan kopi. Ini menunjukkan pengaruh dan popularitas hazelnut sebagai zat tambahan rasa kopi.
Di beberapa wilayah Indonesia juga popular kopi yang dicampur dengan jagung atau beras. Namun, hal itu dilakukan bukan seperti yang dipersepsikan kebanyak orang, yakni untuk menambah volume. Namun sejatinya, seperridi Banyuwangi, itu adalah dilakukan untuk mengurangi rasa pahit karena kebanyakan di kita menyangrainya sampai matang belum dan ada persepsi bahwa kopi harus pahit.
Kekekuatan lokal itu semakin berkembang manakala melihat ternd saat ini. Di Indonesia minuman dengan rasa lokal seperti kopi susu gula aren, klepon, kopyor, dan pisang coklat, menjadi rasa baru yang diperkirakan akan menjadi tren di tahun depan.
Hal ini dilihat dari tingginya permintaan bahan-bahan tersebut dari para pelaku usaha kepada pemasok bahan. Para pelaku bisnis sudah mulai mempersiapkan variasi menu baru untuk tahun depan. Selain itu minuman dengan bahan campuran natural, akan semakin diminati. (Toffin Insights, 2019).
Gambaran ini memperkuat anggapan bahwa konsumen kopi kini benar-enar terfragmentasi. Meski ada segmen yang dominan, namun dominasi tidak begitu mencolok karena kecenderng orang untuk mencoba rasa-rasa kopi tertentu.
Mereka mungkin tidak terlalu fanatik dan cenderung berubah. Artinya, analisis situasi, segmentasi, targeting dan positioning sangat penting. Ini sekali lagi yang membuat orang harus berpikir terus untuk berkreasi dan berinnovasi baik produk maupun layanannya.
# MIX Marketing Communications
baca juga: majalah matra edisi cetak — klik ini