Temulawas 6, Silaturahmi Fotogfafer & Model Lawas

Temulawas 6, Silaturahmi Fotogfafer & Model Lawas
foto: istimewa (dok IPPA)

Kelihatannya saja kumpul serius, tapi sesungguhnya hanya rasa bersyukur masih bisa menikmati sehat di tahun 2018.

MATRANEWS.id — Berbeda dengan rapat organisasi IPPA (Indonesia Professional Photografer Association) sebuah perkumpulan fotografer yang berkapabilitas dan berintegritas secara professional. IPPA menjadi semacam payung, profesi fotografer (jurufoto’ ahli foto) di Indonesia.

Sebagai sebuah perkumpulan fotografer yang berkapabilitas dan berintegritas secara professional, IPPA terus melakukan langkah-langkah yang diakui oleh masyarakat khususnya pengguna jasa mereka.

Acara ini, “ngumpulin” fotografer atau jurufoto tanpa diskusi elemen pencahayaan, mengatur ketajaman gambar, atau menentukan sudut pengambilan. Juga tak bicara menentukan latar depan-belakang, atau menentukan komposisi pemotretan, serta mengidentifikasi arah, karakter dan warna cahaya.

Obrolan lebih kepada networking. Terlepas dari bincang organisasi serius.

Kegiatan di Pecel Ramijan, 16 Desember 2018, kemarin lebih kepada berkangen-kangenan saja.

Di era fotografer yang terus mendapat berbagai tantangan akibat perubahan baik peralatan tehnis fotografi maupun peredaran hasil foto. Dimana perubahan sistim analog menjadi digital, memang menjadikan para jurufoto harus bermetamorfosi di zaman digital.

Kelihatannya saja kumpul serius, tapi sesungguhnya hanya rasa bersyukur masih bisa menikmati sehat di tahun 2018.

Obrolan para fotografer lawas tak membahas soal perlindungan hak cipta di era digital juga workshop-workshop foto.

Hanya cerita-cerita santai, dimana para fotografer terus eksis, selain filosofi profesionalisme.

Baca juga :  Salmonchain, BlockChain Berbasis Smart Contract Diluncurkan

Darwis Triadi, sebagai Pembina IPPA malah seru memberi kesaksian ketika dirinya di-bully di medsos, ketika menampilkan foto-foto Jokowi.

“Situasinya semua dikaitkan politik, padahal saya hanya memotret dalam kapasitas seni fotografi,” ujar Darwis sambil geleng-geleng kepala.

“Maaf belum bisa hadir, masih ngamen,” ujar seorang fotografer di grup IPPA, menyebut sedang ada order foto dengan istilah mengamen semacam pemusik. Sementara jurufoto yang lain menyahut sedang ke luar kota ada kondangan, tapi berharap bisa hadir dalam pertemuan berikut.

Keep calm dan silaturahmi. Cheers,” ujar Hendra Lubis, koordinator silaturahmi fotografer & model lawas, temulawas ke enam. Acara pemotret, dimana sebutan fotogfarer tak bisa semua orang menyandangnya.

Romantika Kejayaan Kamera Analog

Memuat narasi sosial-budaya pada masanya. Fotografer yang kini berusia 50 tahun ke atas ini bincang seru, soal dalam satu gulungan film, teknik cetak foto analog yang memakan waktu dan ongkos.

Ada periode, kamera analog, soal afdruk kilat dan kamar gelap. Klise diproses dan sang fotogfafer musti berhitung: seberapa penting objek hingga layak dipotret; kapan waktu yang tepat; sudut pengambilan gambar; dan seterusnya. Perenungan untuk fenomena adu cepat media menyajikan informasi

Terbalik dengan zaman ini yang sudah gampang sekali mendapat jabatan fotografer, bahkan motret bisa dengan handphone saja. Cekrek, cekrek, cekrek.

Fotografer tak lagi butuh klise untuk merekam objek. Gambar dari kamera dengan mudah disalin ke komputer–dengan atau tanpa kabel. Pencetakannya pun dilakukan dengan mesin cetak kekinian (printer).

Baca juga :  Kenapa Perempuan Lebih Sering ‘Ngode’? Ini Analisis Berdasarkan Data dan Survei Terbaru!

Acara The Golden Age Generation sudah berlangsung. Lumayan banyak juga yang hadir.

Namanya fotografer, ya acara utamanya foto-foto. Tuta, fotografer profesional papan atas meninggalkan teknologi analog, ia pun memakai teknologi kekinian. Laiknya generasi milenial, men-shoot dengan teknologi vlog juga. Serulah pokoknya.

#S.S Budi Rahardjo

baca juga: Majalah MATRA edisi cetak terbaru — klik ini

Klik juga: PORTALNYA ANAK MUDA

Tinggalkan Balasan