MATRANEWS.id — Viral di media sosial. Satgas BLBI gagal melakukan sita karena ada penolakan.
Dalam suasana pagi yang seharusnya tenang, rumah di Jalan Jeruk Utama2 Blok E.1 No 14-15, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat, mendadak menjadi pusat perhatian.
Puluhan polisi, jaksa, dan anggota Satgas BLBI mengepung tempat tersebut. Mereka datang bukan untuk sekadar bertamu, tetapi untuk menunaikan tugas negara—menyita aset yang diklaim terlibat dalam kasus BLBI.
Namun, Andri Tedjadharma, sosok yang dikenal sebagai bos Bank Centris, tidak tinggal diam. Ia menghadang di pintu rumah dengan penuh keyakinan, menatap lurus ke arah tim yang datang.
“Saya bukan obligor BLBI, KKNL dan Satgas BLBI tidak bisa menzolimi saya,” serunya lantang, menggetarkan hati siapa saja yang mendengarnya.
Di antara hiruk-pikuk itu, dua tokoh penting hadir memberikan dukungan. Mantan Ketua DPR RI, Marzuki Ali, dan pengamat ekonomi terkemuka, Faisal Basri, turut berbicara, mencoba memberi pengertian kepada tim Satgas BLBI.
Mereka menjelaskan bahwa Andri Tedjadharma tidak memiliki satu rupiah pun utang BLBI kepada Bank Indonesia. Tampak juga pendeta Heski Roring yang merupakan Penasehat DPP Gerindra hadir bersama beberapa relawan Prabowo Sahabat Rakyat.
Andri yang menjadi korban kasus BLBI tidak berdaya namun terus berupaya. Dengan penuh emosi, ia menyatakan bahwa dirinya telah menyerahkan promes nasabah sebesar Rp 492 miliar serta jaminan seluas 452 hektar kepada Bank Indonesia.
“Saya akan tetap mempertahankan hak-hak saya. Saya tidak memiliki utang BLBI, kenapa harta saya disita? Padahal rumah istri saya ini tidak saya jaminkan ke Bank Indonesia,” ucapnya dengan suara yang gemetar namun tegas.
Di balik semua ini, Andri merasakan adanya ketidakadilan yang mendalam.
Ia menuding bahwa tindakan penyitaan ini didasarkan pada keputusan MA yang tidak terdaftar, sebuah keputusan yang baginya adalah bukti ketidakberesan dalam sistem.
“Mereka dzolim karena melakukan penyitaan terhadap semua harta saya dan keluarga saya dengan menggunakan keputusan MA yang tidak terdaftar di MA,” tambahnya dengan getir.
Dalam narasinya, Andri juga mengungkapkan kejanggalan di dalam tubuh Bank Indonesia sendiri, menyebutkan adanya dana talangan yang tidak diberikan secara transparan.
Pria bertubuh langsing ini mempertanyakan keberadaan dua rekening atas nama PT Centris di Bank Indonesia, yang dianggapnya tidak lazim dan penuh dengan kecurigaan.
Oknum otoritas keuangan juga disebut-sebut telah membuat rekening rekayasa untuk menampung dana. Rekening Bank Centris beda nomor dan beda nama.
Rekening yang asli Bank Centris Internasional Nomor 523.551.0016. Sedangkan yang nomor Rekayasa Centris Internasional Bank dengan nomor 523.551.000
“Jadi ini dua entitas yang sungguh berbeda, sehingga waktu BI membuat perjanjian dengan BPPN isinya adalah Centris Internasional Bank (CIB) bukan Bank Centris Internasional (BCI),” ujar Andri.
Lebih jauh lagi, Andri menyoroti bahwa Akte No. 39, yang digunakan oleh BPPN untuk menggugat Bank Centris Internasional, cacat hukum dan tidak sah.
Ia menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2022 tidak berlaku surut bagi dirinya, sehingga penyitaan aset-aset lainnya tidak dapat dibenarkan.
Kasus ini, yang telah menjadi duri dalam daging sistem hukum dan keuangan Indonesia, semakin rumit dan membingungkan.
Di satu sisi, Satgas BLBI terus menjalankan tugasnya untuk menuntaskan sengketa yang sudah berlarut-larut.
Di sisi lain, Andri Tedjadharma, seorang pria yang merasa dianiaya oleh sistem, tetap teguh mempertahankan haknya.
Ia berdiri di tengah badai, melawan arus yang kuat, dengan satu tujuan—menegakkan keadilan yang ia yakini.
Polisi bertindak humanis usai membaca laporan utama majalah MATRA kasus BLBI