MATRANEWS.id — Hoax tentang penyebaran COVID-19 menjelang Pilkada harus diwaspadai digunakan sebagai cara menurunkan partisipasi pemilih untuk menguntungkan paslon tertentu.
Penyebaran hoax terkait COVID 19, sangat mungkin terjadi pada saat pelaksanan pemungutan suara (pencoblosan) di wilayah ataupun TPS yang menjadi perebutan pengaruh para paslon.
“Harus diwaspadai hoax terkait Covid 19 digunakan dalam upaya black campaign untuk saling menjatukan antar lawan politik di kontestasi Pilkada,” kata DR Kastorius Sinaga Staf Khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media.
Penyebaran hoax dengan menggunakan isu Covid 19, masih menurut pengamatan Kastorius demi perebutan ataupun penggembosan suara. “Bisa menjadi strategi black campaign yang ujungnya membuat tingkat partisipasi pemilik merosot,” ujarnya.
Kasto menyebut Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian, sangat memikirkan kemungkinan tersebut dan meminta kepada gubernur, bupati dan walikota agar bersinergi dengan para pemangku kepentingan, khususnya Forkompimda menggandeng media lokal.
“Dalam upaya sosialisasi Pilkada dengan penerapan protokol kesehatan yang semakin kondusif,” ujar Kastorius menyebutkan media massa bisa memonitor pelanggaran dan kepatuhan protokol kesehatan di masa kampanye.
Selama ini dari pengamatan tiap minggu, hasilnya sangat kondusif. Dari 9500 kampanye tatap muka, pelanggaran hanya sekitar 250 atau 2,5%. Artinya, “Pilkada aman Covid 19 menunjukkan trend yang menggembirakan.”
Dengan trend tersebut kita yakin bahwa partisipasi pemilih akan stabil tinggi seperti Pilkada serentak sebelumnya.
“Perlu digalakkan kampanye gerakan anti hoax di wilayah-wilayah yang akan pilkada secara masif sehingg masyarakat ikut aktif melawan hoax,” kata Kastorius.
Lebih jauh, Kastorius menjelaskan kemungkinan modus penyebaran hoax menjelang Pilkada.
Menurut dia, hoax yang disebarkan dapat berupa kabar adanya calon pemilih ataupun penyelenggara Pemilu (petugas KPPS) yang terpapar Covid 19 di TPS tertentu sehingga menurunkan animo pemilih yang akan hadir dengan tujuan menguntungkan salah satu paslon.
Adanya kemungkinan penggunaan hoax dalam Pilkada berkaca pada aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja yang juga menggunakan hoax dalam melakukan disinformasi.
Hoax yang diembuskan bahwa UU Cipta Kerja akan menyengsarakan nasib kaum buruh dan pekerja telah memicu tindakan anarkis. (#)