MATRANEWS.ID – Istilah “pelihara kambing, jangan beli kambing” belakangan ini mencuri perhatian di berbagai percakapan sehari-hari, khususnya di media sosial.
Ungkapan ini cukup nyeleneh, namun di balik kesannya yang menggelitik, ada fenomena sosial yang bikin banyak orang angkat alis.
Frasa ini, secara gamblang, merujuk pada perilaku pria yang sudah menikah tetapi memilih terlibat dengan wanita lain tanpa komitmen resmi.
Secara kiasan, “kambing” mewakili sosok wanita lain yang “dipelihara” di luar hubungan sah, sedangkan “beli kambing” menggambarkan proses menjalin komitmen, seperti pernikahan.
Meski praktik ini bukan hal baru, di era digital, perilaku semacam ini makin sering muncul ke permukaan.
Perselingkuhan atau hubungan gelap, yang dulu mungkin susah diendus, kini lebih mudah dilakukan berkat bantuan teknologi.
1. Tren Istilah “Pelihara Kambing” di Era Digital
Di Twitter, Instagram, dan berbagai forum, ungkapan “pelihara kambing, jangan beli kambing” sering digunakan untuk menyindir para pria yang ketahuan bermain api.
Meski konteksnya terkadang bercanda, ini mencerminkan kenyataan yang ada di masyarakat.
Data dari Indonesia Survey Institute (2022) mengungkapkan bahwa sekitar 30% pasangan menikah di Indonesia pernah mengalami perselingkuhan, baik secara fisik maupun emosional.
Fenomena ini kerap dianggap tabu, tapi kenyataannya menjadi salah satu alasan utama perceraian di berbagai negara, termasuk Indonesia.
2. Teknologi Mempermudah Hubungan Gelap
Di zaman sekarang, teknologi makin canggih, dan aplikasi seperti WhatsApp atau Instagram jadi senjata utama para pria “pemelihara kambing.” Survei dari We Are Social (2023) bahkan menyebutkan, 64% orang Indonesia menggunakan media sosial untuk komunikasi personal, termasuk hubungan rahasia.
Dalam hitungan detik, obrolan yang tersembunyi bisa terjadi tanpa perlu ketahuan pasangan resmi.
Media sosial memang bisa jadi alat yang menakutkan bagi mereka yang ingin berselingkuh.
Seorang pria bisa menjalani kehidupan ganda dengan begitu mulus; di satu sisi tampil sebagai suami teladan, sementara di sisi lain sibuk “memelihara” hubungan yang tak resmi.
3. Alasan di Balik Fenomena Ini
Apa yang bikin seorang pria memilih “memelihara kambing” ketimbang menjaga kesetiaan pada satu pasangan?
Menurut riset University of Psychology and Behavioral Sciences (2021), alasan utamanya sering kali karena kurangnya kepuasan emosional atau fisik dalam pernikahan.
Monotonnya kehidupan rumah tangga bisa jadi pemicu pria mencari kesenangan di luar, demi menghidupkan kembali gairah yang pudar.
Budaya lokal juga berperan. Di beberapa daerah di Indonesia, perselingkuhan kadang dianggap sebagai bagian dari “hak istimewa” pria.
Bahkan, survei dari LIPI (2020) mengungkapkan bahwa 25% pria di Indonesia merasa memiliki “wanita simpanan” bukanlah kesalahan, selama mereka tetap bertanggung jawab pada keluarganya.
4. Dampak untuk Pernikahan
Meski mungkin terlihat sebagai jalan keluar untuk pria yang merasa terjebak dalam pernikahan, perilaku “pelihara kambing” jelas membawa dampak negatif.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2022) mencatat bahwa 34% kasus perceraian di Indonesia disebabkan oleh perselingkuhan.
Bagi para istri yang mengetahui perselingkuhan suaminya, rasa dikhianati bisa berdampak besar pada kesehatan mental dan emosional mereka.
Kasus perselingkuhan kerap kali tidak hanya berujung pada perceraian, tapi juga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), terutama saat kepercayaan dalam hubungan sudah hancur.
5. Peran Media dan Budaya Populer
Istilah “pelihara kambing” makin populer berkat seringnya muncul di berbagai media.
Sinetron, film, bahkan acara stand-up comedy, seringkali menjadikan cerita tentang pria yang memiliki wanita simpanan sebagai bahan candaan.
Meski hal ini mungkin membuat masyarakat lebih peka, beberapa pengamat budaya berpendapat bahwa media juga bisa memberikan normalisasi terhadap perilaku ini.
Bukannya mengecam, media sering kali justru menempatkan perselingkuhan dalam konteks hiburan, seolah-olah itu hal yang biasa.
6. Apa Solusinya?
Komunikasi yang terbuka adalah kunci mencegah fenomena ini.
Gottman Institute (2021) menekankan, pasangan yang rutin berbicara tentang kebutuhan emosional dan fisik mereka cenderung lebih jarang terlibat dalam perselingkuhan.
Ketika ada masalah dalam pernikahan, mencari bantuan profesional seperti konselor juga bisa jadi solusi untuk mencegah keretakan hubungan.
Selain itu, pendidikan tentang kesetiaan dalam hubungan pernikahan harus terus disosialisasikan.
Dalam dunia yang makin digital, godaan untuk berselingkuh mungkin besar, tapi penting bagi pasangan untuk memperkuat komitmen agar hubungan tetap langgeng.
Istilah “pelihara kambing, jangan beli kambing” adalah cerminan dari realitas sosial yang berkembang di masyarakat kita.
Meski sering kali dianggap sebagai lelucon, fenomena ini berdampak serius pada kesehatan mental, emosional, dan kelangsungan hubungan pernikahan.
Di era digital ini, godaan untuk menjalin hubungan gelap makin besar, namun penting bagi setiap pasangan untuk saling terbuka, berkomunikasi, dan terus memperkuat komitmen agar tetap harmonis dan jauh dari ancaman perpecahan.