MATRANEWS.id — Ramai diperbincangkan, masa efektif vaksin yang menurun setelah enam bulan suntikan kedua.
Riset tersebut menunjukkan antibodi yang dihasilkan dari penyuntikan dua dosis vaksin Covid-19 Sinovac akan menurun setelah enam bulan.
Kemudian muncul, istilah vaksin booster.
Apakah itu? Vaksin booster bisa juga disebut vaksin COVID-19 dosis ketiga.
Vaksin ini dianggap penting untuk meningkatkan antibodi secara penuh agar terhindar dari virus COVID-19.
BACA JUGA: Sudahkah Anda Bersyukur Hari ini, Klik ini
Hanya saja, vaksin booster menjadi polemik di masyarakat. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah semua orang memerlukan vaksin booster?
Secara umum, vaksin berkinerja sangat baik. Menurut WHO, fokus utama pemberian vaksin COVID-19 saat ini ditujukan untuk melindungi orang-orang yang belum terlindungi sama sekali oleh vaksin demi mengurangi penularan dan kemungkinan munculnya lebih banyak varian.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah akan memberikan dosis ketiga vaksin Covid-19 atau vaksin booster pada kelompok tertentu peserta BPJS Kesehatan di 2022.
Kelompok pertama yang berkesempatan menerima vaksin booster adalah warga lanjut usia (lansia).
Lalu, warga miskin yang terdaftar sebagai penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan pun akan menerima vaksin booster secara gratis.
“Kita sudah bicarakan dengan Presiden, prioritas booster vaksin itu lansia dulu. Baru nanti yang akan ditanggung oleh negara adalah peserta PBI,” kata Menkes Budi Gunadi dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI, Senin (8/11/2021).
BACA JUGA: Buah Keperkasaan Pria, Ini Dia
Sementara, masyarakat umum, termasuk anggota dewan mesti membayar vaksin booster ini.
“Jadi nanti, anggota DPR yang penghasilannya cukup, bayar sendiri vaksin booster,” ujar Budi.
Masyarakat yang membayar dapat memilih sendiri merek vaksin Covid-19 di antara Sinovac, AstraZeneca, Moderna, Pfizer, dan Sinopharm.
“Itu nanti akan dibuka boleh pilih (vaksin) yang mana,” ucap Budi.
Budi menambahkan, pihaknya bersama para peneliti dari universitas di Indonesia masih melakukan riset untuk mengetahui dapat mencampur vaksin (heterologous) atau menggunakan merek sama (homologous).
“Jadi diharapkan akhir Desember 2021 bisa selesai. Jadi contohnya Sinovac, Sinovac, Sinovac, dibandingkan dengan Sinovac, Sinovac, Astrazeneca. Dibandingkan dengan Sinovac, Sinovac, Pfizer,” paparnya.
Di sisi lain, penyuntikan booster ini sendiri masih menjadi kontroversi di internasional karena terjadi ketidakadilan jatah vaksin Covid-19.
“Ini sensitif, karena di dunia orang bilang masih banyak orang Afrika yang belum dapat, kenapa negara maju dikasih booster,” jelas Menkes Budi.
Untuk itu, pemerintah mempertimbangkan dinamika dunia di mana salah satu kesepakatan vaksinasi booster adalah 50 persen populasi penduduk di suatu negara harus sudah menerima suntikan dosis kedua atau vaksin lengkap.
BACA JUGA: Rekening Gendut Rp 120 Triliun, Milik Siapa?
“Semua negara yang memulai booster itu dilakukan sesudah 50 persen dari penduduknya disuntik dua kali,” katanya.
Di Indonesia, kata Budi, 50 persen vaksinasi dosis lengkap diperkirakan terealisasi pada Desember 2021.
“Hitung-hitungan kami kan di akhir Desember itu mungkin 59 persen kita bisa capai vaksin dua kali dan 80 persen sudah dapat vaksin pertama,” ucap Budi
“Kami memperkirakan akan terjadi di bulan Desember, karena kalau terlalu cepat nanti kita akan dilihat sebagai negara yang tidak memperlihatkan itikad baik untuk kesamaan hak atas vaksin,” imbuhnya.
BACA JUGA: majalah eksekutif edisi November 2021