Sindikat pemalsu lukisan para maestro masih saja ada hingga sekarang. Target pasar merek adalah orang-orang berduit, tapi tak paham dengan karya-karya seni.
Kasus ini juga pernah menerpa pada Bank Indonesia, beberapa tahun lalu. Beberpa luksian yang terpajang di lantai tujuh gedung tersebut, ternyata merupaan lukisan-lukisan yang dipalsukan. Dibilang palsu, karena lukisan tersebut bukan dilukis oleh pelukis aslinya. Pelukisnya adalah seniman-seniman spesialis pemalsu karya para maestro seni rupa.
Kalau saja yang dipalsu hanya bernilai puluhan juta, mungkin ributnya tak seheboh saat itu. Tapi ini lukisan karya para seniman kelas maestro, macam Raden Saleh atau Basoeki Abdullah yang dipalsu.
Kasus sejenis yang belakangan heboh di kalangan kolektor adalah transaksi lukisan Affandi yang juga dipalsukan di Yogyakarta. Terbongkarnya kasus ini bermula ketika seorang kolektor lukisan asal Surabaya mendapat tawaran lukisan Affandi berukuran 150 x 225 cm dari seseorang.
“Dia menawarkan ke saya lukisan itu Rp 750 juta,” ujar kolektor yang keberatan disebutkan Namanya ini. Harga yang teramat “murah” untuk karya sekelas Affandi dan berukuran besar itu. Padahal, beberapa karya maestro ini di luaran mencapai miliaran untuk saat ini. Pantas saja, sang kolektor bernafsu untuk membeli.
Beruntung, sebelum deal transaksi, sang kolektor merasa perlu mendapat masukan dari ahlinya untuk memastikan apakah lukisan tersebut asli atau tidak. “Untung saya ketemu Mas Jupri Abdullah. Dia saya mintai bantuan untuk ngecek lukisan ini,” tambahnya.
Sebagai seniman kawakan, tak sulit bagi Jupri untuk memastikan lukisan yang diklaim sebagai karya Affandi itu asli atau palsu. Hanya dengan berbekal sebuah jarum pentul, seniman berambut panjang ini menuju Yogyakarta Bersama sang kolektor.
Di sana keduanya disambut hangat oleh sang penjual. Lazimnya pedagang barang-barang berkelas, si penjual lukisan ini dengan sabar menjelaskan tentang beberapa koleksi karya para maestro yang akan dijual, termasuk lukisan Affandi yang sudah ditawarkan.
“Orang itu memang meyakinkan, pantas saja kolektor yang ngajak saya langsung percaya,” ucap Jupri kepada MatraNews.
Saat memasuki ruangan tempat penyimpanan lukisan Affandi, Jupri memperhatikan dalam-dalam lukisan tersebut. Ia perhatikan dengan cermat tiap sudut bingkai, hingga paku-paku pengait kanvas. Semuanya tak ada yang mencurigakan. Nah, saat meraba kanvas dengan tangan kiri, tangan kanan Jupri secara sembunyi-sembunyi menusukkan jarum yang ia bawa tadi ke goresan cat lukisan tersebut.
Semua orang tahu, Affandi dalam melukis jarang menggunakan kuas, tetapi langsung dari tube cat minyaknya. Sehingga catnya cukup tebal, menyerupai relief. Bagian goresan cat minyak yang tebal inilah yang ditusuk Jupri dengan jarum.
”Ternyata catnya masih basah,” ujar Jupri.
Dengan sigap, jarum yang masih berlumuran cat mirip lem itu langsung dimasukkan ke dalam saku bajunya. Si penjual lukisan tak melihat gerakan tangan Jupri yang memang tak mencurigakan itu. Hampir satu jam Jupri, kolektor, dan si penjual berada di ruangan yang dindingnya dipenuhi oleh beberapa lukisan para maestro itu.
Usai melakukan kurasi “diam-diam” ini Jupri tidak langsung berkomentar soal lukisan itu. Sebelum pulang, Jupri justru menyarankan kepada penjualnya agar lukisan itu jangan dibanderol hanya Rp 750 juta. “Saya bilang ke dia, kalua di luaran lukisan asli Affandi sudah mencapai miliar loh. Jadi, saying kalua dijual murah,” ujarnya.
Rupanya, omongan Jupri ini membuat penjual tadi merasa tak enak hati. Apalagi setelah Jupri memperkenalkan diri bahwa dia seniman yang sudah sering berpameran tunggal di seluruh Indonesia. Makin tak enak hati orang itu. “Akhirnya dia ngaku, kalua lukisan itu memang bukan asli. Tapi saya akui,
lukisan ini mirip sekali dengan karya Affandi yang asli. Ini yang disebut KW 2,” terang seniman asal Pasuruan, Jawa Timur, ini. Sang kolektor pun merasa lega setelah ia diberi penjelasan oleh seniman ini, lukisan tadi itu palsu. “Sekarang saya lebih hati-hati dalam menerima penawaran lukisan. Bayangkan, kalua jadi saya beli, berarti saya ketipu ratusan juta,” ujarnya.
Dijual Dekat Pasar Loak
Saat ini peredaran lukisan palsu cukup banyak dan sudah bercampurdengan lukisan asli. Sehingga sangasulit bagi orang awam untuk membedakannya. Bahkan, kurator pun kadangdibuat terkecoh karenanya. Yang memprihatinkan, penjualanlukisan para maestro yang dipalsukankini ada yang dijual di pinggiran jalandan bergabung dengan pasar loak.
Saat eksekutif menyusuri sebuah jalan kecil di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, sebuah bangunan mirip kedai kopi menjual beberapa lukisan mirip dengan karya-karya pelukis maestro.
Di bangunan yang lokasinya tak jauh dari pasar loak itu, terdapat beberapa lukisan berukuran sekitar 100 x 140 cm, mirip karya Basoeki Abdullah. Ada juga yang menyerupai karya Raden Saleh. Di lukisan-lukisan tersebut dicantumkan tanda-tangan pelukis para maestronya.
“Mata rantai sindikat pemalsu lukisan biasanya bekerja secara teroganisir, ada pelukis yang membuat lukisan palsunya, ada marketing sekaligus pemodal yang membeli dari pelukis dengan harga tinggi (untuk ukuran lukisan palsu), kemudian dijual kembali ke konsumen atau korbannya dengan harga fantastis, seperti harga lukisan aslinya,” ujar Tri, owner Talenta Organizer, penyelanggara pameran lukisan di Jakarta.
Tri memastikan, sindikat pemalsu lukisan biasanya memberikan perbedaan sedikit di antara Obyek lukisan dengan yang aslinya. Atau, terkadang menggabungkan beberapa karya pelukis maestro, lalu diambil per obyek dari masing-masing lukisan kemudian digabungkan.
Tujuannya, untuk memberikan perbedaan, agar tidak sama persis obyeknya dengan lukisan asli yang dipalsukan. Sehingga mengurangi risiko kecurigaan dari pembelinya. (A. Kholis)