MATRANEWS.id — Banyak yang kemudian bertanya, Netizen itu apa? Rakyat atau bukan.
Anda dan saya adalah netizen, karena memakai internet. Sebagai rakyat atau warga, penduduk, netizen adalah pengguna Internet, atau juga disebut-sebut sebagai penghuni yang aktif terlibat di komunitas online di Internet.
Kerajaan Netizen besar. Aktifitas itu bisa bermacam-macam jenisnya, dari yang sekadar ngobrol dan seneng-seneng sampai aktivisme yang menuntut perubahan di dunia maya atau bahkan dunia maya.
Semua orang sebagai warga senegara Anda. Secara fisik mungkin anda sedang hidup di satu negara, tapi Anda sedang berhubungan dengan sebagian besar dunia melalui jaringan komputer global.
Secara virtual, Anda hidup bersebelahan dengan setiap Netizen di seluruh dunia.
Netizen juga manusia. Mereka berkomunikasi, mencari dan berbagi hiburan dan Informasi apapun, dan berbagai macam aktiftas lainnya yang juga ada di dunia nyata.
Bebasnya dunia maya juga memberi keleluasaan bagi penduduk di dalamnya untuk menyuarakan pendapat dan idenya.
Banyak sekali fasilitas-fasilitas di ‘negara’ yang bernama Internet ini untuk memudahkan warganya berpendapat dan bereskpresi secara bebas.
Ada banyak media seperti sosial media, blog, situs sharing video, dan tempat sharing lainnya yang bisa digunakan oleh para Netizen. Kabar-kabar viral pun juga berkat peran para Netizen.
Oleh karena itu para Netizen ingin tetap menjaga kebebasan dan keterbukaan yang ada di Internet. Itulah sebabnya kenapa ketika pemerintah ingin meregulasi dan mengatur Internet, Netizen dengan keras menentang dan menolak rencana itu.
Jika ada wakil rakyat, “lagu-lagu rakyat” atau “teater rakyat”.
Ada Dewan yang mengaku dirinya mewakili rakyat itu, dalam praktiknya hanya mewakili partai. Jika dikatakan “untuk kepentingan rakyat”, pada dasarnya yang dimaksudkan adalah “untuk kepentingan suatu golongan” atau “untuk kepentingan orang-orang tertentu”.
Bedanya Wakil Rakyat & Wakil Netizen
Maka wakil netizen ini berfungsi menerangkan arti kata dalam makna yang sebenarnya, apa yang terbanyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hubungan ini, barangkali layak kalau kita menyebut “batas kesabaran netizen”. Karena, batas kesabaran itu memang ada. Cuma, kita juga tidak tahu parameter apa yang harus kita gunakan untuk mengukur “batas kesabaran netizen” itu.
Apakah netizen memang telah berupaya keras menekan ketidaksabarannya, atau netizen memang tidak merasa tidak sabar. Kita benar-benar tidak tahu. Yang kita tahu pasti hanyalah ketidakadilan, kezaliman, dan KKN masih tetap berlangsung dengan aman.
Ini mungkin menimbulkan kemarahan netizen , kemarahan dalam batas tertentu dan masih dapat dikekang.
Alangkah dalam makna “netizen” ketika ia berkata: Netizen ialah suara kecapi di pegunungan jelita// suara kecak di muka pura//suara tifa di hutan kebun pala.