MATRANEWS.id — Sebelum Presiden Jokowi bertitah, bahwa pembebasan napi hanya untuk napi pidana umum, bukan koruptor. Sudah ramai terkait “Over Kapasitas Lapas”, napi dibebaskan terkait virus corona, dalam konteks lain.
Jurnalis dan presenter Najwa Shihab — konon — mendapat teguran dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly setelah ia mempersoalkan wacana pembebasan napi korupsi bersama tim Narasi TV pada Jumat, 3 April 2020.
Menteri Yasonna Laoli menuding Najwa telah melakukan provokasi kepada masyarakat untuk menentang idenya itu.
“Wait and see. Tapi, jangan PROVOKASI dulu, ya,” tulis Yasonna.
Dalam keterangan pers itu, Yasonna melontarkan tudingannya terhadap media yang mengesampingkan unsur kehati-hatian.
“Kami masih exercise (usulan revisi itu). TIDAK gegabah. Beda dengan media, gegabah, berimajinasi, dan provokasi.”
Yasonna mengungkap alasannya dan kriteria syarat yang begitu ketat. “Napi kasus korupsi yang berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan,” katanya.
Najwa pun menanggapi pernyataan itu.
“Kok, provokasi, pak Menteri? Saya sedang menjalankan hak sebagai warga negara yang meminta penjelasan dari pemerintah soal topik yang penting,” ujar Najwa.
“Menteri Yasonna agak berlebihan. Kami sama sekali tidak berimajinasi. Pemberitaan media muncul dari rapat resmi Menkumham dengan Komisi III DPR melalui teleconference pada 1 April 2020,” tulis perempuan yang akrab disapa Nana ini.
Najwa pun kembali menegaskan tidak ada niatan untuk memprovokasi saat merespon jawaban dari Yasonna soal skema asimilasi.
Najwa pun mengunggah percakapannya dengan Yasonna melalui pesan Whatsapp di akun Instagramnya pada Ahad, 5 April 2020.
Menurut Najwa, Yasonna juga menyertakan keterangan pers yang dibuatnya menanggapi tudingan Najwa.
“Saya heran dengan tuduhan tak berdasarNajwa, tentang pembebasan koruptor. Suudzon banget sih, provokatif dan politis. Belum ada kebijakan itu. Tunggu dong, seperti apa,” tulis Najwa mengulangi protes Yasonna kepadanya.
Menurut Najwa, dalam keterangan pers itu, Yasonna menyatakan pemerintah ingin mengurangi over kapasitas di Lapas dimungkinkan dengan revisi PP No. 99 Tahun 2012.
Najwa pun menanggapi pernyataan itu. “Menteri Yasonna agak berlebihan. Kami sama sekali tidak berimajinasi. Pemberitaan media muncul dari rapat resmi Menkumham dengan Komisi III DPR melalui teleconference pada 1 April 2020,” tulis perempuan yang akrab disapa Nana ini.
Ibu satu anak ini menyampaikan kritikan terkait wacana Menkumham membebaskan napi koruptor demi menghindari penularan virus corona.
Alasan utama pembebasan napi adalah kondisi penjara yang kelebihan kapasitas akan membuat penyebaran virus ini tidak terkendali dan jika satu tertular akan membahayakan semua.
Kondisi lapas di Indonesia memang tidak manusiawi, masih banyak napi yang bertumpuk bahkan tidur bergantian. Namun, menurut Najwa, alasan ini terkesan tidak masuk akal bagi napi korupsi.
“Tapi alasan ini menjadi mengada-ada ketika kita bicara soal napi koruptor. Sel bagi koruptor berbeda dengan tahanan lain.”
“Di Lapas Sukamiskin misalnya, satu napi satu kamar. Lengkap dengan fasilitas pula.”
“Alih-alih berdesak-desakan dengan napi lain sehingga bisa tertular corona, para koruptor di Sukamiskin bahkan ada yang bisa mandi air panas di kamar mandi pribadi dan olahraga dengan alat khusus di dalam sel eksklusif mereka,” tulis Najwa dalam keterangan unggahan videonya.
Najwa tidak setuju jika yang dibebaskan adalah napi koruptor. Pasalnya, jumlah napi koruptor lebih sedikit jika dibandingkan dengan napi kasus pidana lain.
Pembebasan napi koruptor dengan tujuan menghambat penyebaran COVID-19 di lapas menjadi tidak relevan, karena angkanya sangat kecil dibanding napi lain.
“Menjadi wajar jika sejumlah pegiat antikorupsi curiga kebijakan membebaskan napi koruptor ini hanyalah akal-akalan saja,” kata dia.
Putri ulama Quraish Shihab ini juga menyinggung Kementerian Hukum dan HAM yang selalu berupaya untuk meringankan hukuman koruptor lewat revisi peraturan perundangan.
Agar masyarakat tidak curiga, Najwa meminta Yasonna Laoly terbuka kepada publik mengenai narapidana kasus korupsi apa dan di mana yang menempati sel berdesak-desakan seperti napi umum pencuri ayam yang bahkan tidur saja harus bergantian.
“Oh ya, sekalian kalau memang mau cek lapas koruptor, titip cek lagi sel Papa Setya Novanto dan kawan-kawannya di Sukamiskin, masih di sel lagi nonton Netflix atau lagi plesiran makan di warung Padang?,” sindirnya.
Kondisi lapas di Indonesia memang tidak manusiawi, masih banyak napi yang bertumpuk bahkan tidur bergantian. Namun, menurut Najwa, alasan ini terkesan tidak masuk akal bagi napi korupsi.
Tapi alasan ini menjadi mengada-ada ketika kita bicara soal napi koruptor. Sel bagi koruptor berbeda dengan tahanan lain.
Di Lapas Sukamiskin misalnya, satu napi satu kamar. Lengkap dengan fasilitas pula. Alih-alih berdesak-desakan dengan napi lain sehingga bisa tertular corona.
“Para koruptor di Sukamiskin bahkan ada yang bisa mandi air panas di kamar mandi pribadi dan olahraga dengan alat khusus di dalam sel eksklusif mereka,” tulis Najwa dalam keterangan unggahan videonya.
Najwa tidak setuju jika yang dibebaskan adalah napi koruptor. Pasalnya, jumlah napi koruptor lebih sedikit jika dibandingkan dengan napi kasus pidana lain.
Pembebasan napi koruptor dengan tujuan menghambat penyebaran COVID-19 di lapas menjadi tidak relevan, karena angkanya sangat kecil dibanding napi lain.
“Menjadi wajar jika sejumlah pegiat antikorupsi curiga kebijakan membebaskan napi koruptor ini hanyalah akal-akalan saja,” kata Najwa kepada S.S Budi Rahardjo, Pemred Majalah trend peristiwa (MATRA).