MATRANEWS.id — Mengingatkan masa-masa silam, tepatnya 30 Desember 1990, dimana itu adalah hari yang sangat bersejarah bagi Ade Supandi dan Endah Esti Hartanti Ningsih.
Itulah, momentum kedua insan ini memulai lembaran hidup baru melalui biduk rumah tangga.
“Kami seperti penganten baru lagi sekarang,” ujar Laksamana (pur) Ade Supandi, bercanda, seusai meng-upload foto mesra dengan sang kekasih hati.
Tak berarti lepas dari suasana “hiruk-pikuk” apa yang terjadi di republik ini, tapi memang selepas dari “AL satu” Ade Supandi yang terus kuliah ini, akan menikmati kehidupan sipil saat ini
“Sekarang kan saya jadi wartawan,” ujar KSAL kedua dari Tanah Pasundan itu, sembari tersenyum penuh arti.
Sebagai Penasehat dari Asosiasi Media Digital Indonesia, Ade Supandi bergaul dengan pemilik dari media online, yang umumnya jurnalis.
Ade Supandi juga tetap berkarya untuk bangsa. Kerap berbagi ilmu dan pengalamannnya terkait kemaritiman.
“Pensiun itu retired. Retired itu beristirahat. Yang jelas, melanjutkan membina keluarga dulu. Dulu kan anggap lah anak kurang dijenguk, sekarang dijenguk. Begitu saja,” katanya.
Ade Supandi dan sang istri, seperti sedang mengingat kembali masa lalu. Jodoh rahasia Ilahi.
Dalam hal ini, kita tidak diperintahkan untuk memikirkan tentang takdir tersebut, tapi hanya diperintahkan untuk berusaha. Dan sebenarnya, berusaha atau tidak berusaha, jodoh sudah ditetapkan.
Semua cerita human interest dipaparkan dalam biography buku berjudul: “Kasal Kedua dari Tanah Pasundan”.
Dengan upaya yang benar dan niat yang bersih itulah, mengetahui rambu-rambu dalam bergaul dan berupaya memperbaiki diri, Ade Supandi belum mau memiliki pacar ketika masih duduk di bangku SMA.
Ia lebih memilih punya teman dan sahabat sebanyak mungkin. Tapi Tuhan mulai memperlihatkan calon jodohnya kepada Ade saat dirinya sudah menjadi “Kadet”, sebutan bagi seorang Taruna Akademi Angkatan Laut (AAL).
Siang itu, seorang Taruna AAL mampir ke sebuah warung kelontong di Pasar Batujajar, Bandung. Pemuda dengan postur tegap itu tengah mencari tali untuk sepatu PDL (Pakaian Dinas Lapangan)-nya. Perbincangan antara penjual dan pembeli berlangsung dalam tutur kata yang mengalir.
Tak disangka, “komunikasi tali sepatu” berlanjut menjadi kesan yang membekas tiada batas.
Kala itu, sang penjaga warung bercerita bahwa dirinya punya seorang adik yang juga menjadi Taruna AAL. Sehingga dalam berbagai kesempatan, sang ibu meminta tolong menitip surat untuk anaknya itu melalui Ade.
“Belum ada perasaan apa-apa. Waktu itu saya Taruna, saya melihat ibu penjaga warung punya putri. Cantik, tapi masih SD,” ujar Laksamana TNI Ade Supandi mengenang masa lalunya dengan mimik jenaka.
Nama gadis cilik itu adalah Endah Esti Hartanti Ningsih, biasa disapa Iin. Tak ada rasa apapun dalam benak Ade saat itu, hanya selayang pandang saja.
Seiring perjalanan waktu, gadis cilik ini mulai menapaki masa remaja. Iin menjadi gadis belia yang cantiknya tak bekurang hingga memasuki bangku kuliah. Hingga akhirnya terjadilah perkenalan tanpa sengaja antara Ade dan gadis ini.
Pun di saat itu, Ade belum menaruh hati, apalagi ingin menjadikannya sebagai pacar. “Hanya sekadar menambah sahabat, karena kami berdekatan kampung halaman,” ujarnya.
Benih cinta kedua insan ini justru baru tergugah ketika di Surabaya. Waktu itu, mereka berjumpa tak sengaja, tatkala Iin berlibur ke rumah pamannya di kota ini.
Waktu itu Ade sudah lulus Taruna AAL dan berpangkat Kapten. Ia baru mendarat dari berlayar menggunakan KRI Dewa Ruci. Di waktu senggang, Ade menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah paman Iin.
“Saya masih memanggilnya Om Ade. Kita makan, makanan favorit, rujak cingur, es jeruk. Karena belum ada perasaan apa-apa. Malah, ketika ditraktir saya minta nambah dua gelas air jeruk,” kata Endah Esti Hartanti Ningsih yang kini menjadi istri tercinta Ade Supandi.
Merasa nyaman, jalan dengan teman satu kampung, dua insan ini berboncengan menggunakan motor Suzuki GP 100 hasil dari kredit.
“Saya pikir, Om Ade genit, nih. Masak, kasih foto dirinya ditaruh di kotak korek api,” ujar Ibu Iin, tersenyum geli mengingat masa lalunya yang sulit untuk dilupakan.
Tapi siapa sangka, getar-getar cinta mulai bersemi saat sepanjang perjalanan bersama naik kereta dari Surabaya ke kampung halaman.
“Karena ngantuk, tanpa sadar saya tidur di bahunya,” ujar ibu KSAL ini mengenang masa lalu. Senyumnya berpendar menjadi tawa.
Laiknya anak muda yang kasmaran, hubungan mereka berlanjut surat-suratan. “Kalau bersurat, bisa 23 lembar, ada huruf arab dan haditsnya. Mas Ade senang menulis. Suratnya enggak gombal. Isinya banyak filosofinya,” ujar Ibu Iin.
Singkat cerita, mereka berjodoh dan akhirnya menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Batujajar, setelah sebelumnya Ade membelikan cicin pertunangan secara surprise.
Ada kisah menarik yang terjadi sebelum kedua insan ini menikah.
Suatu hari, saat kerkunjung ke Semarang, Jawa Tengah, Ade sempat dibuatkan sketsa wajah seorang wanita. Sketsa itu begitu mirip dengan wajah Iin yang sekarang menjadi istrinya. Namun sayang, lembar gambar sketsa itu Ade lupa menyimpannya dan belum ketemu sampai saat ini.
“Enggak apa-apa, yang penting sudah dapat aslinya,” canda Ade.
****
Membina Keluarga Sakinah
Uniknya, usai resmi menikah, suami istri ini tidak langsung satu rumah.
Loh? Ya karena saat itu, Iin masih kuliah semester VIII di Universitas Lampung (Unila). Untuk sementara mereka harus berpisah, Ade kembali ke Surabaya sedangkan Iin kembali ke Lampung untuk menyelesaikan kuliahnya yang tinggal tugas akhir.
Mereka lebih sering bertemu di Batujajar. Namun, sesekali Ade yang berkunjung ke Lampung. Hidup terpisah ini, berlangsung selama dua tahun.
Pada usia pernikahannya akhir tahun kedua, Ade dan Iin dikaruniai putri pertamanya pada tanggal 22 November 1991 yang kemudian diberi nama Anindita Rivy Larasati.
Setahun kemudian, setelah Iin menyelesaikan kuliahnya, Ade memboyong keluarganya ke Surabaya.
Seiring dengan penugasan dirinya di beberapa kapal di bawah Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) yang berbasis di Surabaya.
Pada 1994 atau dua tahun setelah Ade tinggal di Surabaya, lahirlah anak kedua pada tanggal 18 Januari Andaru Dimas Nugraha Vidianto.
Maka, lengkaplah sudah kebahagiaan Ade dan Iin. Mereka telah memiliki sepasang putra dan putri yang sehat.
Perjalanan waktu, Ade Supandi pun mantu. Anak pertamanya berkeluarga. Laras, panggilan Anindita Rivy Larasati menikah pada 4 Mei 2017 dengan Dimas.
Sedangkan putranya yang kedua, meneruskan jejak ayahnya menjadi seorang prajurit TNI AL dengan pangkat Letnan Dua.
Andaru Dhimas Nugraha Vidianto adalah lulusan AAL tahun 2016 seperti ayahnya Korps Pelaut. Dalam sebuah biduk rumah tangga, tak ada yang lebih membahagiakan, selain melihat buah hatinya tumbuh dan berkembang dengan baik.
Tentu saja, Ade sangat bersyukur dua buah hatinya yang sudah menginjak dewasa tumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang membanggakan.
Bagi Ade Supandi, kemandirian dalam berusaha dan berjuang untuk meraih kesuksesan adalah sebuah prinsip yang tidak bisa ditawar. Wajar saja, ia selalu memberikan kesempatan kepada dua buah hatinya untuk berjuang secara mandiri meraih suksesnya.
“Saya tidak mau anak-anakku menggantungkan atau berlindung dari kesuksesan bapaknya,” ujar pria yang selalu menekankan untuk selalu percaya pada kemampuan sendiri dan terus belajar.
Waktu Andaru diterima menjadi Taruna di Akademi Angkatan Laut (AAL), buktinya, juga jauh dari nepotisme.
Rupanya, dalam mendidik putra-putri, Ade selalu memberikan contoh kepada keluarga dengan cara learning by doing baik dalam keseharian, pendidikan agama, maupun pendidikan maupun militer.
”Saya saja sampai geregetan sebagai ibunya, ya mbok dibantu anaknya itu, tidak, tuh. Jawaban Bapak ‘kalau anaknya mampu pasti lulus’,” kata sang istri.
www.majalahmatra.com