Menjadi Saksi Kehidupan, Perbedaan & Persamaan Yang Selalu Berdampingan
MATRANEWS.id — Tak jauh di seberang sana. Sepertinya, banyak yang ingin dipahami, terlepas dari anak jaman now atau bukan. Perubahan sedang terjadi.
Dan itu, begitu cepat rasanya.
Mahaguru kehidupan diam mengajarkan kita, menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.
Raga terpisah samudera, hanya hati saling menyentuh. Alas-alas dunia tersingkap.
Kuncinya, kita harus selalu terinspirasi untuk berbuat yang lebih baik demi masa depan.
Kita semua diberi tugas mewarnai dunia, tak hanya sebatas di Pulau Dewata tapi pelosok bumi ini. Memperkaya daya ilmiah, melengkapinya dengan tindakan yang mendorong orang mempertajam kreativitas.
Sesungguhnya, kita dikejar banyak hal. Kadang, terasa mendesak, sehingga kita butuh asisten di sekeliling untuk melengkapi.
Jiwa kita, telah membangunkan fajar. Bahwa kecepatan cahaya telah menembus ruang dan waktu.
Kita senantiasa terinspirasi untuk berbuat yang lebih baik demi masa depan. Demi tercapainya puncak kebahagiaan. Itu sebabnya, kita selalu membutuhkan masukan-masukan. Pasti lebih mudah jika memahami tujuan akhirnya, dimana titik berdirinya.
Kita perlu menyerap hukum alam, sebagai yang utama. Menjadi saksi kehidupan, agar bila kita disebut sang empunya mandat, yang ditugasi bekerja untuk mewarnai dunia, kita menjalankan kehidupan dan mengisinya sebagai tugas mulia.
Yang harus dilakukan dengan sabar, tekun, tabah, dan mampu memahami serta menghargai orang lain.
Pada dasarnya, setiap orang harus jujur dengan diri sendiri, gemar menyatakan dan mengungkap apa yang dirasa dengan seketika. Hati nurani kuncinya.
Itulah ihwal kita mengenal sosok atau lingkungan dengan 24 jam sehari. Maka, tatkala perbedaan dalam persamaan, atau sebaliknya menjadi “teather” yang dimainkan orang-orang itu. Seolah, kebenaran itu sampai ke awan-awan.
Titahkanlah kasih setia dan perbedaan itu tetap ada. Kenapa perbedaan begitu sangat penting?
Ya, karena kita perlu hal-hal baik. Ajaran-ajaran untuk berbuat kebaikan, selalu mengundang senyum.
Kita hidup di dunia ini, tentu dengan banyak sekali perbedaan yang ada di sekeliling kita. Politisasi agama dilakukan, hanyalah demi segumpal kepentingan sesaat. Semacam egosentrisme dan egoism yang naïf.
Hal inilah yang disebut demokrasi menemui jalan buntu. Mementingkan kepentingan pribadinya, sebagai sarana untuk memicu konflik antar sesama manusia.
Tidaklah mengherankan, perbendaharaan dari kata demokrasi, menjadi sulit dipahami. Karena demokrasi tidak hanya berkaitan dengan tujuan sebuah ketetapan yang dihasilkan oleh suatu pemerintahan, tetapi juga berkaitan dengan seluruh proses dalam membuat ketetapan itu sendiri.
Kita selalu membutuhkan masukan-masukan, karena perbedaan merupakan instrumen untuk menguji kualitas keadilan.
Mengedepankan keadilan, berdampingan dengan paham, ajaran ataupun doktrin yang memaksakan untuk tidak mentolerir perbedaan. Jika Anda membenci perbedaan, Anda sejatinya membenci seluruh manusia. Karena semua manusia diciptakan berbeda, tak ada yang sama bahkan anak kembar.
Antar sesama manusia satu sama lain pasti saling memiliki perbedaan, entah berbeda keyakinan, berbeda sifat atau yang lainya. Tidak terkecuali saudara kembar yang otentik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaan.
Ini semua karena kuasa Tuhan yang dapat menjadikan manusia memiliki segala perbedaan yang ada.
Sebaliknya. Mereka yang dapat menerima persamaan, belum tentu dapat menjunjung perbedaan, tapi mereka yang mendukung perbedaan, dipastikan dapat hidup dengan perbedaan itu sendiri.
Setiap persamaan memiliki perbedaan. Dan setiap perbedaan pun akan mengandung persamaan. Sehingga selayaknya perbedaan dan persamaan saling melengkapi.
Tanpa perbedaan, tidak akan pernah dikenal persamaan.
Mereka yang tidak mau mengenal dan menghargai perbedaan, akan sulit memaknai persamaan. Dan sesungguhnya, persatuan serta kesatuan itu hanya diperuntukan bagi mereka yang dapat menerima perbedaan.
Bila tuts piano tidak berwarna hitam putih, pasti tidak akan terdengar musik yang mengalun indah darinya. Bila lukisan itu hanya satu warna pasti akan kurang menarik, atau bila lagu tidak memiliki nada yang berbeda pasti akan terasa hambar di telinga.
Ya, jika alam ini hanya memiliki satu warna, tentu kita tidak akan pernah mengenal arti keindahan, dan bila rasa itu hanya satu, pastinya kita takkan pernah merasakan nikmat itu apa.
Contoh paling ekstrim, soal cinta. Apa jadinya, jika semua manusia dilahirkan dengan bentuk dan rupa yang sama, tentu kita tidak akan pernah merasakan indahnya cinta.
Jangan pernah berharap bahwa orang lain akan menjadi serupa dengan kita. Dengan demikian, maka kita akan melihat bahwa banyak hal yang menjadi persamaan antara kita dengan orang-orang yang berbeda tersebut.
Gimana, ada pendapat lain?
klik juga: majalah matra terbaru — klik ini