Entah itu berupa kapal laut pengangkut penumpang yang tengah berlayar (ataupun lego jangkar), anjungan pengeboran minyak (rig), kapal tanker berukuran raksasa (super tanker), bahkan kepulauan terpencil yang dijadikan instalasi vital atau pun tempat rekreasi di tengah laut.
Pasukan elit TNI AL inilah yang menguasai bermacam taktik dan teknik merebut sekaligus menguasai bermacam kapal dan instalasi vital di tengah laut. Tak peduli apakah berpenumpang/berpenghuni atau pun tidak.
Selanjutnya mereka juga dilatih menjinakkan berbagai jenis rangkaian peledak, bertahan hidup di alam yang keras dengan bekal peralatan minim, dan tahan disiksa jika tertangkap musuh. Namun bila memang tertangkap, dia tentu harus berupaya kabur tanpa ketahuan.
Personel Pasukan khusus ini dapat mencapai Standar Kualifikasi Personel (SKP) sebagai anggota pasukan khusus penanggulangan teror aspek laut yang dalam tempo 1 X 24 jam dapat dikerahkan ke seluruh pelosok wilayah Nusantara. Guna menghadapi dua kasus yang berbeda di tempat yang berlainan dalam waktu yang bersamaan.
Beragam ilmu jurit, para anggotanya juga dibekali dasar pengetahuan psikologi dan bermacam teknik analisa khusus yang adakalanya bahkan sama sekali tak ada kaitannya dengan urusan militer. Penguasaan ilmu non tempur ini diperlukan manakala tim pendahulu, harus bernegosiasi dengan para teroris.
Selain jadi tahu apa yang dituntut para teroris, upaya negosiasi juga berguna untuk mengulur waktu selama mungkin. Dengan begitu unit serbu dapat bersiap diri sebaik mungkin. Hingga kelak pada saat yang dianggap tepat mereka baru bergerak.
Tak hanya itu. Para negosiator juga bertugas membaca kemampuan, kekuatan, tipu muslihat, sekaligus kelemahan para teroris. Bila upaya negosiasi berujung pada kebuntuan dan para teroris tetap keras kepala, barulah unit serbu dikerahkan dengan didampingi sang negosiator. Prajurit pilihan memiliki berbagai macam keahlian sesuai kebutuhan di lapangan.