MATRANEWS.id — LSB PWM DKI Jakarta Gelar Sandiwara Kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan”, Angkat Kisah Bapak Archipelago Ir. H. Djuanda
Dalam rangka memperingati Milad ke-122 Muhammadiyah, Lembaga Seni Budaya PWM DKI Jakarta mempersembahkan pementasan Sandiwara Kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan” pada Rabu, 26 November 2024, di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Event ini mengangkat kisah perjalanan hidup salah satu tokoh Muhammadiyah, Bapak Archipelago, Ir. H. Djuanda, yang juga dikenal sebagai Pahlawan Nasional dan Perdana Menteri Indonesia terakhir.
“Saya mengapresiasi pagelaran sandiwara kebangsaan yang diprakarsai oleh Lembaga Seni Budaya PWM DKI Jakarta yang mengangkat tentang perjuangan salah seorang tokoh Muhammadiyah yang juga Pahlawan Nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya,” ujar Ismeth Wibowo, cucu dari Ir. H. Djuanda.
Ismeth menyebut mengangkat tentang perjuangan salah seorang tokoh Muhammadiyah yang juga Pahlawan Nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah langkah yang sangat mulia.
“Semoga menginspirasi generasi muda dan kita semua,” jelas pria yang juga merupakan Komisaris PT Sunra Distributor Indonesia.
Hadir dalam pagelaran dicatas keluarga besar Ir. H. Djuanda, selain Ismeth Wibowo yaitu Ibu Noorwati Djuanda putri bungsu Ir. H. Djuanda dan para cucu lain seperti Iwanshah Wibisono mantan Kepala Biro Protokol Sekretariat Presiden, Andre Djuanda, Shahandra Hanitiyo, Sekretaris Utama Badan Karantina Indonesia, Yuanita, Farina, Alwin Adityo, Sancia, Shahna dan Hani.
Tampak ikut hadir Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, Dr. Akhmat Abubakar MM, Prof. Agus Suradika dan Imam Bumiayu. Juga turut hadir Steramita dan Perwakilan dari BCA pusat yaitu Ibu Hanum dan Ibu Endang.
Ratusan pelajar dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA, turut hadir menyaksikan pementasan ini. Hal ini menunjukkan betapa besar minat dan antusiasme generasi muda terhadap nilai-nilai kepahlawanan dan kebangsaan yang dihadirkan dalam drama ini.
Pementasan yang Mengharukan dan Memukau
Pementasan yang dibagi menjadi dua sesi ini (pukul 13:00-15:00 WIB untuk sesi pertama dan 19:30-21:15 WIB untuk sesi kedua) berlangsung dengan meriah.
Sesi siang hari dihadiri oleh pelajar-pelajar dari SD, SMP, dan SMA Muhammadiyah yang ada di wilayah DKI Jakarta, serta didampingi oleh para guru dan orang tua siswa. Para penonton tampak terhanyut dalam cerita dan sangat menikmati jalannya pementasan.
Dengan narator utama, Dr. Nurlina Rahman, Wakil LSB PWM DKI Jakarta, sandiwara ini mampu menghidupkan setiap bagian cerita dan mengajak penonton untuk merasakan perjuangan Djuanda yang luar biasa dalam memajukan Indonesia.
Proses penggarapan sandiwara dimulai dengan kunjungan silaturahmi ke kediaman keluarga Ir. H. Djuanda di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada 14 Juni 2024.
Dari pertemuan tersebut, keluarga Djuanda memberikan izin untuk mengangkat kisah perjuangan almarhum dalam bentuk drama.
Selain itu, penggalian informasi terkait sosok Djuanda juga dilakukan melalui buku-buku sejarah, film, video, dan berbagai literasi lainnya. Proses tersebut memakan waktu berbulan-bulan dan menghasilkan pementasan yang sangat spektakuler.
Perjuangan Djuanda: Dari Pendidikan hingga Deklarasi Djuanda
Ir. H. Djuanda memulai perjuangannya di dunia pendidikan Muhammadiyah pada 1934. Meskipun ditawari posisi menggiurkan sebagai asisten profesor dengan gaji besar di Technische Hoge School, Djuanda memilih untuk mengabdikan diri di Muhammadiyah demi mencerdaskan bangsa.
Saat Jepang menguasai Indonesia pada 1942, Djuanda tetap teguh berjuang melalui organisasi Muhammadiyah, dan pada 1945, ia memimpin pemuda Muhammadiyah merebut perkeretaapian di Jakarta.
Tindakannya mendapat apresiasi dari Ir. Soekarno, yang kemudian mengangkatnya sebagai Kepala Jawatan Perkeretaapian Indonesia dan Menteri Perhubungan pada tahun 1953.
Salah satu karya monumental Djuanda adalah Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, yang mengubah batas wilayah laut Indonesia dari 12 mil menjadi 200 mil. Deklarasi ini diakui oleh PBB pada 1982, dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan wilayah perairan laut terbesar di dunia.
Beliau wafat pada usia yang relatif muda 52 tahun pada tanggal 7 November 1963 dalam jabatan terakhir sebagai Menteri Pertama/ Jenderal TNI Tituler.
Prosesi pemakaman sejak dari Istana Merdeka Selatan dan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dengan Presiden Soekarno sebagai Inspektur Upacara
Karya Monumental Djuanda: Deklarasi Laut Indonesia
Ir. H. Djuanda dikenal sebagai arsitek Deklarasi Djuanda yang mengubah pandangan dunia terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan.
Deklarasi ini mengatur bahwa seluruh perairan yang menghubungkan pulau-pulau Indonesia adalah bagian dari wilayah yurisdiksi Republik Indonesia. Keberhasilan ini menegaskan kedudukan Indonesia sebagai negara maritim dengan wilayah laut yang sangat luas.
Ir. H. Djuanda mengabdikan dirinya dalam berbagai posisi penting, mulai dari Pejabat Presiden, Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, hingga Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) yang pertama.
Meski beliau wafat pada 7 November 1963, karya-karyanya, terutama Deklarasi Djuanda, tetap hidup dan menjadi simbol perjuangan tanpa henti dalam membangun bangsa dan negara.
Pementasan ini mengisahkan perjalanan hidup Djuanda, seorang kader Muhammadiyah yang berjuang tanpa pamrih, penuh idealisme, dan mengabdikan diri untuk memajukan bangsa.
Sandiwara kebangsaan “Sang Surya Di Atas Lautan” menjadi persembahan yang sangat bermakna, tidak hanya untuk mengenang perjuangan seorang pahlawan nasional, tetapi juga untuk meneruskan semangatnya kepada generasi penerus bangsa.