Budaya  

Tutur Puan: Menyelamatkan Kesenian Tradisional Yang Nyaris Punah dan Angkat Harapan Anak Berkebutuhan Khusus

MITRA SENI INDONESIA GELAR PAGELARAN TUTUR PUAN, AJANG KREATIVITAS TARI DAN MUSIK

MATRANEWS.id “Tutur Puan” Siap Bikin Jakarta Meledak: Christine Hakim, Marini, Happy Salma, Hingga Tokoh Perempuan Legendaris Turun Gunung Demi Misi Mulia!

Akan ada malam di mana Jakarta berhenti sejenak. Lampu-lampu kota akan terasa merunduk memberi hormat.

Dan di tengah gemerlap itu, The Ballroom Djakarta Theater pada 13 Agustus 2025 akan menjadi saksi ledakan seni, budaya, dan kepedulian yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Nama acaranya: “Tutur Puan”

Bunyinya lembut, tapi dampaknya dijanjikan akan menggetarkan hati ribuan pasang mata.

Ini bukan sekadar pertunjukan musik dan tari—ini adalah panggilan jiwa untuk menyelamatkan kesenian tradisional yang nyaris punah, membesarkan harapan anak-anak berkebutuhan khusus, dan menghidupkan kembali roh seni panggung Indonesia.

Barisan Bintang Lintas Generasi, Turun Gunung untuk Satu Panggung

Dipimpin oleh Creative Director Happy Salma, panggung ini akan dibanjiri energi bintang yang tak main-main:

-Christine Hakim – sang legenda hidup yang suaranya saja bisa membuat seisi ruangan terdiam.

Tampil juga Marini – diva yang memadukan keanggunan dan kekuatan.

-Shelomita, Marcella Zalianty, Olga Lydia, Widhi Mulia, dan Tika Bisono – deretan nama yang selama ini kita kenal lewat karya-karya besar mereka.

Mereka tidak hanya tampil. Mereka akan bertutur—dengan suara, gerak, nada, dan cahaya—menghidupkan enam babak perjalanan perempuan Indonesia dari masa ke masa.

Para Puan Terhormat, Simbol Kekuatan & Inspirasi

Bukan hanya para artis, “Tutur Puan” juga akan menghadirkan tokoh perempuan berkelas dunia yang jarang sekali muncul di satu panggung yang sama:

Mari Elka Pangestu – ekonom dan mantan Menteri Perdagangan yang membawa nama Indonesia ke panggung internasional.

Nungki Kusumastuti – ikon tari yang mengangkat kebudayaan Indonesia ke level global.

Maria Dharmaningsih dari Indonesian Dance Festival – pejuang panggung tari kontemporer.

Kehadiran mereka membuat “Tutur Puan” bukan sekadar pertunjukan, melainkan pertemuan para puan paling berpengaruh di Indonesia.

Dapat Dukungan Menteri, Jadi Sorotan Nasional

Bahkan sebelum tirai dibuka, acara ini sudah menggetarkan dua kementerian.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan dukungan penuh, menyebut pagelaran ini sebagai bukti ketahanan budaya di tengah gempuran zaman.

Menteri Perdagangan Dr. Budi Santoso menggarisbawahi hubungan erat antara seni dan perdagangan, mengingat lebih dari 60% UMKM di Indonesia digerakkan oleh perempuan.

“Seni adalah jembatan nilai. Perdagangan adalah penggerak daya saing. Di ‘Tutur Puan’, keduanya bertemu,” ujar Budi dalam sambutan tertulisnya.

Enam Babak, Satu Kisah Perempuan Indonesia

Disutradarai MN Qomaruddin dan ditulis oleh Felix K. Nesi, “Tutur Puan” akan membawa penonton dalam perjalanan lintas waktu: dari perempuan yang menjaga api tradisi di desa terpencil, hingga mereka yang memimpin di panggung global.

Semua ini bukan sekadar tontonan. Semua ini bertujuan.

Hasil dari pagelaran akan disalurkan ke berbagai sanggar dan komunitas seni, seperti Sanggar Pendalangan Muda Swara Katresnan, Ketoprak Tobong Kelana Bakti Budaya, Sanggar Gones, Lokoat Kujawas, Kelompok Tenun Ikat Tana Li, Sanggar Tari Lang Lang Jagat, TK Paud Desa Moni-Flores, dan Sanggar Tari Bali Pradnya Swari.

MSI, 18 Tahun Menghidupkan Seni

Mitra Seni Indonesia (MSI), sang penyelenggara, tahun ini merayakan usia ke-18. Bukan hanya wadah pencinta seni, MSI adalah penjaga api tradisi.

Dari menyelamatkan Ketoprak Tobong Yogyakarta ke layar lebar, menjaga warisan Makyong Riau, hingga mengubah Desa Pelukis Jelekong menjadi destinasi wisata seni—jejak MSI membuktikan bahwa dedikasi bisa mengubah nasib.

Ketua Umum MSI, Sari Ramdani, menegaskan:

“Kami ingin seni dan budaya terus hidup, berkembang, dan menginspirasi. Tutur Puan adalah bukti bahwa seni bisa menjadi penggerak perubahan sosial.”

Jakarta, Bersiaplah

Pada malam itu, lampu panggung akan menyala. Musik akan mengalun. Gerak tari akan membelah ruang.

Dan para puan akan bertutur—bukan dengan kata-kata, tapi dengan energi yang akan tersimpan di hati setiap penonton.

Jakarta mungkin pernah punya ribuan acara seni. Tapi untuk “Tutur Puan”, satu hal sudah pasti: Ini bukan sekadar pertunjukan. Ini adalah sejarah yang sedang ditulis.