Oleh Ratih Poeradisastra
Wajah Presiden Jokowi dapat dipastikan tampil pada banyak T-Shirt pada masa kampanye 2019 ini. T-Shirt adalah media komunikasi. Seragam T-Shirt warna khaki dan jeans dipilih Student Nonviolent Coordinating Committee untuk solidaritas mereka dengan para pekerja kulit hitam yang tertindas pada pertengahan 1960-an. T-Shirt bertuliskan ‘Iraq Cafe: A Great Place to Get Bombed’ atau ‘This Scud’s for You’ banyak dipakai kaum muda di berbagai negara selama Perang Teluk pada 1991.
Semua pesan bisa ditulis pada T-Shirt, seperti gerakan anti pedofil, anti korupsi, cinta lingkungan, cinta buku, cinta satwa, sampai aku cinta padamu. Humor dan gambar-gambar lucu juga bisa ditampilkan pada T-Shirt. Bagi yang narsis meski bukan aktris, bisa menampilkan wajah sendiri pada kaus oblongnya kalau mau .
“Anda bisa menulis, menggambar, membuat puisi, slogan, foto, dan sebagainya. Melalui T-Shirt Anda bisa menunjukkan siapa Anda. T-Shirt adalah busana anti status symbol,”kata desainer Giorgio Armani. T-Shirt menjadi busana yang unik karena penuh slogan, pesan-pesan, lukisan, dan guyonan, sehingga New York Institute of Technology mengadakan pameran dengan tema ‘Sejarah Politik T-Shirt’ di New York pada 1992.
Dalam buku ‘A White T’ karya Alice Harris disebutkan, pada awalnya T-Shirt katun dikenakan para petani Amerika di balik overall denim atau dikenakan sebagai pakaian dalam. Pada 1890-an kaus oblong yang biasa dikenakan sebagai pakaian dalam berubah menjadi pakaian luar.
Pada Perang Dunia Pertama T-Shirt semakin digemari karena praktis, mudah dikeringkan dan lebih nyaman dikenakan. Para perwira marinir AS diwajibkan mengenakan T-Shirt dengan nama mereka tercantum pada bagian dada. Kemudian Angkatan Laut Inggris menciptakan T-Shirt bermodel standar untuk Angkatan Laut mereka di seluruh dunia: T-Shirt lengan panjang untuk musim dingin dan lengan pendek untuk musim panas.
Ketika tentara Jepang menyerang Pearl Harbour yang menewaskan ribuan tentara Amerika dalam semalam, Angkatan Laut AS lalu mengirim seragam berupa kaus katun dengan nama masing-masing tentara tercantum di dada dan punggung.
Perang di Pasifik itu membuat T-Shirt popular sebagai pakaian luar. Itu karena busana itu mudah dicuci, bisa dipakai sebagai handuk, lap sepatu, sarung bantal, atau pembalut luka. Sekelompok Marinir AS di Kepulauan Solomon pernah diselamatkan pilot helikopter karena T-Shirt putih mereka dijadikan bendera sebagai tanda minta pertolongan.
Para tentara yang pulang dari perang membawa T-Shirt ke daerah asalnya sehingga kaus oblong itu menjadi populer. Film-film juga mempengaruhi popularitas busana tak berkerah ini.
Pada 1939 aktor Clark Gable memainkan film komedi romantis ‘It Happened One Night’. Dalam film itu Gable mengenakan kaos oblong putih. Pada 1950-an aktor James Dean mengenakan T-Shirt putih dan jaket dalam film ‘Rebel without a Cause’.
Film-film yang dibintangi Marlon Brando dan Paul Newman juga membuat T-Shirt lebih digemari. Ketika pada 1950-an Senator John F.Kennedy di Washington dan Jacqueline Onassis di New York mengenakan kaus oblong, citra T-Shirt ‘naik kelas’, dari busana petani miskin menjadi busana kalangan atas.
T-Shirt dipakai Michael Jackson dan kuli bangunan, anak-anak dan orang tua, pria dan wanita. Para desainer membuat busana yang nothing menjadi something. T-Shirt bergambar ‘God Save The Queen’ diciptakan desainer Vivienne Westwood untuk band The Sex Pistols. Desainer Karl Lagerfeld hanya menambahkan kata ‘Chanel’ di depan kaus oblong dan busana itu berhasil memberi keuntungan ribuan dollar pada butik Coco Chanel.
Begitu pula desainer Ralph Lauren yang mendesain T-Shirt dengan logo cowboy menunggang kuda dan desainer Jerman Jil Sander yang membuat T-Shirt dari bahan sutera. T-Shirt pun muncul di berbagai iklan busana kelas atas. Iklan jeans Guess menampilkan model seksi Claudia Schiffer yang mengenakan T-Shirt basah melekat di tubuhnya. Model Naomi Campbell juga berpose seksi dengan T-Shirt untuk iklan Gap. Pada 1980-an iklan-iklan Calvin Klein yang dibuat Bruce Weber menampilkan pria dan wanita dalam T-Shirt.
Pada 1953 DuPont membuat T-Shirt dari bahan polyester. Walt Disney dan Roy Rogers membuat T-Shirt sebagai sovenir pada 1959. T-Shirt yang pada awalnya hanya berwarna putih berubah menjadi bermacam-macam warna pada akhir 1960-an. Berbagai hiasan manik-manik, bulu, bunga-bunga, atau bordir membuat T-Shirt semakin fashionable, tidak sekedar busana katun sederhana.
Konser-konser musik pun dibarengai promosi dengan T-Shirt bergambar para pemusik, seperti T-Shirt untuk tour Led Zeppelin, Deep Purple, Pink Floyd, dan sebagainya. Pemusik heavy metal seperti Black Sabbath membuat T-Shirt bergambar tengkorak dan naga dengan huruf-huruf Gothic. Untuk musik rock pada umumnya dipilih kaus warna gelap.
Pada 1976 T-Shirt bergambar aktris seksi Farah Fawcett laku keras dan menghasilkan keuntungan delapan juta dollar bagi pembuatnya. Kaus oblong bertuliskan ‘Nuclear Free Pacific’ menghasilkan uang ribuan dollar pada sebuah malam dana. Di Indonesia T-Shirt bertuliskan dukungan kepada Presiden Jokowi untuk memimpin dua periode akan meramaikan negara kita.
baca juga: majalah MATRA cetak (print) edisi terbaru. Klik ini