MATRANEWS.id — Mendagri Tito Wajibkan Siskamling Aktif Lagi. Warga Diminta Siaga 24 Jam Pasca Demo Ricuh
Riuh kentongan dan obrolan hangat di pos ronda mungkin segera kembali jadi pemandangan malam di gang-gang kota.
Pasca gelombang demonstrasi 28 Agustus 2025 yang berujung ricuh di sejumlah daerah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengeluarkan instruksi tegas: kepala daerah wajib kembali menghidupkan Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling).
“Ini arahan langsung dari pimpinan negara. Sistem ini bagus untuk kebaikan kamtibmas daerah masing-masing. Sayang, di banyak daerah sudah dilupakan,” ujar Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional bersama kepala daerah se-Indonesia.
Instruksi ini bukan sekadar formalitas. “Beberapa titik akan saya cek random,” demikian instruksi lanjut Mendagri yang akan keliling cek Siskamling ke tingkat desa, RT, RW dan kelurahan.
Tito meminta seluruh kepala daerah, khususnya yang wilayahnya rawan konflik, untuk tidak meninggalkan daerahnya dan tetap siaga di tempat.
Prof Tito mengingatkan, patroli warga secara bergiliran terbukti ampuh mencegah gesekan sosial. “Kami meminta agar seluruh daerah kembali mengaktifkan Siskamling,” katanya.
Dari Kentongan hingga Program Nasional
Siskamling bukan barang baru. Tradisi ronda malam sudah dikenal sejak masa kerajaan, diperkuat di era kolonial, lalu diformalkan menjadi program nasional pada dekade 1980-an.
Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2007 bahkan masih mengatur pelaksanaannya secara rinci.
Di masa lalu, kentongan bukan sekadar alat pemanggil warga ketika bahaya datang, melainkan juga simbol solidaritas.
Pos ronda, dengan kopi panas dan tikar lusuh, menjadi ruang komunikasi sosial—kadang lebih efektif daripada forum resmi RT.
Kini, ketika pemerintah kembali menggulirkan kebijakan ini, ada harapan nilai kebersamaan itu juga bangkit.
Resonansi Global
Kericuhan yang pecah di sejumlah kota besar pekan lalu tak hanya membuat aparat kewalahan, tetapi juga menarik sorotan internasional.
Sedikitnya delapan negara telah mengeluarkan peringatan perjalanan ke Indonesia. Situasi ini membuat pemerintah semakin menekankan stabilitas sosial sebagai fondasi diplomasi.
Dalam kacamata Mendagri, keamanan tak bisa sepenuhnya ditopang aparat formal. Butuh “mata” warga di setiap sudut kampung.
“Keamanan berbasis masyarakat jauh lebih cepat mendeteksi masalah sebelum membesar,” ujar seorang pejabat Kemendagri.
Senjata Lama, Masalah Baru
Kebangkitan kembali Siskamling pasca pandemi dan kini pasca demo, memperlihatkan satu hal: pola keamanan berbasis warga masih relevan.
Siskamling menjawab persoalan baru dengan senjata lama—kolaborasi warga dan solidaritas lokal.
Namun pertanyaan besar mengemuka: sejauh mana kepala daerah mampu menindaklanjuti instruksi Mendagri?
Apakah Siskamling akan benar-benar hidup kembali, atau sekadar jadi nostalgia kentongan dan ronda yang tinggal cerita?
Bagi sebagian warga, mungkin bukan soal keamanan semata, melainkan juga kerinduan pada ruang sosial yang mengikat mereka sebagai komunitas.
Jika benar dijalankan, Siskamling bukan hanya pagar keamanan, tapi juga jembatan solidaritas yang mulai rapuh di tengah masyarakat modern.








