MATRANEWS.id — Rokok Ilegal Dipasarkan Lewat Grup WA Model MLM
Di sebuah grup WhatsApp yang namanya terdengar seperti grup arisan, pesan-pesan singkat muncul tiap menit.
“Barang ready, kirim via ekspedisi biasa,” tulis seorang anggota.
Tak ada yang menyebut “rokok” secara eksplisit. Namun para anggotanya tahu, itulah kode transaksi rokok ilegal—barang yang kini dijual seperti narkoba, berpindah tangan lewat jalur sunyi, dan tersebar melalui sistem multi level marketing (MLM).
Larangan penjualan rokok ilegal di toko online ternyata tidak menghentikan peredarannya. Ia justru bertransformasi menjadi bisnis bawah tanah yang lebih rapi, licin, dan sulit dilacak.
“Setelah e-commerce dibatasi, peredaran pindah ke media sosial tertutup seperti WhatsApp dan Telegram,” kata seorang sumber di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang enggan disebut namanya.
Apa Itu Rokok Ilegal
Menurut Kementerian Keuangan, rokok ilegal adalah rokok yang beredar di Indonesia tanpa memenuhi ketentuan cukai yang berlaku.
Barang ini bisa jadi produksi dalam negeri atau impor, tapi sama-sama tidak membayar cukai—padahal pita cukai adalah tanda sah bahwa rokok tersebut legal.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengidentifikasi lima ciri utama rokok ilegal:
-Rokok polos, tanpa pita cukai sama sekali.
-Rokok berpita cukai palsu, yang dicetak pribadi di kertas biasa.
-Rokok berpita cukai bekas, biasanya tampak kusut atau robek.
-Rokok berpita cukai salah peruntukan, misalnya pita cukai untuk rokok kretek dilekatkan pada rokok putih.
-Rokok berpita cukai salah personalisasi, ketika nama perusahaan di pita berbeda dengan produsen sebenarnya.
Kelima jenis pelanggaran ini merugikan negara miliaran rupiah setiap tahun, selain menekan industri rokok legal yang taat pajak.
Ancaman di Balik Harga Murah
Namun bukan hanya kerugian fiskal yang mengkhawatirkan. Rokok ilegal membuka celah bagi anak-anak dan remaja untuk mengakses nikotin dengan harga jauh lebih murah
. Dalam banyak kasus, sebungkus rokok ilegal dijual di bawah Rp10.000.
“Ini sangat berbahaya. Harga murah membuat anak-anak bisa membeli dengan mudah, tanpa kontrol,” ujar seorang peneliti kesehatan masyarakat dari RIDMA Foundation.
RIDMA mengutip Riset CISDI tahun 2025 yang menyebutkan, penyederhanaan struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dapat menekan variasi harga di pasaran.
Ketika variasi harga menyempit, ruang bagi rokok ilegal dan rokok murah pun berkurang.
Kebijakan simplifikasi tarif, bila berjalan seiring dengan kenaikan tarif CHT, diyakini bisa membuat konsumsi rokok menurun dan mendorong masyarakat berhenti merokok.
Penegakan Hukum yang Masih Loyo
Sayangnya, maraknya rokok ilegal mencerminkan satu hal: lemahnya penegakan hukum. Operasi pasar yang dilakukan Bea dan Cukai memang rutin digelar, tapi hasilnya belum signifikan.
Beberapa daerah bahkan menjadi “surga” bagi produsen rokok tanpa izin.
“Begitu satu pabrik ditutup, muncul dua pabrik baru di tempat lain,” kata seorang pejabat daerah di Jawa Timur, salah satu wilayah dengan kasus rokok ilegal tertinggi.
Koordinasi antar-instansi pun masih lemah. Polisi, pemerintah daerah, dan Bea Cukai sering bekerja sendiri-sendiri tanpa integrasi data yang solid. Akibatnya, jaringan distribusi besar sulit diberantas, sementara para pengecer kecil yang tertangkap hanya menjadi kambing hitam.
Antara Kesadaran dan Kepentingan
Perang melawan rokok ilegal bukan semata urusan cukai, melainkan juga kesadaran publik. Masyarakat kerap menutup mata karena tergiur harga murah, tanpa sadar ikut melanggengkan praktik ilegal.
Selama penegakan hukum belum tegas dan pengawasan digital masih mudah dibobol, rokok ilegal akan terus menemukan jalan. Dari pasar daring hingga grup percakapan rahasia, bisnis ini tumbuh di celah lemahnya pengawasan.
Dan seperti kebanyakan kejahatan ekonomi, rokok ilegal hanya akan berhenti ketika keuntungan menjadi lebih kecil daripada risikonya. Untuk saat ini, risikonya masih jauh lebih ringan.
BACA JUGA: majalah MATRA edisi Oktober 2025, Klik ini









