Mantan Komisaris Garuda Indonesia Buka-Bukaan Korupsi Di Maskapai GIA

Mantan Komisaris Garuda Indonesia Buka-Bukaan Korupsi Di Maskapai GIA
HARIANKAMI.com — Peter Gontha melalui akun Instagram resmi miliknya @petergontha kembali membahas nasib Garuda Indonesia Airways (GIA).

“Tahukah anda mengapa saya ‘dipecat’ dari Garuda? karena tidak sejalan dengan pikiran para pemimpinnya, sekarang kita menuai hasilnya,” tulisnya di akun Instagram pribadinya @petergontha, dikutip Kamis, 28 Oktober.

“Beberapa waktu lalu berdiskusi telponan dengan chief, excellency ambassador @PeterGontha lalu sekarang saya posting biar banditnya keluar,” cuitnya.

Peter F Gontha memang pada Agustus lalu dipecat dari jabatan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Dia mengaku disingkirkan dari maskapai penerbangan pelat merah itu karena sudah tidak sejalan dengan para petingginya.

Peter mengungkapkan informasi tersebut melalui Instagram miliknya @petergontha. Namun dia tak menyebutkan siapa para pemimpin yang dimaksud, entah di manajemen Garuda Indonesia itu sendiri atau bahkan di Kementerian BUMN.

Pencopotan Peter Gontha ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 13 Agustus 2021. Selain Peter, Garuda Indonesia juga mencopot Komisaris Utama Triawan Munaf, dua Komisaris Independen Yenny Wahid dan Elisa Lumbantoruan, dan Komisaris Peter Gontha.

Mantan Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Peter F. Gontha bersuara di media sosialnya, dari soal kru pilot harus membayar iuran Rp 500 ribu per bulan. Praktik tersebut sudah berjalan puluhan tahun.

“Taukah anda Logo ini (logo APG)? Setiap Awak Cockpit Garuda harus membayar iuran mulai dari Rp200.000 per bulan sampai Rp 500.000 perbulan,” kata pencinta jazz itu.

Peter Gontha mencuit, praktik tersebut sudah berlangsung selama puluhan tahun. Dia pun mempertanyakan berapa uang iuran yang telah terkumpul selama ini, dan dikemanakan uang tersebut.

Baca juga :  PROPAMI, AAEI, dan LSP PM: Mengokohkan Landasan Pasar Modal Melalui Wawasan Internasional

“Sudah selama berpuluh tahun, Hitung saja kalau pilot Garuda ada 1000 – 1500 orang. Berapa jumlahnya? Kemana uangnya? Sebaiknya di Audit,” tambahnya.

PFG juga mempertanyakan ke mana larinya uang selisih dari harga sewa pesawat Boeing 777 yang disewa Garuda Indonesia maskapai Penerbangan Nasional Indonesia.

Menurut Peter, biasanya harga sewa pesawat Boeing 777 adalah sebesar 750 ribu dolar AS per bulan. Namun, sejak pertama surat sewa pesawat diteken, biaya yang dikeluarkan Garuda adalah 1,4 juta dolar AS per bulan.

“Ini Boeing 777, harga sewa di pasar rata-rata 750 ribu dolar AS per bulan. Garuda mulai dari hari pertama bayar dua kali lipat? 1,4 juta dolar AS per bulan. Uangnya kemana sih waktu diteken? Pingin tahu aja?,” tulis Peter di akun Instagram pribadinya @petergontha, dikutip Kamis, 28 Oktober.

BACA JUGA: Facebook Berubah Nama, Berdampak Apa? 

Peter juga melakukan interaksi melalui kolom komentar dengan Triawan Munaf, yang sama-sama sebagai mantan Komisaris Garuda.

Ia meminta izin untuk buka-bukaan permasalahan yang terjadi di tubuh Garuda.

“Pagi Pak @triawanmunaf, Garuda mau dibangkrutkan, jadi enggak apa buka-bukaan aja kan! Saya ngarang ya pak?,” tulis Peter.

Triawan pun mempersilahkan Peter untuk melanjutkan keinginannya. Menurut dia, Peter merupakan sosok yang paling tahu mengenai permasalahan tersebut.

“Pak Peter yang dulu mengalami, Pak Peter yang paling pantas bersaksi,” balas Triawan

Seperti diketahui, Garuda memiliki total 142 pesawat, sebanyak 136 pesawat dengan status sewa dan 6 pesawat milik perseroan.

Terdiri dari jenis pesawat Boeing 777-300, Boeing 737-800, Boeing 737-8 Max, Airbus A330-200, Airbus A330-300, Airbus A330-900, CRJ1000 NextGen, dan ATR 72-600.

Baca juga :  Groundbreaking Pabrik Motor Listrik Sunra di Kawasan Ekonomi Khusus Kendal, Jawa Tengah

Khusus untuk Boeing 777-300ER Garuda Indonesia memiliki 10 unit pesawat. Adapun pesawat yang bisa menampung total hingga 314 penumpang ini, digunakan untuk rute jarak jauh.

BACA JUGA: Ini Panglima TNI mendatang, Klik

Boeing 777-300ER ini diklaim oleh Garuda dapat melaju hingga 930 kilometer per jam.

Tercatat, Garuda Indonesia menyewa dua dari 777-300ER-nya dari ALAFCO, dua dari Altavair, dan enam sisanya dari ICBC Leasing.

Namun, selama masa pandemi berkurang sehingga yang saat ini dioperasikan untuk mendukung opesional perusahaan ada pada kisaran 53 pesawat.

Peter mengungkapkan direksi tak ada yang mau mendengarkan masukkannya. Sejak saat itu Peter mengaku dimusuhi.

Dia juga menyebutkan untuk Boeing 777 harga sewa di pasaran rata-rata US$ 750 ribu per bulan. Tapi Garuda mulai dari hari pertama bayar dua kali lipat yaitu sekitar US$ 1,4 juta.

“Uangnya ke mana sih waktu diteken? Pengin tau aja,” jelasnya.

Selanjutnya Peter juga mengunggah pesawat CRJ yang dinilai salah beli dan mencapai 17 buah.

“Siapa sih yang suruh beli? Siapa sih brokernya? Sekarang nganggur dan dibalikin. Ruginya jutaan,” jelas dia.

Dalam postingannya beberapa waktu lalu, Peter mengungkapkan bahwa dirinya dipaksa untuk menyetujui penarikan dana Rp1 triliun dari total penyertaan modal negara bebera (PMN) yang dianggarkan Rp7 triliun.

Akhirnya, ia pun mengaku terpaksa menandatangani permintaan dana. Meksipun, dirinya menilai bahwa pengajuan suntikan dana itu sama saja seperti ‘membuang garam di laut’.

“Pada 27 Desember 2020, pada waktu saya tengah berlibur di Bali, saya dituduh memperlambat atau mempersulit pencairan uang PMN pada Garuda. Saya dipaksa menyetujui penarikan Rp1 triliun dari Rp7 triliun yang dijanjikan. Saya akhirnya tandatangan,” tuturnya.

Baca juga :  Sunra Produsen Motor Listrik China, Siap Berinvestasi di Jawa Tengah

Padahal, kata Peter, sejak Februari 2020, dia sudah pernah menyampaikan pendapat bahwa satu-satunya jalan untuk menyelesaikan persoalan di tubuh Garuda adalah bernegosiasi dengan para perusahaan sewa pesawat atau lessor asing.

Sebab, Peter menilai bahwa para lessor tersebut sudah semena-mena memberi kredit pada Garuda selama periode 2012 hingga 2016.

Namun, lanjut Peter, tidak ada yang menyetujui usulan yang diberikannya. Bahkan, ia mengaku dimusuhi oleh direksi Garuda terkait usulannya tersebut.

“Direktur tidak ada yang mau mendengar, data jejak digitalnya ada pada saya. Di situpun saya dimusuhi,” jelasnya.

BACA JUGA:  Lombok Yang Mati Suri, Mulai Bergerak?

Sampai akhirnya, Peter mengaku mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komisaris pada Februari 2021. Alasannya, dia tak ingin terus memperoleh penghasilan, tanpa memberi manfaat kepada perusahaan.

“Sekarang kita menuai hasilnya! Kasihan (pengusaha) Chairul Tanjung, orang yang jelas menaruh uang pribadinya (di Garuda Indonesia). SATU SATUNYA !!! Bukan orang yang ngatur2 uang Rakyat!” jelasnya.

Selain itu, Peter juga mengaku merasa terus dianggap bersikap terlalu keras. Sehingga hal ini menghambat kinerja perusahaan. Menurut dia, dengan pernyataannya di sosial media seperti ini akan makin membuat dirinya dibenci.

“Sekarang kita harus tanggung kebodohan-kebodohan itu. Dan tulisan ini akan menjadikan saya tambah dibenci di kalangan ‘Mereka’. Saya menulis status ini dengan tanggung jawab di saya yang sebesar-besarnya,” kata Peter Gontha.

Tinggalkan Balasan