MATRANEWS.id — Bagi kaum pria, agaknya lebih memilih ke barbershop dibanding ke salon.
Anak saya, enggak ke salon, karena malas mendengar celotehan-celotehan manja di “markas” potong rambut yang kadang ramai bingits.
Tapi, kalau saya malah kadang untuk mencari keseruan lain, selain potong rambut perginya justru ke salon, daripada ke barbershop. Ya, seru aja.
Bukan untuk rambut bisa diwarna-warni, kalau ada yang mau. Tapi, hanya sekedar mendengar orbrolan-obrolan yang tidak didapat di layar kaca, berita. Para pria salon, sumber gosip, ya kalau bisa disebut sumber informasi awal dimana beberapa hal yang kadang “disembunyikan.”
“Eh cin, sudah dengar cerita ini belum. Lalu, bla-bla-bla…Informasi yang kadang membuat kita terkesiap. Ah, masa?”
Salon bukan rumah sakit buat pria yang lemah. Salon adalah bengkel buat pria-pria jantan yang tak mau kehilangan kejantanannya. Namun, pelayannya kadang memang agak kurang jantan gitu. Walau, yang cantik juga banyak.
Pria-pria manja, lebih modis dalam menata rambut kaum pria. Para jurnalis masuk salon, sekedar mendengar info awal, tentang si A simpanan si anu, atau baru beli apartemen baru, serta macam-macamlah.
Bukan gosip politik, memang. Pergi ke salon bagi pria generasi Y, bukan hanya kecenderungan zaman posmo.
Periode dulu pria juga doyan ke salon. Hanya, salonnya tidak mejeng di hunian elite. Salon pria di masa lalu bersembunyi di gubuk reyot dukun-dukun tradisional. Tak jarang di atas bukit yang sulit dicapai. Dan, perawatan yang diberikan, bukan suplemen untuk memperkasa tubuh.
Salon pria tempo doeloe, lebih mendandani rohani. Pria masuk sebagai lelaki yang kurang “aura”, keluar sudah penuh dengan karisma. Tak perlu pakai parfum, karena pribadi yang tegar memancarkan aroma yang memukau.
Salon dengan begitu jadi multifungsi. Salon adalah bantuan teknis, yang membuat seorang pria menjadi seksi untuk segala macam kebutuhan kehidupan. Sebuah rekayasa terpadu yang membuat seorang pria unggul dalam berbagai persaingan.
Salon, kini, sudah banyak melakukan korupsi fungsi.
Pengertian salon identik dengan kamar kecil untuk menambah kecantikan. Sedangkan kata cantik seperti berlawanan dengan hakikat pria yang dimitoskan sebagai biang keperkasaan.
Yang seru, kalau ke salon, bila mendengar celotehan dari pekerjanya yang agak-agak, gimana gitu. “Akhir tahun, ke salon dulu cin,” ehem. Yuk, ah. Cucok.
baca juga: majalah MATRA edisi cetak — klik ini