Solusi Rhenald Kasali

Solusi Rhenald Kasali

MATRANEWS.id –– Bagi siapapun yang memimpin, bisnis maupun pemerintahan, organisasi diibaratkan sebagai sebuah mesin.

Seperti layaknya sebuah mesin, ia tentu saja membutuhkan perawatan rutin, dan bahkan ada masanya untuk diganti dengan mesin yang lebih baru.

Kapan sebuah mesin mesti diganti?

Ya., tentu saja kalau mesin itu sudah mulai obsolete, sudah mulai ketinggalan zaman sehingga ouput-nya sudah sesuai lagi dengan tuntutan zaman.

Produktivitasnya rendah, kualitasnya apalagi.

Sebuah mesin bisa saja masih berada pada usia produktif yang dapat diandalkan, namun karena kurang perawatan, mesin ini bisa saja harus harus diganti atau minimal ditata ulang.

Meski begitu, toh ternyata tak banyak pemimpin yang mengerti betapa pentingnya menata ulang mesin organisasi.

Di Indonesia, kita melihat para politisi lebih tertarik membongkar orang ketimbang memerintahkannya untuk menata kembali mesin organisasi pemerintahan.

Memang betul bahwa one person can make a difference, tapi sungguh naif membiarkan mereka bekerja dengan mesin yang obsolete dan tanpa pengetahuan yang cukup, para politisi cuma punya modal bicara sebatas kosakata kekuasaan, yaitu reshuffle, yang artinya ganti sopir.

Padahal, sopir yang dipilih barangkali cuma tahu jalan saja dan belum tentu tahu mesin. Paling-palling setelah sadar, ia cuma melongo melihat mesin kendaraannya yang ternyata enggak bisa diajak ngebut.

Kisah sukses para pemimpin dunia di era post industrial ini tentu saja diwarnai oleh semangat mempergaharui mesin.

Baca juga :  Universitas Pramita Indonesia Jalin Kerjasama Dengan IPDN.

Dan hasilnya, memang sungguh menakjubkan.

Di Amerika, pemerintahan Bill Clinton yang kaya gosip dan terkaman kubu Partai Republik, berhasil terpilih dua kali karena raportnya biru. Di bawah kekuasaannyalah Amerika menikmati angka pengangguran terendah sepanjang sejarah setelah perang dunia kedua.

Bill memulai pemerintahannya dengan memerintahkan mantan senator Al Gore melakukan apa saja yang dikenal dunia dengan istilah reinventing the goverment.

Gore tentu saja tidak sendirian menata ulang mesin pemerintahannya. Di belakangnya berdiri jago-jago mesin dari berbagai sekolah bisnis terkemuka di Amerika.

Tapi sebelum Gore melakukannya di Amerika, di Inggris, mantan Perdana Mentri Margareth Tatcher ternyata sudah lebih dahulu menata pemerintahannya. Wajar bila gaung corporate governance yang marak belakangan ini justru sudah berdengung di Inggris sejak masa pemerintahan Tatcher.

Di dunia bisnis, gaung menata mesin ulang mesin organisasi secara revolusioner bergema kala CEO General Electric (GE) yang dikenal dengan panggilan Jack si ”bom neutron” memangkas puluhan ribu jenis pekerjaan dan jabatan di perusahaannya.

Yang lebih menyakitkan lagi bagi sebagian besar korban PHK adalah, ternyata setelah melakukan PHK besar-besaran GE merekrut lagi tenaga kerja, tapi bukan tenaga lama, melainkan orang-orang baru yang dilahirkan dari generasi baru.

GE selamat dari gelombang perubahan dan harga sahamnya kembali merangkak ke atas, minimal sampai skandal Enron dan Worldcom diumumkan.

Baca juga :  Maya Miranda Ambarsari, Repost Beritasenator.com

Langkah GE menata ulang mesin organisasinya kemudian diikuti oleh hampir semua konglomerat dunia, bahkan diikuti oleh sebagian perusahaan di sini.

Di Indonesia, hal ini tampak betul ketika seorang profesional ditarik masuk memimpin perusahaan Negara. Tim sukses pemenangan Presiden menjadi komisaris BUMN.

Ketika kolom ditulis, di dunia bisnis, ribuan eksekutif mengalami pasang surut karena investor mencari sopir yang bukan cuma tahu mengendarai mobil, tapi juga piawai membongkar mesin.

Mesin, bukannya orang, yaitu kumpulan peraturan, manual kerja, struktur organisasi, filosofi departemen, budaya kerja, dan organisasi, sampai pada mindset orang-orang yang bekerja tetap di sana.

Tetapi begitu dibongkar, mulailah dengan serangkaian program perawatan mesin. Kalau cuma dibongkar dan ditata ulang saja, ya mesin punya potensi bakal mati lagi alias cepat obsolete lagi.

#(Rhenald Kasali (lahir di Jakarta, 13 Agustus 1960. Selain bergerak sebagai akademisi, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga produktif menulis. Buku-buku yang ditulisnya selalu menjadi perhatian kalangan bisnis dan dikoleksi oleh banyak dan hampir semua bukunya menjadi best seller.)

baca juga: majalah MATRA cetak (print) edisi terbaru– klik ini

Tinggalkan Balasan