MATRANEWS.id — Tuntutan masyarakat Teddy Minahasa divonis mati salah kaprah, ini aturannya.
Tuntutan masarakat agar Teddy Minahasa divonis mati justru tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, selama ini penjatuhan hukuman mati bagi pengedar narkotika, salah kaprah sehingga lebih dari 200 terpidana mati narkotika mengalami kendala eksekusinya.
Pasal 36 UU no 8 tahun 2009 tentang pengesahan konvensi tunggal narkotika, 1961 beserta protokol yang merubahnya sebagai hukum dasarnya narkotika di Indonesia menyatakan bahwa hukuman bagi pengedar narkotika adalah hukuman badan atau hukuman pengekangan kebebasan atau berupa hukuman penjara.
Sedangkan hukuman bagi penyalah guna narkotika yang nota bene adalah pecandu diberikan alternatif berupa hukuman menjalani rehabilitasi.
Kekhususan hukuman tersebut berlaku secara universal tidak hanya berlaku di Indonesia tapi berlaku diseluruh dunia meskipun masih ada negara yang mengingkari.
Oleh karena itu masarakat yang menuntut Teddy Minahasa divonis mati termasuk Jaksa penuntut umumnya harus sabar dan memahami bahwa vonis hukuman mati tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, vonis seumur hidup adalah vonis hakim yang sudah maksimum khusus perkara narkotika.
Kasus pidana tentang proses penyidikan.
Kasus yang memimpa Teddy Minahasa adalah kasus pidana terhadap proses pemusnahan barang bukti yang tidak sesuai prosedur, salah prosedur pemusnahan tersebut penyidik diancam dengan pidana berdasarkan pasa 140 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman pidana minimal 1 tahun penjara maksimum 10 tahun penjara.
Perkara tersebut yang melibatkan Kapolres dan Teddy Minahasa sebagai kapolda selaku atasan penyidik.
Dalam hal barbuk kemudian dijual maka penyidik yang menjual berlaku pasal 112 yaitu kepemilikan narkotika secara tidak sah untuk dijual, range hukuman bagi penyidik adalah seumur hudup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta dan paling banyak 8 milyart ditambah 1/3 nya.
Penyidik memiliki narkotika karena melanggar proses pemusnahan barbuk narkotika secara melawan hukum dan menjual dimana motif-nya abuse of power untuk mencari sumber dana illegal.
Posisi Teddy sebagai atasan penyidik tersebut diatas berperan dalam kejahatan kepemilikan narkotika secara melawan hukum.
Itu sebabnya, Vonis Teddy Minahasa sebagai atasan penyidik terlibat kepemilikan narkotika secara tidak sah dan melanggar hukum untuk dijual melanggar pasal 140 yo pasal 112 UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika.
Kalau Teddy kemudian dijatuhi pidana seumur hidup, saya katakan itu sebagai vonis maksimum.
Kekhususan Hukum Narkotika
Masarakat secara luas dan masarakat hukum pidana harus memahami kekhususan hukum narkotika yang berlaku antara lain:
Proses peradilan terhadap perkara pecandu yaitu perkara penyalahgunaan narkotika untuk dikonsumsi bersifat rehabilitatif terhadap penyalah guna dan represif terhadap pengedar.
Karena tujuan penegakan hukum (pasal 4cd) memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi penyalah guna dan pecandu.
Penjatuhan hukuman bagi pengedar adalah hukuman penjara maksimum seumur hidup, tempat menjalani hukumannya di lembaga pemasarakatan.
Sedangkan penyalah guna wajib dijatuhi hukuman menjalani rehabilitasi lamanya sesuai taraf kecanduaannya, tempat menjalani hukuman rehabilitasi di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditujuk agar mereka sembuh tidak mengulangi perbuatan melanggar hukum lagi.
Biaya rehabilitasi atas keputusan atau penetapan hakim tersebut menjadi tanggung jawab negara.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya.
#Penulis adalah Komisaris Jenderal purnawirawan Polisi. Dr Anang Iskandar SH, MH merupakan Doktor, yang dikenal sebagai bapaknya rehabilitasi narkoba di Indonesia.
Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Bareskrim Polri, yang kini menjadi dosen, aktivis anti narkoba dan penulis buku.
BACA JUGA: majalah MATRA edisi Mei 2023, Klik ini