Lika Liku Sulitnya Memburu Pengakuan Sah Sebagai Anak Konglomerat

Freddy Widjaja Anak Eka Tjipta Widjaja

MATRANEWS.id — Upaya Freddy Widjaja untuk mendapatkan keadilan di negeri ini terbilang cukup panjang. Penuh perjuangan fisik dan mental.

Sudah lebih dari 5 tahun ia memperjuangkan statusnya untuk diakui sebagai putra sah dari mendiang konglomerat Indonesia Eka Tjipta Widjaja.

Namun potret hukum di negeri ini yang masih berpihak membuat impian keadilan yang ingin ia raih tak sesuai harapan.

Ia harus menghadapi terjalnya urusan hukum. Mulai dari urusan pengadilan sampai Mahkamah Agung, hingga pelaporan ke polisi.

Semua seolah tak mempedulikan nasib Freddy Widjaja untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya. Bahwa ia juga adalah putra dari taipan Eka Tjipta Widjaja sebagai nama belakang sang ayah yang Freddy sandang.

Semua sudah ia lakukan demi pengakuan sebagai anak yang sah dari Eka Tjipta Widjaja. Namun berbagai upaya hukum yang dia lakukan baik di kepolisian hingga di pengadilan selalu mentok. Seakan menghadapi tembok yang kokoh dan tak mampu ditembus.

Terakhir Freddy melakukan upaya hukum dengan melaporkan tiga anak pendiri Sinar Mas Group, Eka Tjipta Widjaja, Indra Widjaja, Muktar Widjaja, dan Franky Oesman Widjaja dengan tuduhan dugaan menggunakan akta kelahiran palsu.

Lagi-lagi pengaduannya juga kembali kandas. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri disebut telah menghentikan penyelidikan kasus tersebut.

Masuk akal memang karena lawan yang ia hadapi, –yang diklaim sebagai tiga saudara tirinya,– bukan orang sembarangan. Mereka juga adalah konglomerat yang mewarisi bisnis sang ayah bernilai triliunan rupiah.

Majalah MATRA berusaha mewawancarainya untuk menggali apa yang sedang terjadi dan apa tujuan Freddy Widjaja melakukan semua ini.

Apa yang menjadi motivasinya untuk memperoleh status sebagai anak sah konglomerat Eka Tjipta Widjaja.

Berikut hasil wawancaranya.

Anda tanpa kenal lelah berjuang mendesak polisi untuk mengusut kasus pemalsuan dokumen yang anda laporkan, sebenarnya ada apa?

Saya juga bingung apa yang mendasari dan menjadi latar belakang dari instusi kepolisian menyetop proses penyelidikan atas laporan yang saya buat pada bulan Nopember 2021. Jadi polisi sudah stop, tapi stopnya aneh?

Saya terima Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP2Lidik) dari Dirtipidum yang ditanda tangan Kasubdit 2 pada 19 Oktober 2022. Surat yang dikirim ke saya itu menyebut penghentian penyelidikan atau SP2 atas laporan yang saya buat.

Agak janggal memang. Sebab sehari sebelum surat SP2 Lidik saya terima, pada 18 Oktober 2022 itu pengacara saya Alvin Liem ditangkap.

Saya jadi curiga apakah mereka itu sepertinya takut kalau mereka keluarkan hasil gelar perkara itu. Sebelum Alvin ditangkap, takut Alvin Liem nyanyi terus. Kuping mereka pedes juga tuh.

Makanya awalnya saya heran. Gelar perkara sudah dilakukan pada tanggal 15 September 2022, tapi kok suratnya tidak keluar-keluar.

Biasanya seminggu dua minggu sudah keluar hasilnya. Sampai sebulan! Saya tanyakan terus ke penyidik kemana-mana. Jawaban mereka belum pak kami masih menunggu. Saya juga nggak tahu pak.

Tahu-tahu muncul dirumah pada tanggal 19 Oktober 2022. Bahwa hasil keputusan gelar perkara memutuskan bahwa tidak terdapat unsur pidana dilakukan oleh ketiga terlapor.

Artinya Kejanggalan itu menurut Anda dimananya?

Saya menunggu satu bulan sampai pas Alvin Liem dicomot di Bareskrim pada saat Alvin Liem di BAP urusan lain soal kasus kejaksaan, dia diduga kena pencemaran nama baik. Kejanggalannya kok pas bersamaan dengan waktunya tiba-tiba dia dicomot.

Nah Alvin Liem sebagai warga negara yang baik datang, waktu dipanggil untuk di BAP dia datang kan gitu lho. Waktu datang dia langsung dicomot. Diwaktu bersamaan keluar hasil gelar perkara laporan saya di rumah saya.

Nah ada lagi kejanggalan kedua, saya mendapatkan surat mengenai penghentian penyelidikan ini ditandatangi oleh Kombes Muslimin sebagai Kasubdit 2 di Dirtipidum yang menangani kasus saya bahwa dikatakan tidak terdapat unsur tindak pidana alasannya untuk ketiga orang terlapor itu.

Sedangkan surat yang dilayangkan ke kantor Alvin sebagai pengacara saya, surat itu dikirim oleh Karowasidik, pengawas penyidik yang memimpin gelar perkara saya itu. Ditandatangani oleh Brigjen Pol Iwan Kurniawan sebagai Kepala Biro Wasidik.

Intinya sama tapi disitu disebutkan ada keterangan banyak dan isinya berbeda. Silahkan melakukan restorasi justice. Dalam arti kata ini perdamaian. Sedangkan dia kirim surat itu ke kantor pengacara Alvin Liem kan Alvin Liem sudah tidak ada. Sudah di tahan oleh pihak Kejaksaan.

Nah ini ada apa? Kalau surat yang dikirim ke saya langsung to the point: Tidak terdapat unsur tindak pidana atas ketiga terlapor.

Apa yang menjadi alasan polisi menyimpulkan bahwa kasus itu tidak ada unsur pidana?

Penjelasan dari Kuasa Hukum terlapor, bahwa klien kami menerima akte lahir –yang diduga palsu itu– berasal dari papa saya.

Alasan si lawyer, mereka mendapat surat itu dari orang tuanya. Jadi, kasarnya, elo tanya sama papa saya saja yang sudah dikuburan deh.

Ini namamya kurang ajar. Ayah saya difitnah oleh mereka.

Papa saya yang sudah memberikan kesejahteraan dan pendidikan kepada mereka, malah difitnah dan memberikan akte kelahiran palsu kepada mereka. Padahal sudah meninggal. Itu kan. Namanya, jahat-nya minta ampun. Jahatnya luar biasa.

Alasannya boleh segala macam, ya jangan dari papa yang memberi makan mereka.

Memfitnah orang tua yang tidak bisa dikonfirmasi. Kasarnya tanya aja ke kuburan, ngebangunin orang tua yang sudah meninggal dunia itu kan kurang ajar.

Anda dituduh sebagai anak hasil zina, Apa tanggapan Anda?

Di persidangan saya selalu dituduh mereka sebagai anak zina, anak zina…. itu narasi yang ingin dibangun mereka. Sedangkan kalau saya disebut anak zina, berarti status mereka sendiri kan waktu itu juga nggak jelas.

Akte kawin mama-nya mereka dibuat tahun 1953. Meskipun papa saya kawin dengan ibu mereka tahun 1943. Papa saya kawin dengan ibu mereka, kita sebut saja genk Makasar. Karena ibu mereka orang Makasar juga. Nah geng Makassar ini menikah dengan papa saya tahun 1943 di Makasar.

Tapi perkawinan papa saya dengan ibu dari Makassar ini tidak didaftarkan di catatan sipil alias tidak punya akte perkawinan.

Terus papa saya menikah di Menado disebut geng Manado tahun 1951. Sedang perkawinan tahun 1951 dengan geng Manado dicatat di Catatan Sipil dan memiliki Akte kawin.

Dalam akte notaris Wasiat Nopember 1991 yang dibuat Benny Kristianto SH. Salinan Wasiat jelas.

Ada kutipan, “Mereka semualah tanpa kecuali adalah “Keluarga Besar Widjaja” yang dalam keadaan apapun saya — selalu berusaha menciptakan Kemangunggalan Keluarga Oei Yang Jaya (Eka Tjipta Widjaja).

Alam dengan hukumnya yang adil, selalu bertujuan menciptakan keharmonisan. Seperti matahari terbit dari timur dan selalu terbenam ke barat.

Terus saya dapat dokumen lampiran dari mereka saat mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung untuk membatalin saya punya penetapan dari pengadilan sebagai anak yang sah dari papa saya.

Mereka mengajukan salah satu bukti lampiran adalah dengan bukti akte perkawinan papa saya dengan geng Makasar atau ibu mereka di tahun 1953.

Ternyata, papa saya atau siapa yang bikin saya nggak tahu, pada 1953, punya akta kawin. Bikin tahun 1953 didaftarkan di catatan sipil untuk dapat akta kawinnya.

Untuk negara kita yang menganut sistem monogami, artinya akte perkawinan itu hanya boleh satu kan?

Kalau enggak diatur negara seperti begitu, kita boleh kawin 10 kali bisa dong, kemudian muncul 10 akte perkawinan. Secara hukum bisa kacau kalau kayak gini. Nggak boleh itu. Akta hanya diterbitkan satu kali.

Jadi secara hukum, akte perkawinan tahun 1953 itu harus dibatalkan oleh negara. Harus dibatalkan demi kepastian hukum, tidak boleh ada dua.

Sebagai konsekuensinya, mereka-mereka ini semua jadi juga anak zina kan? karena tak punya akte kawin kan? Jadi akte kawinnya itu kan fiktif atau palsu.

Jadi geng Makassar punya mama nih, enggak punya akte perkawinan. Akte kawin yang punya duluan adalah geng menado, yakni tahun 1951. Bener ga logikanya.

Mereka mengecap saya anak zina, tapi di satu sisi mereka juga anak zina kan? Karena enggak boleh mamanya punya akte kawin, karena yang duluan adalah geng Manado. Saya sudah gembar gemborkan selama ini jangan suka mengecap saya sebagai anak zina gitu.

Mereka sendiri juga anak zina. Bahkan kuasa hukum saya sekarang ini Pak Kamaruddin juga bilang bahwa mereka itu anak zina.

Mereka juga anak zina gitu! Karena ibunya tak punya surat kawin yang benar. Meskipun kawin duluan. Itu adalah fakta dan bukan mengada-ada. Jadi sekarang ini terlalu banyak kejanggalan. Kita cuma berharap bahwa di atas langit masih ada langit. Masih ada Tuhan Pencipta Langit dan Bumi.

Jika kasus ini Sudah Dihentikan Bareskrim Polri, Masihkah ada Upaya Hukum?

Dengan pengacara yang baru pak Kamaruddin menggantikan Alvin Liem, kita mendatangi kembali Bareskrim untuk meminta kepada Biro Wasidik dan Kabareskrim, supaya bisa membuka gelar perkara lagi, diulang lagi.

Untuk dibuka kembali dan kami akan ajukan novum baru atau bukti-bukti baru yang kita temukan. Nah itu yang saat ini sedang kita proses.

Tapi mereka ini sekarang sudah hampir tiga minggu sejak kita ajukan permohonan, masih silent masih belum ada berita dan perkembangan apa-apa. Makanya kemarin saya datangi Bareskrim lagi, kita minta konfirmasi.

Ternyata semua pejabat kepolisian yang berwenang untuk kasus ini menghindar alias semua sekretarisnya bilang bapak lagi ada rapat diluar. Semua sekretarisnya bilang begitu. Aneh tapi nyata gitu lho.

Mereka cukup takut karena belakangan ini ada sejumlah perwira tinggi Polri sedang terseret banyak masalah hukum di tahun ini. Ini sebagai upaya mereka supaya jangan terang-terangan membela pihak terlapor. Menghindar dulu untuk sementara.

Itu yang saya baca dari kejadian kemarin. Sampai sore saya tungguin di Mabes Polri. Saya tanya sampai kapan, jawab sekretarisnya kalau bapak sudah pergi siang nggak balik lagi. Ada lagi alasan ohh barusan berangkat mendadak. Padahal kita tanya di resepsionisnya bapak ada.

Ini mereka selalu menghindar-menghindar terus belum tahu ini gelar perkara ulang dengan novum baru mesti diapain. Apalagi dikaitkan dengan SP2 Lidik yang sudah mereka keluarkan. Kasus yang sudah dihentikan lidiknya.

Anda masih yakin kasus Anda akan mendapatkan keadilan hukum yang sejatinya?

Sementara saya masih optimis. Saya melihat dan meyakini karena seorang Jenderal seperti Ferdy Sambo saja bisa diseret ke pengadilan.

Saya yakin sekali bahwa negara kita ini kan masih ada hukum. Akhirnya yang tertinggi nanti, kita akan laporkan ke Pak Presiden Jokowi kalau Pak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang kita sangat cintai ini tidak bisa menangani kasus ini.

Kalau melihat anda sering dikecewakan oleh penegakan hukum di negeri ini, artinya anda masih punya harapan akan ada keadilan?

Saya yakin kok, masih ada aparat-aparat hukum yang masih punya hati Nurani. Cuma entah apakah mereka itu ditekan atau diintimidasi oleh atasan supaya jangan melakukan tindakan hukum yang benar dan sesuai harapan pencari keadilan.

Itu yang mungkin terjadi. Kita masih berharap bagi aparat hukum yang punya hati nurani ini satu saat akan balik ke rel nya lagi yaitu membela kebenaran.

Saya masih yakin ada aparat yang jujur dan adil. Kebetulan ada teman-teman yang dari Kepolisian bilang, seharusnya penanganan kasus penyelidikan nya sudah naik ke Penyelidikan, bukan dihentikan kasusnya. Karena sudah ada dua alat bukti dan keterangan tiga saksi ahli pidana.

Apa tanggapan Anda soal Hakim yang menyidangkan kasus Anda ditangkap KPK?

Bisa publik pahami sendiri faktanya.

Kenapa Anda mengganti lawyer Anda dengan Lawyer baru?

Alvin Liem kan ditahan, maka saya harus cepat-cepat ganti pengacara baru. Makanya saya harus memilih sosok pengacara yang tepat. Pengacara dalam kasus saya itu ya, nomor satu itu adalah yang harus berani karena melawan grup besar.

Yang kedua pengacara selain berani harus galak alias harus viral. Tidak gampang disogok atau disuap. Kamarudin Simanjuntak berkali-kali mau dibeli Sambo tapi dia tolak.

Ini alasan saya untuk saat ini dialah yang paling tepat. Untuk menggantikan Alvin yang saat ini sudah tak bisa melaksanakan fungsi pengacara karena ditahan oleh pihak kejaksaan. Ini semua karena situasi yang tak bisa dihindari. Tak ada pilihan lain.

Saya memilih Kamarudin dari saya melihat berita yang saya baca. Kami melakukan rapat keluarga dan memutuskan untuk memilih pak Kamarudin sebagai advokat kita. Kamarudin langsung terima. Beliau tahu saya dizolimi. Dan beliau yang tahu bahwa ini kasus yang kurang beres.

Beliaulah yang punya hati nurani ini bukan masalah uangnya. Tapi ini masalah tindak pidana yang tidak boleh dibiarkan. Yang mentang-mentang. Kemarin juga sudah disebutkan saat kita datang ke Bareskrim bikin laporan baru lagi.

Apakah kalau dengan kondisi begini ini berarti hukum tumpul ke atas tajam ke bawah. Jadi semua orang kaya bisa melakukan tindak pidana yang sama tanpa dihukum dan ini kan konsekuensinya bahaya sekali bagi bangsa ini.

Sebagai contoh kita bikin akte lahir palsu. Pake mesin sablon dimana-mana ada dan murah. Setelah itu kita sogok oknum birokrat yang mengurusi masalah akte. Juga bikin KTP aspal asli tapi palsu untuk jebolin bank wahh bisa gawat.

Pernah terpikirkan tidak di benak pikiran anda jika lawan anda akan menggunakan tameng orang tua untuk mencari pembenaran atas kasus akta kawin yang anda laporkan ke polisi

Tidak pernah terpikirkan. Tidak pernah menyangka durhaka atau sekejam itu. Kalau saya bilang itu lebih durhaka ya.

Kenapa saya merasa mereka menuduh orang tua. Karena ada alasan yang valid dari saya. Dari tiga terlapor dari Indra Widjaja, Frangky Widjaja hingga Mukhtar Widjaja, setelah saya verifikasi di Kantor Dinas Dukcapil Makassar instansi yang mengelola data-data kependudukan mereka. Dua dari tiga terlapor itu status kewarganegaraannya tidak ada di buku register. Diduga palsu akte lahirnya.

Yang ketiga dari terlapor yang namanya terdaftar di buku register Dukcapil Makassar, saya sudah dapat jawabannya adalah Mukhtar Widjaja. Jadi berarti apakah ketika mereka menuduh papa saya yang memberikan nafkah lahir kepada mereka waktu masih bayi. Ini Mukhtar saya kasih akte yang asli ya. Ini Indra saya kasih yang palsu ya.

Apakah anda sosok orang tua seperti itu. Saya percaya nggak pernah ada. Kita pakai logika. Ada nggak sih akte asli dan akte palsu. Jadi apa? Yang pasti palsu kan.

Nah sekarang yang jadi pertanyaan selanjutnya yang harus kita pikirkan, kenapa mereka melakukan itu? Mereka adalah orang-orang terpandang, kaya, terkemuka dan sukses kan?

Kenapa mereka melakukan tindak pidana pemalsuan. Tujuannya apa?

Anda Mencurigai Mereka Punya Tujuan Tertentu Diluar Kasus Melawan Anda

Jadi yang saya yakini bukan sekedar untuk melawan saya saat kasasi di MA memalsukan akta perkawinan dan akta lahir. Tapi kekhawatiran saya dokumen yang meragukan dan ilegal tersebut sudah digunakan untuk hal-hal yang lain.

Contohnya saya sebut. Bisa saja akta lahir yang sejatinya mereka ada, tapi sudah mereka gunakan untuk merubah status kewarganegaraan. Untuk melarikan harta-harta ini, aset-aset ini, untuk cuci duit, money laundreng alias melakukan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.

Sebagai contoh, saya nggak mau sebut hanya menjelekkan orang atau memfitnah, tapi saya punya buktinya ini semua perusahaan yang bapak saya dirikan.

Begitu bapaknya saya sudah tua, mereka pindahkan kantor pusat mereka ke negara-negara yang menerapkan tax heaven country, bahasa kerennya. Atau bahasa umumnya negara-negara yang jadi surga pengemplang pajak alias tidak bayar pajak.

Lebih spesifik dan detailnya mereka memang melakukan usaha di Indonesia. Contohnya pabrik minyak goreng Filma atau misalnya pabrik kertas. Otomatis pasti bayar pajak kepada pemerintah Indonesia atas pajak PPh badan alias perusahaan.

Terus setelah dipotong Pph badan kan otomatis, penghasilan ini sudah bersih kan? Net income artinya laba bersih setelah dipotong pajak. Ini kan mestinya kan dibagikan kepada pemegang saham?

Begitu dibagikan ke pemegang saham kalau menurut Undang-Undang di Indonesia maka kena Pph atas pajak pribadi atas deviden.

Tapi kalau pemilik perusahaan di Indonesia ini adalah perusahaan asing yang berkantor pusat diluar negeri, ini devidennya langsung bisa disetor atau ditransfer balik ke pemilik perusahaan tanpa dipotong oleh PPh deviden di Indonesia.

Karena yang punya bukan orang Indonesia. Jadi langsung ditransfer ke sana. Begitu ditransfer disana, itu pemilik perusahaan dari perusahaan asing di sana dengan enaknya lalu terima bersih atas penghasilan tanpa kena pajak PPH pribadi.

Jadi berapa banyak kerugian negara kita selama puluhan tahun atas pajak yang tidak dibayar oleh mereka. Deviden tidak kena pajak. Mereka sudah punya alibi, kalau warga negara asing nggak akan kena pajak. Maka mereka terimanya sebagai perusahaan asing dari negara yang bebas pajak.

Mereka sudah mengubah status kewarganegaraan. Mereka punya dua status kewarganegaraan. Kalau mereka berstatus sebagai warga negara asing karena sudah memindahkan perusahaan ke luar negeri, akte mereka harus distempel telah melepaskan sebagai warga negara republik Indonesia.

Maka akan ketahuan kita berarti you punya dua kewarganegaraan dong. Masuk akal nggak saya punya penjelasan.

Laporan anda sudah di SP2 oleh Bareskrim, Lantas Apalagi langkah hukum yang Anda Tempuh Saat ini untuk Memperjuangkan Kepentingan Hukum Anda

Saya membuat laporan pengaduan baru dengan pak Kamarudin Simanjuntak pada hari senin minggu lalu ke Bareskrim. LP tersebut berisi atas laporan polisi kepada ketiga terlapor yang kebetulan sama orangnya yang pernah saya laporkan atas tindak pidana pemalsuan akta kelahiran.

Ketiga terlapor sama yakni Indra Widjaja, Frangky Widjaja dan Mukhtar Widjaja atas kasus bahwa status WNI mereka tak sah. Mereka bukan lagi WNI tapi sudah menjadi Warga Negara Asing (WNA).

Lho kok bisa begitu? Kenapa mereka bukan Warga negara Indonesia tapi WNA.

Saya jawab iya, kita punya bukti saat melaporkan ke polisi. Kita tunjukkan semua bukti KTP dan Paspor dan kartu keluarga.

Kita berikan juga semua bukti-buktinya itu lengkap dengan copi-copinya kepada penyidik di SPKT. Kami laporkan bahwa dokumen mereka itu semuanya aspal. Asli tapi palsu.

Kenapa bisa aspal?

Karena mereka itu bukan Warga Negara Indonesia (WNI). Saya darimana tahunya. Mana buktinya? Saya jawab ada. Yaitu bukti yang dikeluarkan oleh Kemenkum HAM. Disebutkan bahwa ketiga terlapor itu tidak punya status sebagai Warga Negara Indonesia.

Jadi laporan saya berbeda sekali, tapi orang-orangnya sama semua yakni tiga terlapor. Saya sebagai pelapor mereka tiga terlapor. Nama yang juga kita laporkan pada tahun 2021 tapi isinya nggak sama.

Kalau waktu pada tahun 2021 yang saya laporkan adalah mereka memiliki akta otentik palsu. Akte lahir dengan bukti-bukti kuat yang saya dapatkan dari Dinas Dukcapil Makassar kalau mereka itu tidak terdaftar dan terlahir sebagai penduduk Makassar.

Apa Tanggapan Polisi Atas Laporan Baru Anda dengan Alat Bukti Baru

Kalau yang saya bikin laporan pada waktu minggu lalu adalah mereka bukan WNI. Otomatis mereka adalah Warga Negara Asing dengan bukti dari kantor Kemenkumham. Inipun sempat dihambat di SPKT. Pihak SPKT Bareskrim itu awalnya mau terima setelah diproses akan selesai ehh ditolak.

Alasan mereka laporannya ini sama dengan kasus yang sudah dihentikan. Sepertinya mereka sudah dapat perintah gitu lho. Jangan pernah atau tidak boleh menerima laporan dari Freddy Widjaja.

Ngamuklah Bapak kuasa hukum saya Kamarudin Simanjuntak. Akhirnya mereka takut. Akhirnya diterima juga. Orang buktinya lain, kasusnya lain, Cuma kebetulan pelapor dan terlapornya sama.

Ini benar-benar susah, sudah dihambat, ditolak dan macam-macam saya. Sampai teman-teman saya yang dikepolisian yang saya bilang tadi masih punya hati nurani, masih punya prinsip-prinsip kepolisian yang bener, mereka bilang tiap laporan harusnya diterima dong.

Semua pengaduan rakyat dan WNI harusnya diterima. Itu bagian dari pelayanan polisi kepada warga negara.

Masalah nanti di tengah-tengah itu tidak cukup bukti atau ternyata laporannya sama dengan yang sudah dihentikan kasusnya, itu silahkan bisa dihentikan lagi selama masih ada bukti kalau laporan saya memang kurang didukung alat bukti. Tapi saya membawa banyak dokumen alat bukti.

Jadi polisi itu tidak boleh menolak laporan dari masyarakat tentang adanya dugaan tindak pidana. Selama kesana kita membawa alat bukti yang cukup dan sesuai UU.

 

“Kita masih berharap bagi aparat hukum yang punya hati nurani ini satu saat akan balik ke rel nya lagi yaitu membela kebenaran.”

Tinggalkan Balasan