Uang Satu Meter untuk Film Sang Pengadil: Antara Dukungan Seni dan Dugaan Makelar Kasus

Benarkah Zarof Ricar Adalah Tim Sukses Sunarto Saat Pemilihan Ketua MA?

Uang Satu Meter untuk Film Sang Pengadil: Antara Dukungan Seni dan Dugaan Makelar Kasus

Film Sang Pengadil Didanai Makelar Kasus Rp 1 Miliar Terkuak di Pengadilan Tipikor

MATRANEWS.id — “Uang Satu Meter — maksudnya satu miliar rupiah — untuk Film Sang Pengadil: Antara Dukungan Seni dan Dugaan Makelar Kasus”

Nama film Sang Pengadil mendadak menjadi sorotan publik bukan karena prestasi sinematiknya, melainkan karena terseret dalam pusaran kasus dugaan suap dan makelar perkara di lingkungan Mahkamah Agung.

Hal ini mencuat dalam sidang lanjutan perkara suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, dengan terdakwa mantan pejabat MA, Zarof Ricar.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 28 April 2025, pengacara Bert Nomensen Sidabutar bersaksi bahwa dirinya pernah menyerahkan uang senilai Rp1 miliar kepada Zarof Ricar.

Uang itu, menurut kesaksian Bert, diserahkan atas permintaan Zarof yang mengaku sedang mencari dana untuk memproduksi film Sang Pengadil.

“Beliau cerita sedang bikin film, Sang Pengadil. Saya bercanda, ‘banyak duit dong’, dia jawab, ‘ini aja gue perlu duit’,” ungkap Bert saat bersaksi.

Zarof menggunakan istilah “1 meter” saat meminta dana, yang kemudian dijelaskan sebagai kode untuk Rp1 miliar. Bert mengaku awalnya mengira proyek film ini akan menguntungkan karena jarangnya film bertema hukum di Indonesia.

“Sebagai orang hukum, saya pikir film ini akan meledak. Jadi saya bantu,” ujar Bert, yang juga menyebut bahwa dia mengira film tersebut bisa menjadi terobosan baru dalam dunia perfilman nasional.

Namun, bantuan tersebut meninggalkan kekecewaan mendalam.

Bert mengaku merasa dikhianati karena perkara yang tengah ia tangani—yang berkaitan dengan keponakannya—ditolak oleh pengadilan, meskipun ia telah memberikan dana besar untuk proyek film yang diproduseri oleh tersangka.

“Sudah bantu Rp1 miliar, tapi ponakan saya tetap dihukum. Wajar saya kecewa,” ungkap Bert di hadapan majelis hakim.

Bert menegaskan bahwa uang yang diberikan bukanlah untuk mengurus perkara hukum, melainkan murni untuk film. Namun, kesaksian ini tetap menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena Zarof juga diduga kuat menjalankan peran sebagai makelar kasus.

Diketahui, Zarof Ricar adalah mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur.

Baca juga :  Lagi-Lagi, Ketahuan Oknum TNI AD Jual Amunisi ke OPM

Ia disebut menjadi perantara antara pengacara terdakwa dan hakim kasasi, dengan total nilai suap mencapai Rp5 miliar. Dalam peranannya, Zarof disebut menerima bagian sebesar Rp1 miliar.

Tidak hanya itu, Kejaksaan Agung juga menemukan uang tunai dalam berbagai mata uang asing senilai total lebih dari Rp920 miliar saat menggeledah rumah Zarof.

Ironisnya, film Sang Pengadil, yang seharusnya mengangkat kisah perjuangan menegakkan hukum dan keadilan, kini justru menjadi simbol paradoks hukum itu sendiri.

Film ini diproduksi oleh Lingkar Pictures dan dibintangi sejumlah aktor ternama, seperti Arifin Putra dan Prisia Nasution. Film tersebut bahkan melibatkan Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Indonesia.

Zarof sendiri tercatat sebagai eksekutif produser film bersama Agung Winarno, dengan Girry Pratama dan Jose Poernomo sebagai sutradara.

Di tengah sorotan ini, film Sang Pengadil tampaknya akan dikenang bukan hanya sebagai karya seni, tetapi juga sebagai bagian dari bab kelam dunia peradilan Indonesia.

Zarof diduga merupakan bagian dari jaringan yang terkoneksi dengan markus lain di MA, namun juga bermanuver sendiri.

Zarof Diduga Jadi ‘Pengepul’ Uang Oknum Hakim

Zarof Ricar Simpan Rp 915 M dan 51 Kg Emas Hasil Gratifikasi di Rumah.

Informasi yang diterima, duit dan emas batangan tersebut salah satunya merupakan simpanan para oknum hakim. Pada posisi ini, Zarof diduga berperan layaknya ‘Mesin ATM’ yang siap sedia mengantarkan uang kepada para nasabah.

Salah satu pihak yang kemudian disebut sebagai ‘nasabah’ Zarof, yakni diduga Hakim Agung Sunarto, yang kini  menjadi Ketua MA.

Ada info menyebut Zarof Ricar adalah tim sukses Sunarto saat pemilihan Ketua MA, Rabu (16/10/2024) lalu. Pada hasil hitung suara, Sunarto menang telak dengan mengantongi 30 suara.

Ia mengungguli tiga hakim agung lainnya yang mencalonkan diri, yakni Haswandi (4 suara), Soesilo (1 suara), dan Yulius (7 suara). Diketahui, Haswandi merupakan Hakim Agung Kamar Perdata, Soesilo Hakim Agung Kamar Pidana, dan Yulius menjabat Ketua Kamar Tata Usaha Negara.

Baca juga :  Pesta Kesenian Bali 2019 & ‘The Gang Of Three

Sidang paripurna itu dihadiri 45 dari 46 hakim agung. Adapun jumlah suara masuk adalah 44 suara yang terdiri dari 42 suara sah dan dua suara tidak sah, sementara satu suara lainnya abstain.

“Jika Zarof Ricar ‘bernyanyi’, tentu akan banyak orang masuk penjara,” kata anggota Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Mabes Polri.

Kedekatan Zarof dengan petinggi MA menjadi jejak digital, ketika ia masuk dalam daftar lampiran rombongan pejabat MA ke Sumenep, Madura, pada 27-28 September 2024.

Walau sudah pensiun sejak 2022, Zarof seakan tetap dianggap sebagai pejabat MA dalam surat bernomor 14/WKMA.Y/SB/HM2.1.1/IX/2024 yang diteken Wakil Ketua MA Bidang Yudisial (kini Ketua MA), Sunarto, pada 17 September 2024.

Surat yang ditujukan kepada Plt Bupati Sumenep itu berisi informasi beberapa pejabat MA akan berkunjung ke Madura dan berharap bisa ke Kraton Sumenep.

“Baik Sunarto maupun Zarof sama-sama merupakan kelahiran Sumenep,” ujar seorang anggota DPR RI komisi 3, yang dulunya seorang pengacara menyebut permainan  mafia Madura.

Surat tersebut mencantumkan perjalanan Hakim Agung Sunarto dengan Zarof Ricar, beserta para pimpinan dan pejabat di Mahkamah Agung (MA) lainya ke Sumenep.

Nama-nama yang ikut dalam perjalanan ke Sumenep antara lain adalah kala itu Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H. (Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial), Dwiarso Budi Santiarto, S.H., M.Hum. (Ketua Kamar Pengawasan), Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H. (Hakim Agung), Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M. (Hakim Agung).

Tak hanya itu, ada juga Dr. Drs. Muhammad Yunus Wahab, S.H., M.H. (Hakim Agung), Dr. Pri Pambudi Teguh, S.H., M.H. (Hakim Agung), Dr. Drs. Muhammad Yunus Wahab, S.H., M.H. (Hakim Agung) dan Dr. Sugeng Sutrisno, S.H., M.H. (Hakim Agung).

Selain itu, ada juga Sutarjo, S.H., M.H. (Hakim Agung), Ansori, S.H., M.H. (Hakim Ad Hoc Tipikor), Dr. Sugiyanto, S.H., M.H. (Hakim Ad hoc PHI Mahkamah Agung) 12. Dr. Sugeng Santoso PN, M.M., M.H. (Hakim Ad hoc PHI Mahkamah Agung), Bambang Myanto, S.H., M.H.(Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum) dan terakhir Dr. Zarof Ricar, SH, S.Sos, M.Hum.

Baca juga :  Generasi Beta: Anak-Anak Era Teknologi Tingkat Lanjut dan Keberlanjutan

Sementara itu, Jubir MA Hakim Yanto saat dikonfirmasi terkait dugaan kasus yang dilakukan pimpinan MA, secara tegas membantahnya dan menyatakan surat yang beredar tersebut bukan surat resmi.

“Kalau surat dinas pasti ada kop suratnya, ada ini, terus ada surat tugas gitu. Judulnya kan hanya daftar orang yang mau berkunjung ke keraton itu (Sumenep),” ujar Hakim Yanto.

Dia juga menampik terkait kabar pimpinan MA akan merombak komposisi majelis hakim PK Mardani Maming yang berusaha mendepak dua hakim lainnya.

Kasak-kusuk yang didapat, perjalanan ini diduga sebagai bagian dari suksesi Sunarto menjadi ketua MA. Pada posisi ini, Zarof diduga berperan sebagai tim sukses yang mendapatkan dukungan diduga dari terpidana suap izin usaha pertambangan (IUP) Mardani H Maming.

Sebelum menjabat Ketua, Sunarto diketahui merupakan Wakil Ketua MA sekaligus hakim ketua PK Mardani Maming bersama dengan hakim anggota Anshori dan Prim Haryadi, karena itu disinyalir Maming berkepentingan menjadikan Sunarto Ketua MA, dan sebagai balasannya akan meloloskan PK Maming.

Ketua Mahkamah Agung (MA), Sunarto, menegakan tidak akan memberikan sedikit pun rasa belas kasih kepada para aparatur yang melakukan tindakan tercela dan mencoreng nama lembaga.

Hal ini disampaikan Sunarto merespons penangkapan beberapa hakim di lingkungan pengadilan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Kami tidak akan iba sedikit pun. Sudah diingatkan untuk tidak melakukan pelayanan transaksional, tapi masih saja dilakukan,” tegas Sunarto dalam keterangan resmi, Senin, 28 April 2025.

Sunarto menyampaikan kebijakan mutasi dan promosi yang dijalankan pekan lalu sepenuhnya berbasis pada data, bukan perasaan atau kedekatan personal.

“Data tentang kinerja, integritas, disiplin, dan prestasi kini telah tercatat lengkap dalam sistem yang dibuat oleh Ditjen,” jelas dia.

Sunarto berharap kejadian penangkapan atas kasus suap hingga gratifikasi hakim tidak terjadi lagi di dunia peradilan. “Pelayanan transaksional itu jangan ada lagi, jangan ada ceritanya lagi teman-teman kita, anak-anak kita, adek-adek kita di tangkap oleh siapa pun,” ungkap dia.